Chapter 11 : A Date?

4.2K 446 72
                                    

.
.
.
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
.
.

Suasana malam di taman itu cukup hening. Tak banyak orang di sana. Mungkin karena rumor yang beredar beberapa hari belakangan membuat orang-orang enggan berlama-lama berada di sana atau bahkan sekedar melintas di dekat taman tersebut. Sehingga ketika hari beranjak gelap, suasana di taman itu terlihat sepi.

Padahal langit malam pada hari itu terlihat sangat indah. Bintang-bintang yang bertaburan di langit. Bulan purnama yang terbentuk sempurna dengan cahayanya yang redup juga menghiasi langit. Sayang sebenarnya jika momen seperti ini dilewatkan. Apalagi di taman itu terdapat spot terbaik untuk menikmati langit malam.

Biasanya, taman dengan sebuah air mancur yang indah di dalamnya itu merupakan tempat favorit bagi para pasangan kekasih untuk sekedar menghabiskan waktu berdua. Jauh sebelum rumor aneh tentang kutukan itu menyebar, sebenarnya taman ini cukup populer dikalangan muda-mudi. Katanya, taman ini memiliki sesuatu yang istimewa yang mampu menciptakan suasana romantis di antara pria dan wanita.

Syuuuuu~

Tiba-tiba angin berhembus cukup kencang, seakan ada yang sesuatu yang baru saja melintas. Daun-daun dan pepohonan di sekitar situ terlihat bergoyang karenanya.

Sarada mendesah pelan. Ia sedikit bergidik ketika dirasanya udara dingin yang menerpa tubuhnya. Entah hanya perasaannya saja atau memang udara malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Kedua tangannya secara refleks memeluk tubuhnya, mengusapnya pelan, berharap gerakan itu dapat mengurangi rasa dingin yang menusuk di kulitnya.

Mungkin karena terlalu fokus pada dirinya sendiri, gadis itu tak menyadari jika sedari tadi semua yang dilakukannya tak lepas dari perhatian seorang lelaki bersurai kuning di sampingnya. Sepasang mata sapphire milik lelaki itu menatapnya dalam.

Sesaat kemudian lelaki itu melepas jaket yang dikenakannya lalu menyampirkannya di bahu mungil Sarada.

Merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti bahunya, gadis itu menoleh. Wajah tegas seorang sulung Uzumaki terpampang jelas di depannya. Untuk sesaat pandangan mereka bertemu, sebelum lelaki itu kembali mengalihkan pandangannya ke depan.

Boruto berdeham pelan ketika Sarada menggumamkan kata terima kasih padanya. Kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya. Mereka berjalan menyusuri jalanan yang dihiasi cahaya lampu di beberapa sudut. Tak ada arah tujuan yang jelas kemana mereka akan pergi. Mereka hanya berjalan. Beriringan.

Suara serangga malam terdengar memecah keheningan malam itu. Jika dalam keadaan normal, Sarada tidak akan terganggu dengan suara-suara itu. Hanya saja setelah mendengar rumor yang beredar tentang hantu yang muncul di taman ini, suasana malam ini jadi terasa cukup menyeramkan baginya. Setidaknya mampu membuat bulu kuduknya berdiri.

"Kalau takut bilang saja. Malah sok berani begitu."

Mendengar ucapan Boruto, Sarada menoleh. Bisa dilihatnya senyum mengejek di wajah tampan lelaki itu. Seketika rasa takut yang ia rasakan beberapa saat yang lalu menguap tergantikan dengan kekesalan ketika melihat wajah menyebalkan sahabatnya itu.

"Siapa yang takut." serunya sambil semakin merapatkan jaket Boruto ditubuhnya.

"Aku lihat lho, kakimu yang gemetar dari tadi -ttebasa." Boruto mendengus geli saat melihat ekspresi kesal gadis di sampingnya.

"Tidak mungkin. Kau salah lihat." sanggah Sarada.

"Aku tahu kau takut, akui sajalah."

"Jangan konyol ya. Mana mungkin aku takut."

To Love and Heal (Completed)Where stories live. Discover now