Chapter 40 : Hope

3.8K 395 53
                                    

Jangan lupa tinggalkan VOTE dan KOMENTAR yaa^^

Don't be SILENT READERS, okay?😉

Setidaknya tinggalkan jejak🙃

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kenyataan pahit ini sangat sulit untuk Sarada terima. Sampai kapan pun, gadis itu tak akan pernah siap menerimanya.

Boruto tak lagi di sana. Dia tak lagi di sana ketika Sarada pergi berlatih di tempat tim 7 biasa berlatih. Tak lagi menyapanya dengan senyuman hangatnya. Dia tak lagi di sana, dan tak akan pernah lagi... berada di sisinya.

Sarada masih berusaha menerima kenyataan ini, tapi tentu itu tidaklah mudah. Setelah terbiasa dengan kehadiran Boruto di sisinya, kepergian Boruto tentunya membuat hatinya yang tadinya penuh dengan kenangan lelaki itu kini menjadi kosong. Sarada telah kehilangan Boruto, sahabat sejak kecilnya, anggota timnya, dan seseorang yang ia cintai. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari rasa sakit di hatinya ini.

Ia pernah kehilangan Boruto dulu. Ketika lelaki itu pergi meninggalkan desa. Tapi keadaan saat itu berbeda dengan sekarang. Setidaknya dulu, walau Boruto berada jauh darinya, Sarada tahu bahwa Boruto baik-baik saja. Lelaki itu hanya pergi sebentar, dan kelak ia akan kembali lagi ke sisinya.

Tapi sekarang berbeda.

Boruto... tidak akan pernah kembali lagi. Ia sudah pergi untuk selamanya. Meninggalkan dunia ini dan juga... meninggalkannya.

Hari hari yang Sarada lalui setelah kepergian Boruto terasa hampa. Awal-awal kematian Boruto, tak ada hari yang Sarada lalui tanpa air mata. Setiap hari ia selalu menangis. Bukan tangisan histeris memang. Ia hanya duduk termenung di balkon kamarnya, memandang langit dengan tatapan kosongnya, dengan air mata yang terus mengalir deras di pipinya. Tapi justru itu lebih memilukan bagi siapa pun yang melihatnya.

Hari demi hari terlewati dan Sarada masih terus menangis dan mengurung diri di kamar. Teman-teman dan keluarganya pun sudah kehabisan cara untuk menghiburnya. Mereka sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa agar Sarada kembali tersenyum.

Hingga suatu hari, Sarada tiba-tiba keluar dari kamarnya, meminta maaf pada orang tua dan teman-temannya karena telah membuat khawatir. Ia tersenyum mengatakan bahwa dirinya sudah baik-baik saja. Tapi siapa pun yang melihatnya tahu bahwa senyuman itu hanyalah sebuah topeng. Hal yang dikatakan Sarada hanya dusta belaka. Gadis itu tidak baik-baik saja. Sarada sedang memendam luka yang teramat dalam.

Setelah hari itu, Sarada kembali beraktivitas seperti biasa. Berlatih, pergi misi, membantu ibunya di rumah sakit, berkumpul bersama teman-temannya. Bahkan kini ia tengah menjalani pelatihan sebagai calon hokage yang baru. Namun ada yang berbeda. Sorot matanya selalu terlihat sendu. Seakan tak ada semangat hidup. Sarada bagaikan orang yang berbeda. Bukan lagi Sarada yang dulu. Raganya mungkin masih ada, tetapi hati dan jiwanya seakan telah mati. Ia layaknya mayat hidup.

***

Suara ketukan membuat Sarada membeku. Buku yang tengah ia baca terjatuh begitu saja dari tangannya. Secepat kilat ia bergegas menuju jendela kamarnya. Tapi tentu saja, tidak ada siapa pun di sana. Boruto adalah satu-satunya orang yang akan mengetuk jendela kamarnya. Dan tanpa sadar, barusan ia berharap bahwa Boruto ada di sana. Ketukan itu terdengar lagi, dan kali ini Sarada menyadari bahwa itu berasal dari pintu.

To Love and Heal (Completed)Where stories live. Discover now