4. Sisi Lain

8.1K 226 8
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen 🥰💚
***

Naira melongo saat Geo membawanya ke hotel mewah di daerah Kuningan. Ia sudah berpikiran negatif pada awalnya. Padahal Geo hanya mengajaknya makan di restauran yang satu gedung dengan hotel itu.

"Gue baru tahu disini ada restoran," kata Naira belum bisa melepaskan pandangan dari arsitektur restoran yang begitu memanjakan mata. Ia terus melihat kanan kiri dan sesekali memotret objek yang menurutnya sangat estetik.

"Gue kira lu bakal macam-macam," gumam Naira lagi.

Geo menjentikkan jari ke dahi Naira dengan pelan."Pikiran lu kemana-mana. Kalau gue mau eksekusi mending tadi pas di kosan," cibir Geo membuat Naira memajukkan bibirnya dan menyentuh dahi yang sedikit memerah.

Tidak beberapa lama makanan mereka siap tersaji. Naira langsung menyantapnya sumringah. Berbeda dengan Geo, ia memakai sendok miliknya lalu mengusapnya dengan tisu terlebih dahulu.

"Ribet banget si makan doang. Sendok di restoran kaya gini enggak bakal dicuci cuman pakai plastik terus dibilas air doang kali," kata Naira melihat kehigienisan Geo.

Saat makan, Geo terus menerus melirik ke meja sebrang yang letaknya beberapa meter dari mejanya. Ia tidak mau kehilangan mereka karena asyik makan. Meja itu diisi oleh dua orang perempuan. Seorang paruh baya yang tampak glamour dan gadis belia yang memakai baju casual seadanya. Perempuan paruh baya itu adalah Ibu Geo yang bernama Marlina. Mereka menjadi tujuan utama Geo mengajak Naira kesini.

Marlina perhatian sekali dengan gadis belia yang ada dihadapannya. Ia memotong steak lalu menaruh di piring gadis itu. Geo selalu mengepalkan tangan saat melihat Marlina yang sok baik. Sesuai dugaan Geo, laki-laki tua yang berlagak keren datang ke meja Marlina. Ia duduk lalu tersenyum nakal kepada si gadis.

Marlina adalah seorang mucikari. Geo tahu pekerjaan kotor Marlina sejak SMA. Ia hanya diam, memendam semua rasa kecewa terhadap Marlina. Mirisnya, Marlina tidak tahu jika anaknya sendiri selama ini benci karena pekerjaan kotornya itu.

"Ra lu balik naik ojek online aja ya," ucap Geo saat Marlina mulai beranjak pergi.

"Kok begitu si?" Naira tidak terima.

"Gue mau pergi dulu, ada urusan mendadak," balas Geo, matanya masih melekat pada Marlina yang kini sudah keluar dari restoran. Tanpa memperdulikan Naira, ia segera pergi dari sana. Naira memutar bola matanya malas, dasar laki-laki tidak bertanggung jawab.

Marlina masuk ke lobi hotel, ia mendekati resepsionis lalu bercakap-cakap. Sedangkan si laki-laki tua tidak bosan-bosannya menggoda si gadis yang menunggu di dekat lift. Terlihat jelas bahwa gadis itu merasa risih.

"Kamar No. 231 lantai 7 ya Bu," kata resepsionis sambil memberikan kartu kamar.

Mereka bertiga segera masuk ke lift begitupun dengan Geo yang bersiap untuk menyusul. Saat pintu lift mereka tertutup Geo berjalan mendekati lift yang ada di sebelahnya.

"Mohon maaf Kak, Kamar kakak nomor berapa ya?" tiba-tiba petugas hotel menghalangi Geo. Geo lupa jika ini adalah hotel mewah, pasti tidak boleh sembarang orang yang masuk ke wilayah kamar. Sepengalaman Geo mereka akan menagih kartu kamar atau bukti reservasi.

"Saya mau ketemu teman saya," jawab Geo dengan alasan cemen. Tentu saja ia diusir. Petugas itu menyuruh Geo untuk menunggu temannya di lobi, barulah ia bisa naik lift. Geo memilih pergi, setidaknya ia tahu bahwa Marlina sudah menemukan perempuan pengganti.

***

Geo mengetuk pelan pintu kamar apartemen yang terletak di ujung lorong. Perlu waktu lama untuk menunggu sampai pintunya terbuka. Akhirnya perempuan itu keluar kemudian menarik Geo masuk.

Positif!Where stories live. Discover now