Part 52

25.3K 768 4
                                    

Sudah sekitar 1 minggu Aran dan Naya tetap dalam kondisi koma. Kehidupan mereka terasa hampa, terperangkap dalam dunia yang tidak sadar. Namun, cinta dan dukungan dari keluarga dan teman-teman mereka tidak pernah pudar. Kedua keluarga, Davino, Divia dan Zoya serta Rian dan Satria, datang setiap hari, berbicara kepada mereka, berdoa, dan berharap bahwa suatu hari Aran dan Naya akan bangun dari tidur panjang mereka.

Divia sering membawa foto-foto kenangan dan mengisahkan kisah-kisah lucu dari masa lalu Aran, berharap bahwa suara dan cerita-cerita itu akan meresap ke dalam alam bawah sadar putranya. Rian dan Satria juga melakukan hal yang serupa untuk Naya, membawakan buku-buku favoritnya dan menyanyikan lagu-lagu yang biasa mereka nyanyikan bersama.

Teman-teman Aran dan Naya, Dhio, Fino, Genta, serta Azila dan Tanisa, juga datang setiap hari. Mereka membawa musik, bermain gitar, dan bahkan melakukan pertunjukan kecil di kamar rumah sakit. Meskipun Aran dan Naya tidak bisa merespons, mereka berharap bahwa melodi-melodi dan tawa-tawa mereka akan menciptakan keajaiban.

"Ran, lo gak bosen apa tidur mulu, bangun kek masa ketua Black Wolf cemen gini sih?" Ucap Genta menatap Aran yang sama sekali tidak meresponnya.

"Percuma, Aran gak bakalan dengerin lo" ucap Dhio sambil memainkan ponselnya.

"Ya kali aja dia dengerin gue kan?" Ucap Genta lagi dengan sangat yakinnya.

"Serah lo deh" ucap Dhio mengendikkan bahunya.

Zoya selalu menemani Aran dan menggenggam erat tangan Aran, gadis itu terlihat murung semenjak Aran koma.

"Abang kapan bangunnya?" Ucap Zoya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Joy kangen Abang, Joy kangen Abang yang selalu marahin Joy kalo Joy bandel, hiksss" ucap Zoya yang tak kuasa menahan tangisnya.

"Banyakin doa Joy, biar abang lo cepet sadar dari komanya" ucap Dhio sambil mengelus puncak kepala gadis itu.

"Joy selalu doain yang terbaik buat Abang" ucap Zoya dengan senyumannya dan menghapus air matanya sambil mengecup singkat punggung tangan Aran.

Disisi lain Satria sedang termenung melihat kondisi adiknya, lagi dan lagi Naya menginjakkan kakinya di rumah sakit ini, Satria merasa bersalah tidak bisa menjadi abang yang baik buat Naya.

"Bangun dek, entar gue jailin siapa kalo lo tidur mulu" ucap Satria sambil menggenggam tangan adiknya. Satria memalingkan wajahnya ketika ada seseorang yang masuk ke ruangan. Disana berdiri Ayah Rian dengan membawa makanan untuk Satria.

"Gimana keadaan adik kamu?" Tanya Ayah Rian pada Satria. Lelaki itu menggelengkan kepalanya lesuh membuat Rian menghembuskan nafasnya gusar. Entah kapan putrinya siuman, Rian sangat merindukannya.

"Maaf Yah, lagi-lagi Satria gagal jadi Abang yang baik buat Naya" ucap Satria menundukkan kepalanya tanpa melepas genggamannya pada tangan Naya.

"Gak boleh gitu, kamu tetep Abang yang baik buat adik kamu" ucap Rian yang sudah berdiri disamping Satria dan mengelus puncak kepala putranya, pandangan Rian beralih ke Naya yang sedang terbaring lemah dengan keadaan koma. Rian mendekat dan mengecup singkat kening putrinya.

"Cepat sembuh nak" ucap Rian sambil mengelus pipi Naya dengan lembut.

✨✨✨

Sudah kelima kalinya Davino dan Divia datang menjenguk Naya, kehadiran mereka di sisi tempat tidur Naya memberikan rasa nyaman dan dukungan yang sangat dibutuhkan. Diruangan sudah terdapat Rian dan Satria.

Rian memalingkan wajahnya ke arah pintu ketika mendengar suara pintu terbuka, disana sudah berdiri Davino dan Divia dengan menggenggam kantong kresek yang berisikan makanan buat Rian dan Satria.

"Jadi gimana keadaan Naya? Udah ada perkembangan? Kita turut prihatin sama keadaan Naya, Yan" Ucap Divia sambil meletakkan kantong kresek itu diatas meja, mereka duduk di atas sofa dan diikuti Davino.

"Naya masih koma, tadi dokter bilang kondisinya udah cukup stabil. Gue cuma bisa berdoa setiap hari untuk kesembuhan anak gue, Div." Ucap Rian yang tampak lelah sambil menatap putrinya yang sedang terbaring lemah.

"Aran gimana? Udah ada perubahan?" Tanya Rian sambil menatap Divia dan Davino, membuat Davino menghembuskan nafasnya sejenak.

"Masih sama aja, belum ada perubahan" ucap Davino, lelaki itu tampak lelah dan kelihatan dari matanya yang semalaman tidak tidur cuma untuk menjaga putranya yang sedang koma.

Davino masih tidak percaya hal ini bisa terjadi pada Aran dan Naya, tidak mungkin rem motor Aran tiba-tiba blong, Davino tau seberapa sayangnya Aran pada motornya dan akan tau jika ada yang salah dari motor yang Aran naiki. Davino berpikir ada yang janggal dari kecelakaan ini, lelaki itu akan mencari informasi diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya. Kalau istrinya bisa tau entah bagaimana responnya nanti.

"Banyak-banyak berdoa aja, semoga mereka cepet pulih" ucap Rian yang dibalas anggukan oleh Davino dan Divia.

"Nanti kalo butuh apa-apa bilang aja yan, gak usah sungkan" ucap Divia pada Rian.

"Thanks ya div" ucap Rian dengan senyum tipisnya.

"Macem ama siapa aja lo pake thanks-thanks segala" ucap Divia sambil memutar bola matanya malas.

Tatapan Divia beralih ke arah Satria yang sedang menatap Naya dalam diam.

"Sat, gak sekolah?" Tanya Divia membuat Satria memalingkan wajahnya ke arah Bundanya Aran.

"Gak mami, mau jagain Naya aja" ucap Satria lalu memalingkan wajahnya kembali ke arah Naya.

"Gak boleh gitu, kalo Naya liat kamu kayak gini dia bisa sedih loh, tunjukin sama Naya kalo kamu itu kuat" ucap Divia yang sudah berdiri disampin Satria sambil menatap Naya yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Iya mami, Satria ngerti" ucap Satria dengan lesuh.

"Nah gitu dong" ucap Divia sambil mengelus puncak kepala Satria.

"Iya mami" ucap Satria dengan senyum tipisnya

Mereka semua duduk di sekitar tempat tidur Naya, bersama-sama mengirimkan doa mereka untuk kesembuhan Naya dan dukungan bagi Aran yang sedang menjalani masa sulit. Di dalam kamar rumah sakit yang penuh dengan harapan ini, mereka saling mendukung satu sama lain.

✨✨✨

Next?

ARANAYA (END)Where stories live. Discover now