Part 28

66.7K 3.2K 19
                                    

Semenjak kejadian itu Naya terus mengurung dirinya di dalam kamar, bahkan Divia dan Davino sampai turun tangan untuk membujuk gadis itu agar mau makan. Sedangkan Zoya terus memeluk Aran.

"Abang, Joy takut Nay kenapa-napa di dalem sana Bang" ucap Zoya sambil mengeratkan pelukannya pada Aran, gadis itu takut terjadi sesuatu yang tidak di ingin pada Naya.

"Tenang Joy, seperti yang kamu bilang mungkin dia lagi butuh waktu" ucap Aran menenangkan Zoya yang di balas anggukan kepala dari Zoya. Namun tetap saja perasaan Zoya tidak enak.

"Abang, seharian ini Nay belum makan apapun, coba Abang yang ngebujuk Nay mungin aja Nay mau" ucap Zoya yang sudah melepaskan pelukannya dan menatap Aran. Sedangkan Aran hanya diam saja dan tak menghiraukan Zoya.

Divia dan Davino turun dari tangga dengan wajah yang tidak bersahabat. Sedangkan Zoya yang melihat itu langsung berdiri dan menghampiri Ayah dan Bundanya.

"Naya gimana Bun?" Tanya Zoya yang terlihat begitu khawatir, sedangkan Divia menggelengkan kepalanya dengan lesu dan duduk di sofa yang ada di sana.

"Jalan satu-satunya dobrak pintu" ucap Aran lalu pergi meninggalkan Divia, Davino dan Zoya yang ada di sana.

Aran melangkahkan kakinya menginjaki anak tangga menuju kamar Naya, sesampainya di depan kamar Aran langsung mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Naya. Dan tanpa menunggu lama Aran langsung mendobrak pintu kamar gadis itu, percobaan pertama gagal, Aran terus mendobrak pintu kamar Naya dan percobaan kedua berhasil, Aran langsung memasuki kamar gadis itu dan melihat Naya yang sudah tidak sadarkan diri di dinginnya lantai.

Aran yang melihat itu pun terkejut dan menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah gadis itu, saat Aran ingin membopong tubuh Naya, ia tak sengaja melihat darah yang sudah mengalir di pergelangan tangan Naya dan lagi-lagi membuat Aran terkejut melihatnya. Tanpa menunggu lama Aran langsung membopong tubuh Naya dan membawa gadis itu keluar dari kamar.

Dengan penuh hati-hati Aran menginjaki anak tangga, takut jika Naya akan terjatuh, Divia, Davino dan Zoya terkejut melihat Naya yang sudah berada di gedongan Aran. Mereka bertiga menghampiri Aran.

"Ya ampun Naya kenapa?" Tanya Divia yang terlihat begitu khawatir sekaligus panik saat melihat pergelangan tangan Naya yang mengeluarkan banyak darah. Sedangkan Davino, tanpa menunggu lama ia langsung memanaskan mobilnya.

Aran tak menjawab pertanyaan dari Bundanya dan berjalan keluar menghampiri mobil Ayahnya. Aran membawa Naya masuk ke dalam mobil dan membaringkan gadis itu dengan pahanya sebagai bantalan.

Davino dan Aran membawa Naya ke rumah sakit terdekat. Di perjalanan Aran tak henti-hentinya menggenggam erat tangan gadis itu.

"Nay, bertahan" bisik Aran yang terlihat begitu khawatir saat melihat Naya yang tidak berdaya seperti ini. Hatinya bagaikan di tusuk belati tajam. Sakit, itulah yang Aran rasakan, entah kenapa Aran juga merasa sakit saat melihat Naya yang seperti ini.

Aran tak menyangka bahwa Naya akan melakukan hal bodoh seperti ini, cowok itu merutuki kebodohannya yang tidak dari tadi mendobrak pintu kamar Naya. Namun semuanya sudah terjadi dan ia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Naya.

📑📑📑

Sekarang Naya sedang diperiksa oleh dokter yang bertugas di sana, Aran terlihat sangat gelisah menunggu hasil pemeriksaan dokter, cowok itu terus saja mondar-mandir di depan Davino.

Sedangkan Davino, menatap Aran dengan tatapan heran nya, pasalnya Davino tidak pernah melihat Aran sekhawatir ini pada seorang gadis selain Zoya dan Bundanya. Namun Davino tak banyak bertanya, ia hanya membiarkan Aran seperti itu.

Pintu ruang rawat Naya terbuka dan menampilkan dokter dan suster yang barusan keluar dari sana, Aran dan Davino langsung saja berjalan mendekati dokter tersebut.

"Dok, gimana keadaan anak saya?" Tanya Davino pada dokter perempuan yang barusan memeriksa keadaan Naya.

"Pasien kekurangan banyak darah, stok darah O di rumah sakit ini juga sudah habis, apakah keluarga ada yang bersedia mendonorkan darah untuk pasien?" Tanya dokter itu.

"Ambil darah saya aja dok" ucap Aran, yang di balas anggukan kepala oleh dokter itu.

"Mari ikut saya" ucap dokter tersebut dan berjalan dengan Aran yang mengekor di belakang dokter itu.

Sedangkan Davino tersenyum tipis melihat perubahan Aran, padahal Davino berniat untuk mendonorkan darahnya pada Naya, namun terhalang ketika Aran yang lebih dulu ingin mendonorkan darahnya. Namun beberapa menit kemudian Davino tersadar akan sesuatu dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Rian sahabatnya.

Panggilan pertama tidak di angkat, Davino kembali mencoba menghubunginya lagi dan begitu seterusnya sampai percobaan ketiga berhasil, Rian mengangkat telfonnya.

"Apaan sih lo? Ganggu orang kerja aja" ucap Rian dari sebrang sana.

"Naya masuk rumah sakit" ucap Davino mampu membuat Rian terdiam di tempatnya.

"Kenapa bisa? Terus keadaan Naya sekarang gimana?" Tanya Rian dari sebrang sana, dari suaranya saja Davino bisa mengetahui bahwa Rian sedang mengkhawatirkan keadaan putrinya.

"Dia butuh donor darah, untung aja Aran bisa donorin" ucap Davino membuat Rian bisa bernafas lega di sana.

"Pulang Yan, Naya butuh lo" ucap Davino dan lagi-lagi membuat Rian terdiam.

"Besok gue pulang" ucap Rian lalu memutuskan panggilannya sepihak, membuat Davino berdecak kesal.

Davino melangkahkan kakinya memasuki ruang rawat Naya, di sana Naya terbaring lemah dengan wajah yang terlihat pucat. Tangan Davino terulur mengelus lembut puncak kepala Naya.

Tadi saat selesai menghubungi Rian, Davino juga tak lupa menghubungi istri dan anaknya di rumah. Davino menjelaskan keadaan Naya dan membuat Divia menghembuskan nafasnya lega mendengar itu.

Divia dan Zoya bersikeras untuk menjenguk Naya, namun Davino melarangnya karena ini sudah larut malam, takut terjadi apa-apa pada istri dan anaknya di jalan nanti. Divia juga mengerti apalagi Davino tidak ingin Divia dan Zoya naik taksi, selagi bisa Davino pasti akan mengantar jemput Divia dan Zoya kemana pun tanpa melibatkan taksi.

Kedatangan Aran membuat lamunan Davino menjadi buyar. Aran berjalan menghampiri Ayahnya.

"Udah selesai?" Tanya Davino memecah keheningan di antara mereka.

"Udah Yah" ucap Aran. Davino memperhatikan wajah Aran yang terlihat pucat, seharian ini Aran juga belum makan apapun, sama seperti Naya.

"Kamu pucat, Ayah keluar dulu buat beli makanan" ucap Davino berdiri dari tempat duduknya, namun Aran menahan lengan Davino dan membuat Davino kembali menatap putranya itu.

"Aran nggak papa Yah, Ayah pulang aja nemenin Bunda sama Zoya, Aran bakal jagain Naya di sini" ucap Aran membuat Davino menggelengkan kepalanya.

"Ayah pulang sesudah kamu makan" ucap Davino tak terbantahkan membuat Aran menghembuskan nafasnya dengan kasar dan perlahan menganggukkan kepalanya.

"Iya Yah" ucap Aran dan setelah itu Davino keluar dari ruang rawat Naya untuk mencari makanan untuk Aran.

📑📑📑

Jangan lupa komen dan vote nya😊

ARANAYA (END)Where stories live. Discover now