03. Tikus

11.6K 1.6K 252
                                    

Hari kini berganti malam. Sepi, dingin mulai menyambut dengan ramah dari simetrisnya hembusan angin yang bertiup pelan dari arah jendela.

Aku tidak sepenuhnya menikmati tidurku sekarang. Masih ada yang harus aku pikirkan.

Mulai dari urusan kantor sampai dengan urusan pernikahan ini. Karena jujur, meski aku sudah mempunyai suami, tapi aku belum bahkan tidak merasakan bagaimana rasanya dicintai suami sendiri.

Ini tidak adil sebenarnya. Kenapa harus aku yang menderita? Menderita dalam artian mencintainya sendirian. Perlu kalian tahu, bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan.

Aku mulai memposisikan badanku untuk menghadap ke arah langit kamar. Tanganku kupakai sebagai bantalan kepala. Melamun itu enak.

Pandanganku mulai menewarang sembarang sekarang. Tiba-tiba saja terlintas sekelebat ingatan tentang bagaimana bisa aku mencintai seorang Kyungsoo, atau Si Patung Berjalan, atau Si Manusia Es, atau apalah itu.

Hhhh. Jika diingat memang dia itu sangat menawan dari berbagai, hal aku sering terkagum-kagum padanya. Kyungsoo bisa menjadi tampan sekaligus imut dalam 1 detik yang sama.

Aku sudah bekerja untuknya hampir 2 tahun. Dan pada saat hari pertama aku menjalankan tugasku sebagai sekertarisnya, aku tidak bisa untuk tidak memerhatikannya. Aku serius.

Sulit sebenarnya jika harus menjabarkan bagaimana suka bisa tumbuh dan berkembang pesat menjadi cinta. Percuma membahasnya. Sampai fira'un mempunyai Instagram pun sepertinya tidak akan usai.

Bagiku cinta adalah hal paling sederhana, kita menyukainya, mencintainya. Dan. Beres, tidak perlu perkara lain.

"WAAAAAAAA!!!!!"

Sebuah teriakan memecah monolog yang sedang aku rangkai. Itu suara Kyungsoo.

Kenapa dia?

Khawatir, aku segera menghampirinya. Oh iya! Kami sudah tidur di kamar masing-masing sekarang. Lucu ya. Dimana ada sepasang suami istri tidur pisah ranjang? Ah iya, ini kan bukan murni pernikahan. Maaf.

"Ada apa?" tanyaku sambil membuka daun pintu kamar Kyungsoo.

Dan mataku hampir saja melompat dari tempatnya jika aku tidak menahan diri saat itu.

Kyungsoo sekarang sedang tersudut di sudut ruangan. Dia dalam posisi berjongkok di kursi dekat lemari. Tepatnya di sudut ruangan yang aku sebutkan tadi.

Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar bukan main. Ia menggunakan bantal sebagai tameng. Seolah dia sedang bertempur dengan Ares di medan perang.

Alih-alih kasihan, aku malah ingin tertawa.

Aku berjalan menghampirinya, "Kyungsoo ada masalah?"

Kyungsoo mengangguk cepat. "I-iya," ucapnya terbata.

Aku berusaha menebak apa yang membuat Kyungsoo bisa sebegini ketakutannya.

"Apa kau melihat hantu?" tanyaku berusaha menebak.

Ia menggeleng, "Bukan."

"lalu apa?"

"Tikus," tunjuknya ke arah ranjang. Kolong ranjang.

"Di sini ada tikus," sambungnya lagi.

Rasanya perutku ingin meledak saat itu juga karena menahan tawa. Bagaimana mungkin pria yang mempunyai kesan menakutkan seperti Kyungsoo takut pada makhluk pengerat berbulu itu? Tikus? Ya Tuhan ... yang benar saja.

"Sudahlah, tikusnya sudah tidak ada. Kau bisa kembali tidur sekarang," ucapku berusaha menenangkan Kyungsoo.

Kyungsoo tidak menjawab.

Mr. Cold is My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang