Putri ku

29.2K 1K 15
                                    

"Kamu Putri ku Alesha." Ulang Abian menatap manik mata Alesha yang berkaca-kaca.

"Kamu adalah putri ku bersama Azzura."

Setelah semua yang terjadi Alesha bisa mengerti arti dari ucapan Abian padanya.
Alesha rasanya tidak ingin mempercayai seluruh kenyataan yang terungkap di depan matanya. Hatinya ingin menolak kenyataan bahwa Abian Askary adalah ayah biologisnya.

Tangan Alesha mengepal dengan tatapan tajam menatap Abian, menandakan bahwa ia benar-benar membenci pria yang kini berdiri dihadapannya. Tidak ada tatapan malu-malu seperti pertama kali Alesha bertemu dengan Abian, kini hanya tatapan penuh kebencian di mata Alesha.

Kaki Alesha tanpa sadar melangkah mundur menjauh dari Abian yang melangkah mendekatinya. Alesha tidak ingin berdekatan dengan pria yang telah menyakiti bundanya. Mata Alesha tidak sengaja menoleh pada Asher yang berdiri tidak jauh dari Abian. Mata mereka bertemu, Alesha dengan tatapan kecewa dan Asher dengan tatapan bingungnya.

"Om gak pantas menjadi orang tua!" Bentak Alesha kemudian berlari meninggal Abian yang mencoba mengejarnya tetapi tertahan oleh tarikan tangan Asher pada lengannya.

"Papa harus jelasin! Apa maksud dari perkataan papa?" Tanya Asher dengan nada suara membentak.

"Dia adik mu! Dia putri papa! Seperti yang kamu bilang tadi, bahwa Alesha bukan putri kandung Atha Maheswari!"

Tadi, sebelum mereka sampai ke makam bunda Alesha. Asher dengan sangat santainya menceritakan pada ayahnya  bahwa Alesha bukan putri kandung dari Atha Maheswari. Abian tentu masih mengingat dengan jelas siapa nama suami dari mantan istrinya dulu. Dan fakta yang terucap dari mulut Asher Askary  membuat Abian Askary menyimpulkan bahwa Alesha Maheswari adalah putrinya bersama Azzura.

***

Apa sekarang Alesha memiliki hak untuk menyebut rumah mewah yang sudah tujuh belas tahun ia tempati sebagai rumahnya?  Semuanya yang Alesha pikir miliknya ternyata bukanlah miliknya terutama Atha Maheswari.

Sesaat Alesha memandangi seisi kamarnya kemudian melangkah mendekati ranjang yang beberapa bulan ini tidak ia tempati. Alesha benar-benar sangat merindukan kamar yang memiliki banyak kenangan indah dengan sang bunda. Di kamar ini juga Alesha kecil menangis sendirian sebab merindukan sang bunda tanpa diketahui oleh siapapun. Alesha mendudukkan dirinya di pinggir ranjang kemudian membuka laci meja kecil yang terdapat di samping ranjangnya. Jari-jari lentik Alesha meraih album foto yang terdapat di dalam laci. Album foto yang berisi gambar dirinya dan sang bunda serta sedikit foto dari ayahnya.

Alesha memejamkan matanya sambil memeluk album foto guna menahan tangisnya. Tetapi mau bagaimanapun Alesha menahannya, air mata Alesha tetap saja keluar mengalir di pipinya.

"Bunda... Asha lelah..." Mau bagaimanapun Alesha tetap  memiliki letak lelah untuk setiap masalah hidupnya. Gadis itu tidak bisa tetap kuat seperti yang Nolan minta.

"Non Alesha!" Mata Alesha langsung melirik pintu saat mendengar suara bibi Inah yang memanggil namanya. Alesha meletakkan album foto yang ia pegang ke samping bantal lalu melangkahkan kakinya menuju pintu.

"Kenapa?" Tanya Alesha dengan wajah datar.

"Ada yang cari non Alesha, namanya Nolan." Ucap bibi Inah memberitahukan.

Sesaat Alesha terdiam kemudian berkata. " Usir!" Suruh Alesha singkat.

"Alasannya apa non?" Tanya bibi Inah untuk berjaga-jaga saat anak cowok yang sedang menunggu di luar bertanya alasannya menyuruh anak itu pulang.

"Bilang kalau saya lagi tidur atau apapun itu terserah!"

***

"Sebaiknya kamu pulang! Non Alesha sedang tidur." Bibi Inah menatap wajah anak muda yang berada dihadapannya.

