76 - Kita Putus

240 30 3
                                    

"Jika kamu mencintai yang lain. Cintaku padamu akan tetap sama. Bedanya, kamu kini menyakitiku."

****

Rama merasa jika dunianya benar-benar runtuh. Dia tak bermaksud meninggal Shinta, tetapi rasa paniknya memuncak ketika dokter mengabarkan bahwa Rasi benar-benar drop hingga mencapai titik kematian jadi harus menggunakan alat pemacu jantung. Rama yang tak bisa dihubungi itu, membuat pihak rumah sakit jadi menghubungi Aruna, tetapi Aruna tak kunjung juga mengangkat panggilan telepon karena kesibukan di kampus. 

Beruntungnya gadis itu, selamat dan kondisinya kembali stabil. Rama tak bisa membayangkan jika harus kehilangan Rasi padahal selama dua tahun lebih, Rasi maupun Rama sendiri masing-masing berjuang. Rama yakin jika sahabatnya itu ingin kembali, maka Rasi tak boleh menyerah. Rama tak mau kehilangan sosok yang dia anggap sebagai saudaranya, sosok sahabatnya yang menggantikan kehadiran Rahwana. Sosok yang menyelamatkannya ketika Rama mencobanya bunuh diri.

Maka karena ketakutan akan kematian Rasi membuat Rama jadi tak bisa berpikir panjang. Dia meninggalkanku Shinta begitu saja. Parahnya dia baru sadar akan Shinta setelah satu jam lebih meninggal gadis itu. Berkali-kali Rama menelepon, tetapi tak kunjung juga ada jawaban. Rasa khawatirnya menyeruak apalagi hujan semakin deras. 

"Sialan!! Bego lo Ram, kenapa lo ninggalin dia!!" maki Rama pada dirinya sendiri bahkan dia tak sadar jika berbicara tanpa menggunakan saya-kamu. 

"Ayo Ta, angkat telepon lo!" Namun, ponsel gadis itu sama sekali tak bisa dihubungi. 

Rama tiba di restoran yang mereka kunjungi dan mulai sepi. Dia tanpa basa-basi langsung naik ke lantai atas dan tak menemukan siapa pun di meja yang awalnya dia dan Shinta duduki. Rama lekas bertanya pada kasir di restoran sana, tetapi dia tak tahu apa-apa. Hingga dia disamperi seorang wanita yang mengatakan jika gadis bersama Rama awalnya mencari keberadaan Rama kemudian gadis itu pergi begitu saja meninggalkan restoran. 

Perkataan wanita itu membuat Rama menuju tempat parkir mobil sebelumnya. Namun, tak ada Shinta di sana. Dia kini mengacak rambutnya penuh frustrasi. Kemana gadis itu? Rama sangat bersalah, Rama benar-benar khawatir, dia sangat takut jika sesuatu menimpa Shinta. 

Bagaimana jika gadis itu sudah pulang ke rumahnya? Maka Rama melajukan mobilnya ke rumah Shinta. Namun, seolah semesta hendak menghukum Rama. Sudah berkali-kali dia mengetuk pintu rumah Shinta, tak seorang pun keluar bahkan lampu di kamar Shinta yang selalu nyala itu, kini tak menyala. Artinya gadis itu tak ada di kamarnya. Rumah ini, tak ada seorang pun di dalamnya. 

Rama yang bingung, masih berusaha menghubungi Shinta. Sesaat ponsel gadis itu terhubung, tetapi mati kemudian. Rama mengumpat karena dia ketakutan jika Shinta ternyata terluka atau kenapa-kenapa. Bingung hendak mencari ke mana gadis itu. Hingga Rama terpikirkan tentang Ira, maka dia hubungi sahabat gadisnya itu. Ponselnya terhubung, tetapi tak kunjung Ira angkat. Atas hal inilah, Rama kembali masuk ke mobilnya lalu melaju menuju rumah Ira. Rama tak peduli jika dirinya sudah basah kuyup bahkan begitu berantakan. 

Pukul sepuluh malam lewat, baru Rama sampai di rumah Ira. Dia kembali menelepon Ira, berkali-kali hingga akhirnya gadis itu mengangkat telepon Rama. 

"Ira apa Shinta ada—"

"Lo berengsek ya Kak," teriak Ira begitu kesal, "lo gila terus berengsek! Jangan telepon gue lagi, lo urus aja urusan lo yang lebih penting—"

"Tunggu Ra, tunggu, Shinta ada di sini kan? Shinta sama kamu kan? Tolong, saya mau ketemu Shinta, tolong Ra, tolong. Saya ada di depan rumah kamu sekarang."

Tepat diujung perkataan Rama. Ira langsung mengintip diam-diam dan benar saja, melalui jendela kamarnya, dia bisa melihat Rama yang tengah berdiri di luar pagar rumahnya dengan keadaan begitu basah. 

INEFFABLEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora