39. Pardon

7K 1K 182
                                    

"Kak, kenapa up cepet banget?"

"Lah?"

Jadi gue harus slow update gitu?
Update dua minggu sekali? Atau sebulan sekali? Gitu? Gitu aja kali ya wkwk

ⓛⓛⓛ

Kalau aku diberkati kemampuan menyetir mobil sehandal aktor Fast and Furious. Maka akan aku kuganakan sekarang juga, tapi sayangnya, jalanan di sini terlalu padat. Dan mustahil untuk kebut-kebutan.

Tidak sampai 20 menit, aku sampai di halaman rumah Byan, rumah minimalis dengan gaya modern, hanya warna putih dan hitam yang mendominasi.

"Byan," panggilku saat pertama kali membuka kenop pintu. "Kau di mana?"

"Di sini," sahutnya dengan suara yang terdengar agak jauh.

Langkahku terayun ke arah sumber suara, setelah berbelok sebanyak dua kali. Aku mendapati Byan sedang duduk sambil memegang diary milikku. Dan tubuhku lemas saat itu juga.

"Duduk, dan jelaskan." Byan berkata. "Jelaskan apa maksudnya semua ini?"

Byan melempar buku yang sedang ia pegang dengan halaman yang sudah terbuka di bagian tengah, tepat di bagian di mana aku bercerita tentang kehidupanku menjadi istri Do Kyungsoo.

"Kau tidak seharusnya membuka barang pribadi orang lain!" aku berusaha sebisa mungkin untuk terlihat biasa saja dengan berpura-pura marah, padahal, nyatanya nyaliku ciut.

"Demi apa pun Luna!!" bentak Byan. "Apa itu penting sekarang?!"

"Apa?" tanyaku gentar.

"Kau sudah menikah?" Byan bertanya lembut, membuat aku semakin gelagapan.

"A-pa, maksudmu? Astaga, kau bercanda?" tanyaku dengan senyum kikuk, lalu duduk di sampingnya.

"Sejak kapan kalian menikah?" tanya Byan pada intinya, dan bibirku rapat saat itu juga.

Ya, memang harusnya begini. Cepat atau lambat, besok atau lusa bahkan entah kapan. Semuanya pasti terbongkar.

Byan menoleh ke arahku dengan air mata yang keluar dengan deras. "SEJAK KAPAN KALIAN MENIKAH?!!"

Tertegun aku saat itu juga melihat Byan menangis membuat hatiku terpukul ngilu, sekarang, simalakama sedang bertopang sombong di hadapanku.

Jujur maka Byan akan sakit hati.

Bohong maka kebohongan tak selamanya bisa bersembunyi.

Aku menarik napas panjang, dan mengembuskannya pelan. "Ya, kami memang menikah."

PRANK!!

Gelas berwarna hitam legam di hadapan Byan sekarang sudah hancur karena dilempar ke arah tembok.

"Kau anggap aku apa?" Byan bertanya dengan suara bergetar. "Apa hah?"

Mendengar itu, aku hanya meremas ujung pergelangan tanganku, dan menunduk adalah satu-satunya cara agar aku bisa sembunyi dari sakit yang menghantui.

"Maaf," ucapku lirih.

"Kau anggap apa aku Luna!!"

"Maaf," kataku lagi. Dan sekarang, laju air mata sudah lepas kendali, hingga akhirnya. Aku menangis.

Mr. Cold is My Husband Where stories live. Discover now