40. Tidak Sesuai Rencana

837 27 8
                                    

Jangan Lupa Vote dan Komen


***

Mery dan Mark akhirnya meninggalkan Naira yang masih histeris. Biarlah Naira ditemani oleh perawat.

Mereka berdua memutuskan untuk duduk di pinggiran lorong sambil menatap taman yang ada di depannya dengan raut wajah sedih. Apalagi Mark tampak frustasi sekali, tatapan mata nya kosong.Ia harus secepat mungkin mendapat klarifikasi dari Kavi.

"Maafin gue Mark, Naira nggak mungkin kaya gini kalau nggak gue tinggalin dia," ujar Mery penuh penyesalan.

"Emangnya lu tadi kemana? Kenapa Naira ditinggal sendirian di sekre?" Mark pura-pura tidak tahu.

"Kak Geo chat gue suruh bantu ambil barang di parkiran gedung B. Tapi pas nyampai sana nggak ada siapa siapa dan pulangnya gue malah ketemu teman dari fakultas lain."

Mark tertegun, menelan ludahnya menyembunyikan rasa gugup. Seandainya Mery tahu bahwa ia adalah dalang dibalik itu semua.

"Coba aja gue nggak ngobrol dulu, mungkin Naira nggak akan kaya gini," sambung Mery penuh rasa penyesalan.

"Mending lu pulang aja. Biar gue yang telepon mamanya Naira nanti," kata Mark menepuk bahunya pelan.

Mery mengangguk paham, lantas ia pergi darisana.

Setelah Mery tak terlihat lagi, Mark ikut pergi dari tempat itu menuju tempat aman sambil mencoba menelpon Kavi

"Kavi sialan! Gara-gara lu Naira kaya gini." Mark berkata dalam hati.

Setelah percobaannya yang kesekian kali. Akhirnya Kavi menjawab satu panggilannya.

"Lu apain Naira bangsat!" suara Mark menggelegar, memekakkan telinga Kavi di ujung sana.

[Sesuai rencana kita kok] balas Kavi terdengar santai.

"Nggak usah bohong anjing! Naira sampai traumm! Dia sampai nggak mau ketemu gue!"

Tidak ada balas dari Kavi, Mark hanya mendengar suara hembusan beratnya.

"Jawab bangsat!"

[Mending lu tanya aja sama Nairanya langsung. Lagian tadi Naira nikmatin juga kok sampai mendesah keenakan]

"Bangsat! Gue laporin lu ke polisi!" cerca Mark, wajahnya merah berapi-api. Jika Kavi ada di dekatnya mungkin Mark telah menjotosinya habis-habisan.

[Lu mau laporin gue ke polisi? Mikir dong, gue kaya gini juga karena disuruh sama lu! Sebelum lu laporin ke polisi gue bisa aja kasih tau ke Naira atau Geo apa yang sebenarnya lu lakuin.] ancam Kavi membuat Mark melongo. Badannya gemetar, jika Naira tahu Kavi adalah suruhannya pasti Naira akan sangat membencinya.

[Halo? Ada orang? Kok diam aja? Takut ya?]

"Gue nggak takut! Lu nggak akan bisa ketemu Naira lagi!"

[Masa si? Sekarang juga gue bisa chat Naira untuk kasih tau semuanya. Oh atau gue chat Mery aja biar dia yang kasih tau ke seluruh mahasiswa di kampus kalau lu itu psikopat gila!]

***

Satu jam sebelum kejadian saat Mark dan Geo di parkiran gedung A. Sesampainya di parkiran, Geo langsung mencari mobil Mark diantara mobil - mobil lainnya. Tak butuh waktu beberapa lama ketemulah mobil Mark dengan plat belakang 68 NM. Tanpa basa basi ia masuk dan duduk di samping bangku pengemudi.

Disana sudah ada Mark yang mencengkram kuat stir sambil menatap datar lurus ke depan. Tak kalah kesal dengan wajah Mark,Geo juga mengerucutkan bibirnya, jengkel.  Karena Mark, ia meninggalkan anak acara bekerja sendiri bersama Kavi. Belum lagi Geo kepikiran tentang ponselnya yang hilang.

Mark sudah melihat Geo dari tadi namun ia tidak memanggilnya ketikan Geo sedang celingak-celinguk mencari mobilnya. Ponsel Geo ada di saku celana Mark sebab ia baru saja mengirimkan chat kepada Mery untuk pergi ke parkiran gedung B, gedung yang cukup jauh dari sekre sehingga Kavi bisa menjalankan rencana dengan leluasa.

"Jadi apa yang lu mau tau dari gue?" tanya Mark ketus.

"Jelasin kenapa lu hapus chat gue di Hp-nya Naira?"

Mark terkekeh pelan, menganggap remeh. "Itu 'kan sudah gue jawab! Gue aja nggak tahu kalau lu chat Naira," ucap Mark tetap berdusta.

