Prolog

14.4K 568 44
                                    

.
.
.
.
Happy reading
.
.
.
.

Sangat lembut.

Itu yang Sarada rasakan ketika bibir lelaki di hadapannya menyentuh bibirnya. Lembut. Kenyal. Begitu juga sentuhannya, begitu halus dan penuh kehati-hatian.

Sarada tidak bisa memikirkan apa pun lagi. Ia seolah sudah tenggelam pada perasaan ini.

Ia tidak yakin sudah berapa lama ia menunggu untuk ini, juga tidak yakin sudah berapa lama ia menyembunyikan perasaannya ini.

Tapi, karena saat ini ia sedang berada di dalam pelukan Boruto, ia yakin bahwa tidak ada tempat lain seharusnya ia berada selain dalam dekapan lelaki ini.

Sarada bisa merasakan lidah Boruto yang menyentuh bibirnya pelan, mendorongnya untuk terbuka. Lelaki itu memiringkan kepalanya, mengurangi jarak di antara mereka dan mengeratkan genggamannya pada pinggang Sarada.

Sebuah suara aneh keluar dari bibir Sarada, dan ia tahu bahwa rekan setimnya yang sedang berada di depannya itu dapat mendengarnya karena tiba-tiba saja Sarada mendengar erangan tertahan darinya.

Boruto tiba-tiba melepaskan pelukannya dari gadis di hadapannya itu. Ia menatap iris onyx yang indah itu dengan dalam. Sinar rembulan malam itu seakan membuat iris onyxnya memancarkan cahaya yang menghangatkan hatinya.

Sarada tak bisa menahan rona merah yang muncul di pipinya ketika melihat benang saliva yang timbul akibat ciuman mereka tadi di sudut bibir Boruto.

"Apa kau..." Boruto akhirnya bersuara sambil masih menatap mata gadis di depannya itu. "...menginginkan ini?" Tanya Boruto, dengan kedua tangannya yang menggenggam erat bahu gadis keturunan Uchiha itu.

Sarada mengerjap. Wajahnya memanas. Jantungnya berdetak tak karuan. Saat itu juga ia merasa tak sanggup menatap mata Boruto yang sedari tadi tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari dirinya.

Di sisi lain, Boruto masih menunggu jawaban Sarada, sedikit takut untuk mendengar respon dari gadis itu. Lalu ekspresi Sarada melembut. "Ya..." bisiknya yang masih bisa didengar oleh Boruto.

"Aku menginginkannya." Sarada tersenyum seraya menatap lurus pada iris sapphire milih Boruto. "Aku menginginkanmu."

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Boruto kembali menarik Sarada ke dalam pelukannya, menciumnya, menyesap segala rasa yang sudah lama tak ia rasakan.

Boruto memperdalam ciumannya, ia mendorong punggung Sarada hingga membentur dinding. Tangannya yang sedari tadi berada di pinggang gadis bermata onyx itu kini bergerak ke atas dan ke bawah dengan meremasnya sesekali. Ia terus menyentuh tubuh gadis dipelukannya itu seolah ia tak pernah menyentuhnya sebelumnya.

Sarada dengan senang hati ikut membalas perlakuan Boruto, ia melingkarkan tangannya di leher lelaki itu dan menariknya ke arahnya

Dengan tinggi badan mereka yang kini jauh berbeda dibandingkan saat mereka genin dulu, membuat Sarada harus berjinjit untuk menyejajarkan tinggi badannya dengan Boruto.

Sarada tersenyum disela ciumannya dengan Boruto ketika menyadari bahwa rekan setimnya ini sudah beranjak dewasa. Ia bukan lagi rekan setimnya yang dulu sangat kekanakan, yang selalu ingin mendapat perhatian ayahnya.

Sarada menyadari segala perubahan yang terjadi pada diri Boruto. Selain sifat dan semangatnya yang tidak pernah berubah. Tubuhnya mengalami perubahan yang pesat. Jika dulu ia bisa mengamati wajah lelaki itu dengan mudah, kini Sarada harus mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat wajah Boruto.

Selain itu, bahunya terasa lebih tegap dari yang ia ingat dulu. Belum lagi dada bidangnya yang tercetak dibalik kaus yang dikenakannya.

Tapi walau begitu, bagi Sarada, seperti apa pun Boruto saat ini atau di masa depan nanti. Boruto akan selalu menjadi Boruto yang ia kenal. Tidak akan ada yang berubah.

To Love and Heal (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang