58 - Special Chapter II

226 41 2
                                    

Antara Takdir dan Doa

"Bunda, kalau segalanya sudah tertulis di lauhul mahfudz, lantas untuk apa kita berdoa?" tanya Rahwana. 

"Memang sudah tertulis di lauhul mahfudz, tetapi mungkin beberapa halaman yang Allah telah menuliskan 'sesuai dengan doa dan ikhtiar Hamba-Ku' makanya kita harus tetap berdoa karena Allah ingin dekat dengan Hamba-Nya melalui doa," jawab Aruna

****

Hari ini Rahwana sedang sendirian di rumah. Indra, Aruna, dan Rama pergi ke acara keluarga sedangkan Rahwana tinggal karena ia sibuk mengerjakan tugas. Berada di semester 2 benar-benar menguji kesabaran dan tenaganya. Selain mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam ujian nantinya, ia juga banyak dibebani praktikum dan tugas akhir setiap mata pelajaran. 

Bayangkan saja, tugas akhir Bahasa Inggris adalah membuat drama singkat dengan dialog dan narasi  buat sendiri dan wajib dalam bahasa Inggris, lalu praktikum biologi membuat tape dan tempe. Tidak lupa juga, praktikum PKN adalah berpidato di depan kelas dan berbagai macam praktikum lainnya. Tidak bisakah praktikum tersebut dihilangkan saja agar para murid lebih berfokus pada tambahan jam belajar untuk memperdalam materi ujian nasional? 

Bagaimana mungkin di saat ujian nasional di depan mata sedangkan anak-anak disuruh melakukan drama bahasa Inggris padahal teksnya melalui google translate? Cih, Rahwana dan anak kelasnya sempat mengoceh hal ini saat menunggu guru selanjutnya mengajar, tetapi sayang, tidak ada yang berani menyampaikannya langsung. Kan tidak lucu kena D.O sebelum ujian nasional. 

"Moga Rama ingat sama titipanku tadi, gak kek harian tuh, aku nitip batagor eh dia belikan gulali." Rahwana nitip pada Rama agar bilang ke Aruna untuk dibelikan bakso, harusnya Rahwana bilang ke Aruna langsung, tapi tadi ia lupa. Sedangkan terakhir kali Rahwana nitip sama Rama, malah adik kecilnya itu salah beli!! Ya kalo batagor jadi gulali, mana jauh banget dua kata itu? Ini antara Rama benar-benar lupa atau ia kepincut gulali jadi gak beli batagor.

Rahwana mengambil kertas folio tugas sejarahnya. Lalu ia tatap dengan nyalang seolah menyatakan peperangan sekarang juga karena kesal tak kunjung selesai tugas membingungkan ini. "Bodo amat sama tugas, gak perlu dikerjakan!" Lalu ia buang kertas folio tersebut dan jatuh ke lantai.

"Ehhh enggak kok, enggak, aku pengen lulus! Sini tugasku sayang!" Lalu ia pungut kembali kertas itu dan ia taruh perlahan di atas meja. 

"Ya Allah, aku kek orang kenapa lagi! Stresss!!!!" Berakhirlah ia merebahkan kepalanya di atas buku sejarah sembari menatap miniatur astronaut kecil di sisi mejanya. 

Rahwana memang terkenal dengan kecerdasannya di sekolah, ia langganan jadi juara lomba terutama dalam bidang matematika dan fisika. Ia sangat suka membaca, tetapi jika disuruh memilih antara buku pelajaran dan novel, tentu saja Rahwana akan menghabiskan waktu dengan membaca novel. 

Ia seperti teman-teman sableng di kelasnya. Terkadang Rahwana bisa mengerjakan tugas di sekolah, menyontek tugas temannya atau memberikan sontekan. Ia juga bisa kesal sama guru yang berlebihan memberikan tugas dan jarang menerangkan materi. Layaknya manusia ciptaan Tuhan, ia juga bisa mengeluh, kesal, bahkan marah. 

Kini itulah yang ia rasakan. Secerdas-cerdasnya ia dalam pelajaran berhitung, bukan berarti Rahwana akan tetap waras jika dibebani dengan banyak tugas dan praktikum. Ingin rasanya ia langsung lulus dan masuk SMA impiannya, tanpa harus melewati ujian dan praktikum sekolah. 

"Kalau hidup di zaman kerajaan terus jadi pangeran pasti gak perlu mikir ujian, praktikum, sama pidato PKN. Eh, tapi malah dapat ujian kayak perang atau ujian agar jadi pewaris tahta gak sih?" Rahwana mengacak rambutnya frustrasi. "Aduh Bunda!! Pengen baca novel, tapi tugas nih gak selesai-selesai."

INEFFABLEWhere stories live. Discover now