"Gue nggak goblok. Mending lu jujur aja sekarang!" bentak Geo tak bisa membendung rasa kesalnya. Mata Geo sudah memerah, memendam emosi disana.

"Lu gimana si Kak, nanya tapi nggak percaya sama jawaban gue. Gue nggak lakuin itu!" Mark berteriak lebih keras dibandingkan Geo. Ia berakting sangat sempurna. Ini juga bagian dari rencananya untuk mengulur waktu sehingga Geo tidak cepat kembali ke sekre.

Diam-diam Geo mengepalkan tangannya di atas paha. Ia tak terima dengan jawaban Mark yang tidak masuk akal dan jelas-jelas itu adalah suatu kebohongan.

"Lu nggak usah ngelak mulu anjing! Gue sudah bela-belain kesini! Ngomong yang benar bangsat!"  Geo tiba-tiba menyerang Mark dengan mencekik lehernya. Mata Mark melotot tangannya mencoba melepaskan tangan Geo dari lehernya. Ia mendadak terengah-engah, sulit bernafas sehingga wajahnya  pucat seketika.

"Jawab yang benar bangsat!" teriak Geo dengan urat dahi keluar.

"I...ya gue yang hapus," balas Mark terbata-bata sebab sulit untuk bersuara. Akhirnya Mark berkata jujur. Hal itu tidak membuat Geo langsung melepaskan cekikannya sampai Mark telihat sekarat barulah Geo jauhkan tanganya dari leher Mark.

Mark langsung memegangi lehernya yang terasa kebas dan nyeri. Ia  memeganginya sambil terus menarik nafas. Leher serta bahunya sangat sakit dan kaku ketika digerakan.

"Kenapa?!" bentak Geo tak membiarkan Mark beristirahat, memulihkan keadaanya sehabis tercekik.

Belum sempat Mark menjawab, ponsel Geo yang berada di saku kiri menyala, menampilkan notifikasi telepon dari seseorang. Otomatis Geo melirik ke sana dan mengenali bahwa itu ponsel miliknya.

"Loh hp gue kenapa ada di lu?"

"Apaan si ini hp gue!" cerca Mark sambil menghindar, berbalik badan menghadap ke kanan. Tangannya berusaha menutupi saku celana agar Geo tidak bisa melihatnya.

"Siniin bangsat itu hp gue!" bentak Geo menarik belakang baju Mark supaya tidak bisa menghindarinya.

Mark tersedak, merasakan lehernya ikut tertarik. "Lepasin bangsat ini bukan hp lu!" seru Mark memukul-mukul tangan Geo meminta dilepaskan.

Geo tak mengindahkan perkataan Mark. Ia malah mengambil kesempatan untuk merogoh celana Mark dan mengeluarkan ponselnya darisana. Dugaan Geo benar, itu memang ponsel milkinya. Layarnya masih menyala menampilkan notifikasi telepon dari Tasha. Geo mengernyit dahi heran, ada apa Tasha menelponnya magrib-magrib seperti ini. Sejak pertengkaran di rumah sakit, mereka berdua belum mengobrol lagi. Geo tidak meminta maaf karena telah membentak Tasha begitupun dengan Tasha yang masih bermuka tembok tak mau mengakui kesalahan.

"Halo-"

[Ini Geo bukan?] suara Geo terhenti setelah lawan bicaranya berbicara. Suaranya bukan suara Tasha melainkan pria tua. Geo tertegun sejenak, merasa familiar namun tidak tahu siapa yang ada di ujung sana. Ia mulai khawatir, takut Tasha kenapa-napa. Takut jika orang itu adalah pelanggan Tasha di masa lalu yang selalu mengancamnya.

"I-ya, maaf anda siapa ya?"

[Saya Pak Kusim, satpam blok C.]

"Oh astaga saya lupa, ada apa Pak? Kenapa Hp Tasha ada di Bapak?" Geo akhirnya bisa bernafas lega, pantas saja suaranya tak terdengar asing.

[Tasha pingsan di lift, mulutnya berbusa sekarang saya lagi bawa dia ke rumah sakit Raflessia dekat apartemen.]

[Halo?] Ucapan Kasim menyadarkan lamunan Geo.

"Iya Pak, maaf. Saya sekarang kesana Pak. Tolong jaga Tasha dulu ya Pak."

Tidak berpikir panjang, Geo beranjak darisana, meninggalkan Mark yang menatapnya dengan tatapan bingung dan penasaran. Tapi Mark tidak ambil pusing sepertinya Geo sedang buru-buru dan itu artinya Geo tidak bisa menyelematkan Naira.

Kini Mark tinggal menunggu kurang lebih setengah jam agar eksekusi Kavi berjalan lancar. Semoga saja Naira kemakan omongan Kavi bahwa Geo yang menyuruhnya selama ini. Sedangkan Geo mempercepat langkahnya, firasatnya mulai tidak enak.

Positif!Where stories live. Discover now