64 - Post Traumatic Disorder

237 53 3
                                    


"Apa pun ceritanya, aku bakal tetap suka karena sampai kapan pun juga, aku bakal jadi pengagum setiap ceritamu. Jadi janji ya, untuk selalu cerita, aku gak bakal lelah dengerin."

****

Semua mata tertuju pada seorang gadis dengan rambut hitam terurai, ia tadi mengenakan pakaian yang cukup terbuka karena habis latihan dance gabungan dengan sekolah lain, karenanya ia menutupi tubuhnya menggunakan hoodie biru yang besar sehingga membuat tubuhnya tenggelam, tak lupa juga ia mengenakan topi ketika semakin banyak yang menatap ke arahnya. 

Sembari memesan ojek online, ia berjalan menuju gerbang yang terlihat ada sekumpulan cowok di sana. Mereka menatap ke arahnya bahkan ada yang sempat bersiul, gadis itu sesaat menghentikan langkahnya lalu menatap pada mereka dengan sinis nan tajam serta berujar, "bacot kalian." Sukses hal itu membuat sekumpulan buaya tersebut terdiam membeku. Wajahnya saja cantik, tetapi seramnya berkali-kali lipat.

"Ada-ada aja." Shinta mengangkat telepon dari ojek online yang ia pesan, terlihat mobil terparkir di sana. Ia memasukkan tas serta totebag miliknya.

"Rumah sakit 'kan, Mbak?"

"Iya Pak." Matanya menatap pada ponsel yang menunjukkan pukul lima sore. Napasnya menghela panjang karena latihan tadi ngaret banget sedangkan ia harus ke rumah sakit. Sebenarnya jam segini, jam besuk sudah selesai, tetapi Shinta bebas berkunjung karena ia memiliki akses sebagai keluarga pasien berupa kartu. 

Awalnya Shinta hendak bersama Aruna ke rumah sakit, tetapi tidak jadi karena mahasiswanya ada bimbingan skripsi, jadi berakhirlah Shinta pergi sendiri setelah latihan dance yang melelahkan Setelah waktu berlalu cepat di jalan, ia segera menuju ruang rawat inap dan masih saja beberapa pengunjung menatap ke arahnya, ini karena hoodie yang Shinta pakai atau bagaimana sih? Agak risi masalahnya karena ditatap terus.

"Halo Bunda?" jawab Shinta ketika di lift hendak ke lantai tiga. "Iya ini sudah di rumah sakit, lagi di lift."

"Kamu malam sibuk nda? Bunda kayaknya baru bisa malam ke sananya."

"Enggak kok Bunda, aku bisa aja."

"Oke, nanti Bunda segera nyusul, kamu pesen makan aja kalau mau."

"Siap Bunda, hati-hati ya." 

Senyuman Shinta mengembang sempurna, itu artinya ia bisa lebih lama lagi! Bukankah ini rezeki yang harus disyukuri? Jadi dengan bangga sembari bersenandung lagu yang latihan dance-nya tadi bawakan. Ia menuju ruang rawat inap lantai tiga artinya ruang VVIP yang bisa bayangkan bagaimana mewahnya fasilitas ruangan tersebut. Ternyata ayah mertuanya tidak tanggung-tanggung menyayangi putranya tersebut, begitu juga dengan Shinta yang sangat menyayangi anak lelaki Aruna dan Indra. 

"Assalamualaikum, Rama," ujar Shinta sambil melepaskan sepatunya. "Maaf ya tadi latihannya ngaret- astaga tidurnya kayak gitu lagi, dasar bebal."

Berada di ranjang pesakitan, Rama terlihat tertidur pulas dalam keadaan duduk dengan punggung bersandar sedangkan di tangannya ada ponsel yang menampilkan beranda YouTube sebuah video latihan dance yang terunggah tiga hari lalu. Yaps, itu salah satu latihan dance Shinta dengan kelompoknya yang diunggah ke kanal YouTube. Entah keberapa kalinya cowok itu menontonnya bahkan lebih banyak dari Shinta sendiri. 

Setelah menaruh tas dan tote bagnya di atas sofa. Shinta mendekati Rama, lalu ia membelai pelan rambut cowok itu. Masih tertidur lelap, jangan bilang sejak tadi ia tidur dalam posisi seperti ini? Detik selanjutnya, matanya perlahan terbuka lalu Rama tersenyum simpul.

"Halo sayang."

Meski sudah sering mendengar kata manis itu dari mulut Rama, tetap saja jantung Shinta tak bisa berhenti menjerit. "Gak usah gombal, lagian-"

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang