30♡

14.8K 1K 75
                                    

Haii... Baca gih...

***

Sesuai permintaan Alif, Alin pun kini sedang berperang dengan berbagai peralatan dapur untuk membuatkan sop ayam. Sebenarnya Alin memang pandai dalam hal memasak tapi terkadang terhalang oleh sifat magernya. Saat bundanya meminta untuk dibuatkan inilah itulah, Alin sangat malas mengerjakannya. Tapi saat waktu senggang, Alin akan memanfaatkannya untuk membuat kreasi masakan yang tentunya enak dimakan.

"Alhamdulillah udah jadi." Alin tersenyum senang mendapati sop ayam buatannya telah matang dan siap dihidangkan.

Sedangkan Alif, ia tersenyum senang saat melihat Alin menuangkan beberapa centong sop ayam. Keliatannya enak, itulah yang ada dipikiran Alif.

Alin keluar dari dapur dan menghidangkan sop ayam buatannya dihadapan Alif. Alif pun menghirup aroma masakan Alin. Kini perutnya terasa seperti berdemo meminta makanan yang ada dihadapannya.

"Sini mangkuknya biar aku ambilin." Pinta Alin. Dengan senang hati Alif menyerahkan mangkuk dihadapannya.

Alin pun menuangkan sop ayam buatannya ke mangkuk Alif. Ia juga memberikan taburan bawang goreng diatasnya.

"Nih, baca basmalah dulu habibi," ujar Alin. Telinga Alif berubah memerah sekarang. Alin terkikik geli melihat Alif yang sedang salah tingkah.

"Habibati saya mau makan loh, jangan gitu ih," rengek Alif.

"Jangan gitu ih, jangan gitu ih. Tapi suka kan digituin?" goda Alin. Dengan polosnya Alif mengangguk pelan. Alin tertawa dibuatnya.

"Gemesin banget sih paksugan. Suami gantengnya Alin mau makan 'kan? Yaudah makan yang banyak, sekalian abisin," ujar Alin. Lihatlah kini bukan hanya telinga tapi pipi Alif ikut memerah karena ulah Alin.

Alif memalingkan wajahnya kearah lain. Sedangkan Alin masih saja tertawa menatapnya. Biar saja Alin puas menggoda Alif. Biasanya dirinya yang sering digoda kini gilirannya. Alin menghentikan tawanya ketika Alif mulai memakan sop ayam buatannya.

"Enak?" tanya Alin. Alif tersenyum lantas mengacungkan kedua jari jempolnya. Alin tersenyum senang mendapat respon positif dari Alif.

Alif pun melanjutkan makannya. Sesekali menyuapi Alin. Itupun harus ia paksa karena Alin beralasan sudah kenyang padahal baru beberapa sendok saja. Ntah kenapa akhir-akhir ini nafsu makan Alin sedikit menurun. Alif khawatir terjadi apa-apa dengan Alin. Alif hendak memeriksakan Alin tapi Alin menolak karena menurutnya ia tidak kenapa-kenapa. Alif hanya bisa menghela nafas panjang.

Rencananya nanti setelah pulang ke Indonesia, Alif akan menyuruh dokter pribadinya untuk datang ke mansion. Tidak akan ada penolakan lagi dari Alin jika ia melakukan itu. Alif sangat tahu jika Alin sudah keras kepala maka ia harus sabar tapi juga harus tegas. Maka ia akan mengambil langkah ini agar ia tahu apakah Alin baik-baik saja ataukah ada yang disembunyikan Alin darinya.

***

Malam hari, tepat dibawah rembulan yang sedang bersinar terang. Indah memancar, cahayanya yang menenangkan. Alin, wanita cantik itu tengah berdiri di balkon kamarnya. Ia sibuk bercengkerama dengan bulan. Sudah lama sekali Alin tak mengobrol dengan rembulannya. Ia rindu hal-hal seperti itu. Seperti yang selalu ia lakukan dulu ketika masih kecil.

"Assalamualaikum rembulan, gimana kabarmu? Udah lama banget ya aku ga ngobrol sama kamu." Alin terkekeh kecil.

"Terakhir kali kita ngobrol tentang lamaran kak Alif. Waktu itu aku bilang kalo aku sebenarnya nggak cinta sama kak Alif. Tapi sekarang beda, aku sayang banget sama dia. Bahkan rasa cinta itu udah tumbuh. Ya, aku udah cinta sama kak Alif. Aku gatau sejak kapan aku mulai cinta sama dia. Tapi aku yakin inilah yang terbaik," ujar Alin sembari tersenyum manis kearah bulan.

My Destiny Is You (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now