Part 29

66.7K 3.2K 101
                                    

Hari ini Aran membolos sekolah hanya karena ingin menjaga Naya, padahal Divia sudah menawarkan diri untuk menjaga Naya namun tetap di tolak oleh Aran.

Dan di sini lah Aran sekarang, berada di ruang rawat Naya. Cowok itu sedari tadi tak berhenti menggenggam erat tangan Naya. Dari semalam gadis itu belum sadar juga, jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, Divia dan Davino sudah pulang ke rumah, sedangkan Zoya hari ini ada jadwal les mengakibatkan gadis itu tidak bisa menjenguk Naya.

Rian dan Satria pun sedang dalam perjalanan ke Indonesia, Satria merasa terpukul saat mendengar kabar adiknya yang masuk rumah sakit akibat percobaan bunuh diri. Tak hanya Satria, Rian pun sama. Mereka bahkan tidak tau apa yang terjadi pada Naya selama mereka berada di Jerman, walaupun sesekali Davino menghubungi Rian untuk memberitahukan keadaan Naya yang baik-baik saja.

Rian benar-benar merasa gagal menjadi seorang Ayah, bahkan dirinya tidak ada di saat Naya membutuhkan sosok Ayahnya, sekarang hanya penyesalan lah yang Rian rasakan.

Sedangkan Aran, cowok itu menjadi lebih pendiam semenjak mengetahui Naya melakukan percobaan bunuh diri, padahal Ayahnya sudah memberikan Naya sebagai tanggung jawabnya, tetapi ia lalai dalam menjaga Naya. Aran menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu kembali memandang wajah cantik Naya.

"Bangun, Nay" ucap Aran dengan pelan, sambil menggenggam erat tangan Naya. Selang beberapa menit dari situ, Aran merasakan jari tangan Naya yang bergerak. Cowok itu terkejut dan langsung berdiri.

"Nay?" Ucap Aran sekali lagi dengan tangan yang terulur mengelus lembut pipi gadis itu. Dengan perlahan Naya membuka matanya, membuat Aran bisa bernafas lega melihatnya. Akhirnya yang di tunggu-tunggu sadar juga.

"Ka..kak Aran" ucap Naya dengan pelan sambil menatap Aran yang berdiri di depannya.

"Iya, gue di sini" ucap Aran sambil mengelus lembut puncak kepala Naya.

"Na..naya di-" ucapan Naya terpotong dengan perkataan Aran.

"Udah, lo nggak perlu mikirin apapun, sekarang lo istirahat. Gue mau panggil dokter" ucap Aran yang di balas anggukan kepala dari Naya, dan setelah itu Aran pun pergi meninggalkan ruang rawat Naya.

Tiba-tiba pikiran Naya jatuh pada saat ia melukai pergelangan tangannya sendiri, air matanya kembali mengalir saat mengingat itu. Mengapa Tuhan tidak mengambil nyawanya saja? Naya benar-benar tidak sanggup menghadapi ini sendirian.

Naya mengambil ponselnya, tujuannya sekarang adalah Ayahnya, ia akan meminta Rian pulang sekarang juga, biar bagaimana pun Naya sangat membutuhkan sosok Ayahnya itu.

Naya terus menghubungi Rian, namun tidak di angkat sama sekali.

"Angkat Yah hikss" gumam Naya sambil menghapus kasar air matanya. Gadis itu terus mencoba menghubungi Rian, namun hasilnya tetap sama, Rian tidak mengangkat telponnya.

Naya pun beralih pada Satria, gadis itu terus saja menghubungi Satria, namun tetap tidak di angkat oleh cowok itu.

"Abang angkat, Naya butuh kalian hikss" gumam Naya sambil menangis tersedu-sedu. Namun , Satria juga tidak mengangkat telpon dari Naya.

"Kalian jahat hikss" ucap Naya sambil memukul-mukul bantalnya, perasaan Naya sangat kacau saat ini, yang ia butuhkan sekarang adalah Ayah dan Abangnya. Namun, kedua orang itu sama sekali tidak memperdulikan dirinya.

Tiba-tiba pandangan Naya tertuju pada pisau buah yang berada di atas meja belajarnya, gadis itu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati meja belajarnya. Tak menunggu lama, Naya langsung mengambil pisau buah itu.

"Mereka jahat. Naya pengen nyusul Bunda aja hikss" gumam Naya dengan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.

Naya mengarahkan pisau itu di pergelangan tangannya dan langsung menggoreskan pisau itu sampai darah pun muncrat dari sana. Perlahan tapi pasti penglihatan Naya semakin buram sampai ia jatuh dan tak sadarkan diri.

Lamunan Naya seketika buyar saat dokter datang untuk memeriksa dirinya, dokter perempuan itu tersenyum manis menatap Naya.

"Permisi, saya periksa dulu ya" ucap dokter itu dan mendapat anggukan kepala dari Naya. Tak menunggu lama dokter itu langsung memeriksa Naya.

Disisi lain, Aran sedang duduk di luar menunggu dokter itu keluar, entah kenapa cowok itu merasa gelisah di tempatnya. Ia hanya takut terjadi apa-apa pada Naya, selang beberapa menit dari situ dokter pun keluar. Aran berjalan menghampiri dokter itu.

"Gimana keadaannya dok?" tanya Aran dengan tidak sabaran.

"Pasien baik-baik saja, hanya butuh istirahat total dan minum beberapa vitamin" ucap dokter itu membuat Aran bisa bernafas lega mendengarnya. Tak menunggu lama, Aran langsung masuk ke ruangan Naya.

Pandangan Aran jatuh pada Naya yang sedari tadi hanya memandang lurus ke depan dengan pandangan kosongnya.

Semua masalah yang Naya hadapi kemarin seakan berputar jelas di kepalanya, mulai dari perubahan Nathan, Aran, bully, sampai Naya mengetahui jika Nathan hanya menjadikan dirinya sebagai pelampiasan.

"Aargh" teriak Naya sambil memegang kepalanya. Sedangkan Aran terkejut melihat itu dan segera menghampiri Naya.

"Lo kenapa? Mana yang sakit?" tanya Aran dengan raut khawatirnya, yang sama sekali tidak di jawab oleh Naya.

"Tunggu, gue mau panggil dokter" ucap Aran. Namun belum beberapa langkah tangannya sudah di tahan oleh Naya.

"Nggak usah kak, Naya nggak papa" ucap Naya dengan wajah pucat dan mata sayupnya. Aran pun tak jadi pergi, ia lebih memilih duduk di kursi yang berada di samping brankar Naya dan menatap gadis itu dengan tatapan teduhnya.

Naya, gadis yang selama ini selalu mengganggu pikirannya. Wajah cantik, ceria, sekaligus cerewet yang di miliki gadis itu entah kenapa membuat Aran suka dan ingin berlama-lama di samping gadis itu. Aran tidak mengerti dengan perasaannya, yang terpenting ada rasa yang ingin selalu melindungi gadis itu.

Sedangkan Naya, gadis itu bahkan tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sangat memperdulikan dirinya.

"Kenapa lo mau bunuh diri?" Tanya Aran memecah keheningan diantara mereka. Pandangan Naya hanya terfokus ke depan.

"Naya pengen nyusul Bunda" ucap Naya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Na..naya capek kak hikss, Ayah sama Abang nggak peduli lagi sama Naya" ucap Naya yang sudah menangis sesenggukan.

"Siapa yang nggak peduli sama kamu?" Ucap seseorang yang baru saja datang dan sudah berdiri di ambang pintu. Naya mengalihkan pandangannya menatap orang itu, dan seketika ia terkejut melihat Ayah dan Abangnya yang sudah berdiri di sana.

"A..ayah, Abang" gumam Naya yang masih bisa didengar oleh mereka. Rian berjalan mendekati Naya dan membawa putrinya ke dalam pelukannya.

"Ayah jahat hikss" ucap Naya memecahkan tangisnya di sana.

"Maafin Ayah, Ayah terlalu sibuk sama kerjaan Ayah" ucap Rian yang terlihat sangat menyesal.

"Maafin Ayah, nggak bisa nemenin kamu di saat kamu terpuruk" ucap Rian yang sudah meneteskan air matanya.

"Please jangan pergi lagi hikss, Naya nggak mau pisah sama Ayah" ucap Naya dengan tangis pilunya, membuat hati Rian dan Satria seakan teriris melihatnya. Rian tak membalas ucapan Naya, karena mungkin setelah Naya sembuh ia akan kembali ke Jerman untuk menyelesaikan kerjaannya di sana. Rian tersenyum menatap Naya lalu melepaskan pelukannya dan menghapus sisa-sisa air mata di pipi Naya.

Sekarang pandangan Naya beralih menatap Satria dengan senyum manisnya.

"Abang" ucap Naya sambil merentangkan tangannya, Satria yang melihat itu langsung mendekat dan membawa adiknya masuk ke dalam pelukannya.

"Naya kangen Bang" ucap Naya lalu mengeratkan pelukannya.

"Maafin Abang, Abang nggak ada di saat kamu lagi butuh Abang" ucap Satria dengan perasaan bersalahnya.

"Naya nggak papa, yang penting Ayah sama Abang udah ada di sini nemenin Naya" ucap Naya dengan senyum manis yang tak pernah luntur dari bibir gadis itu.

📑📑📑

Next?

ARANAYA (END)Where stories live. Discover now