"Bibi, saya boleh nunggu Alesha sampai bangun? Nanti bibi panggil saya kalau Alesha udah bangun?"

"Kamu mau nunggu di luar? Bibi enggak berani bawa kamu masuk kedalam soalnya seluruh keluarga lagi di rumah sakit. Hanya ada non Alesha dan dia lagi tidur." Jawab bibi Inah membuat Nolan mengangguk semangat saat mendengarnya.

"Saya masuk dulu." Nolan tersenyum tipis kemudian mendudukkan dirinya di kursi yang terdapat di teras rumah Alesha.  Nolan meletakkan kantong plastik yang tadi ia bawa ke atas meja yang berada di samping kursinya. Nolan benar-benar sangat mengkhawatirkan gadisnya itu.

"Dia udah pulang?" Tanya Alesha saat melihat bibi Inah yang sedang berjalan menuju dirinya yang duduk di ruang tamu.

"Belum non, katanya dia bakal nunggu non Alesha sampai bangun."

Alesha memijit kepalanya pusing saat mendengar ucapan bibi Inah. Alesha hanya belum siap bertemu dengan Nolan dalam kondisi seperti ini. Alesha hanya ingin sendirian menikmati kesedihannya tanpa membebankan seseorang termasuk Nolan.
Alesha takut bergantung pada Nolan. Rasa takut di kecewakan oleh seseorang yang kita cintai, seperti yang terjadi pada bundanya.

Baru saja Alesha hendak menaiki tangga tetapi suara petir yang menggelegar membuat langkah Alesha terhenti. Sekarang Alesha justru di buat khawatir akan kondisi Nolan yang sedang duduk sendirian di teras rumahnya. Cowok itu pasti kedinginan di luar apalagi malam ini hujan turun sangat lebat di sertakan petir yang menggelegar.

Alesha tidak mungkin akan membiarkan Nolan dalam kondisi seperti itu diluar. Rasa bersalah pasti akan menghantui Alesha jika seandainya Nolan sampai sakit.

"Nobu..." Ucap Alesha lirih membuat Nolan seketika menoleh ke sumber suara.

"Sayang..." Ujar Nolan sambil beranjak dari kursinya kemudian menghampiri Alesha guna memeluk gadis itu.

"Kamu sudah bangun?" Tanya Nolan membuat rasa bersalah timbul di hati Alesha. Cowok benar-benar mempercayai bahwa ia sedang tidur. Alesha mengulangi kesalahan yang sama yaitu membohongi Nolan dengan sengaja.

"Tangan kamu kenapa?" Pertanyaan itu langsung keluar dari mulut Nolan kala matanya menangkap pergelangan tangan Alesha yang terlilit perban.

"Cuma tergores!"

"Lain kali hati-hati Alesha." Alesha bisa mendengar nada khawatir dari mulut Nolan. Alesha mengangguk sebagai tanda bahwa ia akan mengindahkan ucapan Nolan untuk berhati-hati.

"Sebaiknya kita masuk, kamu pasti kedinginan." Ucap Alesha sambil menarik tangan Nolan agar mengikutinya masuk kedalam rumah.

"Aku buatin teh hangat dulu."

"Mau kemana?" Tanya Alesha saat melihat Nolan berdiri dari duduknya.

"Ikut kamu!" Jawab Nolan.

"Ngapain? Aku cuma mau ke dapur?" Bingung Alesha.

"Memangnya salah kalau aku ikut kamu ke dapur?" Jawab Nolan dengan pertanyaan.

"Bukan! Cuma ngapain kamu ikut?"

"Mau ikut aja." Jawab Nolan santai.

Alesha hanya bisa menggelengkan kepalanya saat mendengar jawaban dari Nolan. Tanpa memperdulikan cowok itu Alesha melangkahkan kakinya menuju dapur.

"Sayang."

"Hm." Jawab Alesha tanpa menoleh pada Nolan yang sedang duduk di meja pantry dapur.

"Kamu mempercayai ku kan? Jangan menyimpan semuanya sendirian. Kamu bisa bercerita." Tutur Nolan membuat Alesha seketika menoleh menatap cowok itu.

"Jika kamu bersedih maka bersedih lah jangan menahannya di hadapan ku." Nolan melangkahkan kakinya mendekati Alesha yang sedari tadi menunduk menatap gelas yang sudah berisikan teh hangat buatannya.

"Kamu bisa menangis di sini." Ujar Nolan sambil menarik Alesha ke dalam pelukannya. Tangan Nolan terangkat guna mengelus kepala Alesha dengan lembut.


Alesha (TERBIT)Where stories live. Discover now