Chapter 12 : Sad Story of the Poor Woman

3.9K 439 43
                                    

.
.
.
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
.
.

Beberapa saat setelah Sasuke pergi.

"Tidak salah lagi. Arwah itu sudah mengambil alih tubuhnya." Desah Masako. Tatapannya sedari tadi tidak beralih dari Sarada yang tengah memeluk mesra lengan Boruto. Beberapa saat yang lalu, gadis itu akhirnya mau melepaskan pelukannya pada tubuh Boruto tetapi setelah itu ia terus menempel di sisi Boruto seakan tak mau melepaskannya.

"Aku harap bisa pergi berkencan denganmu walau hanya sekali ketika aku masih hidup." seru Sarada atau lebih tepatnya arwah yang berada di dalam tubuh Sarada. Gadis itu kini menyandarkan kepalanya di bahu Boruto.

Shikadai terkekeh geli melihat pemandangan langka di depannya. Sarada yang ia kenal tidak akan mungkin melakukan hal ini. Gadis itu gengsinya sangat tinggi. Dan dengan terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada seseorang, sangat bukan Sarada sekali. Dan tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Maka dikeluarkannya ponselnya lalu diam-diam ia mengabadikan momen di depannya ini. Ia menyeringai membayangkan betapa merahnya wajah Sarada nanti saaat ia menggodanya dengan foto ini.

Tapi kemudian seringainya menghilang ketika menyadari ada aura tak mengenakkan dari sampingnya. Ia lalu menoleh dan mendapati mantan ketua kelasnya saat di akademi sedang termenung dengan wajah sendu.

Shikadai terdiam. Ia bukannya tidak menyadari perubahan pada gadis serba ungu itu. Sejak mereka memutuskan untuk berpencar secara berpasangan, raut wajah gadis itu sudah terlihat suram. Ia juga bukannya tidak tahu apa penyebab sendunya tatapan gadis itu. Sedikit banyak ia tahu bahwa Sumire menaruh perasaan pada Boruto. Tapi ia juga tahu pasti pada siapa sebenarnya hati Boruto tertuju. Hanya saja mungkin sahabat kuningnya itu belum menyadari perasaannya sendiri.

'Dasar bocah beruntung.' batinnya. Boruto memang cukup terkenal di kalangan para gadis, Shikadai dengan berat hati mengakui itu. Sudah banyak ia temui gadis-gadis di luar sana yang menunjukkan ketertarikannya pada putra hokage ketujuh tersebut. Dan Sumire adalah salah satunya.

Ia tahu bahwa saat ini gadis serba ungu itu sedang sedih melihat kedekatan Boruto dan Sarada. Tapi, ya itu bukan urusannya sih. Dan lagi, ia tidak mau repot-reoot ikut campur dalam masalah percintaan teman-temannya.

'Ck. Mensokusei.' pikirnya.

"Tapi lucu juga melihat arwah itu menggunakan tubuh Sarada." celetuk Mitsuki. Sudut bibir lelaki itu tertarik menampilkan sebuah seringai tipis.

Inojin dan Chouchou tergelak. "Kau benar, Mitsuki. Jarang-jarang kan kita melihat Sarada yang seperti ini?" seru Chouchou. Inojin mengangguk mengiyakan.

"Uchiha yang dingin itu yang gengsinya selangit, ternyata bisa seperti ini juga." tawa Inojin. Sepertinya perutnya lama-lama bisa sakit karena kebanyakan tertawa.

"O-oi! Hentikan kalian. Lakukan sesuatu cepat! Masako-san bagaimana ini?" seru Boruto. Lelaki itu masih bergeming di tempatnya, tidak harus bereaksi bagaimana pada apa yang terjadi saat ini. Tapi yang jelas, wajah lelaki itu sudah sangat merah layaknya kepiting rebut. Yah, walau ia tahu yang tengah memeluknya lengannya saat ini adalah arwah di dalam tubuh Sarada. Tapi tetap saja, arwah itu kan menggunakan tubuh Sarada untuk memeluknya.

Tapi dalam hati Boruto sedikit bersyukur, karena arwah itu tertarik padanya. Bagaimana jika arwah itu tertarik pada orang lain, Mitsuki misalnya? Atau Inojin? Shikadai? Ugh, Boruto tidak mau memikirkannya. Membayangkan arwah itu bergelayut manja di tangan lelaki lain dengan menggunakan tubuh Sarada saja sudah membuatnya kesal dan tak rela.

"Tolong beritahu aku, apakah kau pelaku yang telah menghujani orang-orang dengan air?" Masako akhrinya berbicara.

Sarada -atau lebih tepatnya arwah di dalam tubuh Sarada- akhirnya melepaskan rangkulannya pada lengan Boruto. Gadis itu beralih menatap Masako. Tatapannya berubah serius.

To Love and Heal (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang