31. Menjauh

7.8K 1.1K 128
                                    

Bangun pagi karena aroma makanan adalah hal yang paling menyenangkan, hidungku sepertinya peka terhadap yang enak-enak. Terbukti sekarang, aku sudah sepenuhnya tersadar saat mencium aroma ayam goreng.

Setelah mengumpulkan kembali nyawaku yang tercecer sembarangan, aku segera beranjak dari kasur lebar nan empuk milik Byan ini, dan rasanya, enggan aku untuk bangun karena kasurnya yang begitu nyaman.

Aku sempat kebingungan saat mencari kaca berniat untuk memperbaiki penampilanku yang seperti singa betina ini, rambutku kusut dan tidak tertata. Lalu saat aku mulai meluruskan rambut dengan tangan, aku sempat terheran-heran karena begitu banyak rambut yang rontok.

Anehnya lagi, semakin kencang aku menariknya, semakin banyak rambut yang lepas.

Apa karena sinar matahari di pantai saat itu? Ya, bisa jadi.

Tak kuhiraukan beberapa helai rambut yang lepas dari kepalaku, segera aku gulung semuanya, dan aku masukan ke dalam saku piyama.

Langkahku mulai menuju pada pintu keluar, di mana sepertinya Byan sedang memasak sesuatu.

"Oh? Tidurmu nyenyak?" Byan bertanya saat mendengar pintu kamar yang terbuka.

"Iya," jawabku.

"Kau lapar? Tunggu sebentar ya, bentar lagi matang." Byan terlihat sibuk mondar-mandir mengambil beberapa bahan masakan di atasnya.

Baru saja aku ingin melangkah untuk membantunya. Kepalaku seperti dihantam oleh Palu godam, rasanya sakit dan pusing.

Akhirnya, kuurungkan niatan hati untuj membantu Byan dan akhirnya duduk di kursi.

"Kau mau minum apa?" Byan menawarkan. "Teh, kopi, susu?"

"Tak apa, aku minum air mineral saja." Aku menolak dan segera melangkah ke arah dispenser.

Baru setelahnya, kami berdua mulai menyantap sarapan. Dan aku hanya bisa memakan beberapa suap, entahlah. Tubuhku sedang dalam keadaan yang tidak prima.

ⓛⓛⓛ

Jika harus memilih untuk masuk kantor atau masuk kandang macan, maka aku akan memilih untuk tidur. Apalagi, di dalam kepala sudah telah tergambar jelas ratusan tumpuk kertas yang siap menyambut kedatanganku.

Sesampainya di lift, aku menyibukkan diri untuk bermain ponsel, membuka sosial media atau semacamnya. Lalu acuh terhadap beberapa orang yang sudah terlebih dahulu ada di dalamnya. Um, sekitar 2 pria 3 wanita, termasuk aku.

Dan lift berhenti sekitar di lantai 2 masuklah 2 orang wanita yang sedang asyik dengan obrolan mereka.

"Na, kau tahu? Kabarnya Luna dan Pak Kyungsoo sedang dekat, astaga, padahal dia itu sahabat Nona Hye Ri." Wanita tadi berkata dengan santai, entah dia tidak menyadari keberadaanku atau bagaimana.

"Aku bahkan pernah melihat mereka satu mobil bareng!" teman wanita itu menimpali. "Dasar genit."

"Padahal, kabarnya, Luna itu berasal dari keluarga kurang mampu. Dan dia bisa bekerja di sini karena Nona Hye Ri." Wanita yang pertama kembali berbicara.

"Tidak tahu diri sekali ya?"

"Bukan hanya tidak tahu diri, dia itu tidak tahu malu. Air susu dibalas air tuba, jika memang benar Luna sedang dekat dengan Pak Kyungsoo." Teman wanita tadi menambahkan.

Mr. Cold is My Husband Where stories live. Discover now