Di mana cahaya bulan itu menyinar, di situlah tempat permainan peri yang tiap titis airmatanya semerbak raksi kemboja yang terbuka penuh; tempat mereka menulis surat-surat yang terkarang daripada bisik-bisik manusia yang jauh di celahan batinnya, terjerit kisah-kisah rindu yang terpaksa dicampak ke balik bintang-bintang. Tugasan peri itu mudah: hanya perlu menulis di atas helaian kelopak mawar yang ditekan layu menggunakan airmata-nya.
Bersarak serasa hilang, bercerai serasa mati.
Aduhai sayang. Campak abu ke lopak air, dan yang muncul dari gelombangnya adalah iras-irasnya. Tiap-tiap kali peri itu menulis bisik-bisik itu, akan ada beberapa helaian yang tidak cukup satu kelopak; helaian-helaian yang terlampau panjang bisikannya, sehinggakan ia memerlukan dua dan lebih kelopak. Bilamana peri itu menjumpai bisikan seperti itu, maka peri itu akan berbisik sesama sendiri, tentang kisah tangis seorang perindu, yang mana tiap-tiap kali bisikannya ditinta di atas kelopak mawar, maka luruhlah kelopak itu layu ke bumi.
Kerna tangis seorang perindu itu sama sahaja isinya, meski ditinta seribu kali sekalipun. Tanis itu tetap punya satu sahaja yang sentiasa didoa, tidak pernah berubah walau sedetik. Tangis seorang perindu yang mendamba kasih.
YOU ARE READING
AKU: Seorang Yang Gagal
Short StoryAKU: Seorang yang Gagal adalah kompilasi puisi, cerpen dan catatan tentang kehidupan seorang 'Aku' yang entah apa yang dicarinya.
