47♡

6.1K 651 86
                                    

Holaaaaa... Sorry kemarin gantung wkwk
Yuk dibaca lanjutannya...

***

"Habibati... Kamu mau kemana? Saya mohon jangan tinggalin saya," ujar Alif dengan nafas masih tak beraturan karna mengejar Alin tadi.

"Kak Alif lepas!" titah Alin dengan deru nafas tersengal-sengal.

"Nggak sayang. Kamu kenapa?" tanya Alif. Alif benar-benar takut. Ia tak tahu harus apa sekarang.

"LEPAS GUE BILANG!" pekik Alin. Tentu saja Alif tak menurut, ia justru menangis sembari mengeratkan pelukannya. Alin memberontak dalam pelukan Alif. Alif tak akan membiarkan Alin jauh darinya.

Hingga tiba-tiba Alif merasa tubuh Alin luruh dan melemas. Alif mengendurkan pelukannya, tanpa melepaskan Alin. Ternyata Alin jatuh pingsan, Alif yang masih terisak-isak pun berusaha membangunkan Alin dengan menepuk-nepuk pipi Alin.

"Sayang... Habibati? Bangun sayang! Astaghfirullahal adziim kamu kenapa? Yaallah..."

Alif masih setia memeluk tubuh mungil istrinya. Ia juga masih berusaha membangunkan Alin tapi usahanya gagal. Tidak ada pilihan lain ia harus segera membawa Alin ke rumah sakit. Alif pun menggendong Alin ala bridal style dan berlari menuju mobilnya.

Alif membuka pintu mobilnya menggunakan sebelah tangan. Sebelahnya lagi ia gunakan untuk menahan tubuh Alin agar tidak jatuh. Setelah pintu terbuka, Alif segera memasukkan Alin ke dalam mobil.

"Yaallah lindungi istri hamba..." Berulang kali Alif bergumam seperti itu. Ia berharap tak terjadi apa-apa dengan Alin. Sungguh disaat seperti ini ia sudah ketakutan, tak tau lagi harus melakukan apa. Pikirannya hanya tertuju pada Alin yang tak sadarkan diri.

Alif segera masuk ke dalam mobil dan memasang seat beltnya dan seat belt Alin. Tak lupa Alif membenahi posisi Alin agar nyaman selama perjalanan. Mobil Alif pun melaju membelah jalanan menuju rumah sakit terdekat.

Selama perjalanan Alif tak henti-hentinya melantunkan doa untuk Alin. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menyetir. Sedangkan sebelahnya lagi ia gunakan untuk menggenggam tangan Alin yang terasa lemas.

Tak butuh waktu lama Alif melihat sebuah rumah sakit. Alif segera memberhentikan mobilnya tepat di halaman rumah sakit itu. Ia keluar dengan mata yang masih sembab dan hidung memerah.

Dengan cepat, Alif mengeluarkan Alin dari mobil Ferrari putih miliknya. "Suster! Suster!" panggil Alif pada suster yang bertugas di depan unit gawat darurat.

Dua suster yang bertugas kala itu langsung mendorong sebuah brankar untuk Alin. "Suster tolongin istri saya!" ujar Alif.

"Bapak tenang saja, kami akan segera menangani istri bapak," ujar salah satu suster. Mereka pun segera membawa Alin masuk ke dalam ruang UGD untuk diperiksa.

"Maaf pak, istri anda akan kami tangani. Bapak tunggu di luar saja," ujar suster tadi ketika Alif hendak masuk ke ruangan. Alif pasrah, ia hanya berharap agar Alin baik-baik saja. Tak lama seorang dokter perempuan kisaran berusia tiga puluh tahun bersama satu suster lainnya datang.

"Dok tolong istri dan calon anak saya, saya mohon!" pinta Alif sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dokter bername tag Ira pun mengangguk. Ia tahu pria didepannya sedang panik dan kalut.

"Bapak tenang, saya akan berusaha agar istri bapak dan bayinya tidak kenapa-kenapa," ujar Dokter Ira sebelum ia masuk ke dalam ruangan itu.

Alif masih berlinang air mata. Ia bingung sekaligus tak mengerti, apa yang sebenarnya membuat Alin memberontak seperti tadi. Ia kira Alin akan senang, tapi kenapa malah berbanding terbalik dengan yang ia kira.

My Destiny Is You (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now