35 - Lara Lebur Dalam Senyumnya

236 67 16
                                    

Belajar hidup mandiri, jadi kalau suatu saat
pada ninggalin kita, gak kaget-kaget amat

****

Hari ini matahari bersinar dengan sangat cerah padahal tadi malam gemuruh hujan menutupi seluruh kota. Terlihat banyak orang yang berlalu-lalang, para pedagang kecil juga menjajakan makanan serta mainan, berharap mendapat rezeki lebih pada hari ini. Tak jauh dari orang-orang berjualan, terdapat Taman Kanak-kanak bernama Bina Bangsa yang para muridnya bersiap untuk pulang. 

Ini sudah memasuki Minggu kedua semenjak penerimaan murid baru. Masa di mana anak-anak mencari teman dan beradaptasi. Entah masih ada yang takut jika ditinggal pulang orang tuanya atau bahkan ada yang memang pemberani.

Di sebuah gazebo, beberapa anak sedang menunggu orang tua mereka. Satu per satu dari mereka sudah dijemput. Lalu tak lama, terlihat seorang anak lelaki dengan rambut acak-acakan, seragam sekolah agak kotor, dan tas dipunggungnya sesekali ia guncang. Anak itu merasa bosan, tak kunjung juga sopirnya menjemput. 

Tentu anak itu tak perlu ditunggu karena dia anak pemberani yang seekor naga saja mungkin akan ia ajak berduel. 

"Rawrrr!" Ia menirukan suara dinosaurus ketika mengagetkan belalang yang sedang bersantai di tanaman hijau. 

Anak itu mengambil ranting kayu yang tak jauh dari tempatnya. Lalu ia arahkan pada pot kecil. "Terbanglah!" teriaknya, berharap pot itu akan terbang seperti dalam film sihir. 

"Kenapa gak terbang!" rengeknya jadi sedih. 

"Ha ha." Dari jauh, seorang gadis kecil memperhatikan anak tersebut. Ia beberapa kali tertawa akan tingkah anak itu. 

Anak laki-laki yang sadar ia ditertawakan, memasang wajah cemberut dan kesal. Ia mendekati gadis kecil tersebut, lalu tiba-tiba mengacungkan ranting kayu pada si gadis kecil. 

"Simsalabim, menghilanglah!" ujarnya dengan keras, tetapi tak terjadi apa pun. 

"Kau mau apa?" ujar si gadis kecil.    

"Berubah jadi pohon, abla, alba, abrakadabra!"

"Jangan ganggu aku," sahut si gadis kecil. 

Tuk! Anak kecil itu meletakkan ranting kayu dia atas kepala si gadis kecil. "Berubah jadi pohon!" teriaknya lagi. 

Hal ini tentu saja membuat si gadis kecil kesal dan merebut ranting tersebut lalu dibuangnya. "Jangan ganggu."

"Dasar pendek!" balasnya sambil memeletkan lidah. 

"Pergi sana!"

"Gak-ma-u!"

"Pergi!" Si gadis kecil merasa kesal. "Kemarin, kamu mukul anak lain, dasar nakal."

"Dia duluan, makanya kupukul!"

"Enggak, kamunya yang nakal," balas si gadis kecil sangat ingat bahwa anak lelaki yang ada di hadapannya ini membuat seorang anak lelaki lain menangis. 

"Aku gak nakal! Kata bunda aku baik." Ia tak mau kalah pada si gadis kecil. 

"Kalau gak nakal kenapa ganggu aku?"

"Karna kamu bau." Ia memeletkan lidahnya. 

"Kamu tuh yang bau, liat bajumu."

Lelaki kecil itu mencium seragamnya. "Wangi," ujarnya tersenyum kecil. "Kalau kamu?"

"Jangan deket-deket," sahut si gadis. 

"Ya udah." Ia cemberut. "Eh main yuks," ajaknya mengulurkan tangannya. 

Tentu saja si gadis kecil enggan bermain dengan anak lelaki ini yang baru awal-awal masuk sekolah saja sudah sering mengacau dan mengganggu anak lain. "Gak mau."

INEFFABLEWhere stories live. Discover now