8. the manipulative

7.6K 169 6
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen 🥰💚

***
"Naira toko kuenya dimana?"

"Nai..." Mark berulang kali memanggil perempuan yang ada di sampingnya.

Naira tetap tidak berkutik sedikit pun. Ia masih sibuk memikirkan Geo dan keanehannya tadi siang.

"Naira!" seru Mark sambil menyentuh tangannya.

"Kenapa Kak?...eh Mark," ucap Naira keceplosan. Ia mengumpat dalam hati. Bodoh sekali, otaknya terlalu penuh dengan Geo.

Mark terkekeh pelan. Jadi sedari tadi Naira duduk disampingnya namun pikirannya melayang kepada laki laki lain. Mark jengkel.

"Sebenarnya kamu ada hubungan apa si sama Kak Geo?" tanya Mark datar.

"Gak ada, kita itu deket karena satu kepanitiaan aja kok."

"Jadi kalian beneran dekat?" pancing Mark.

"Gak tau ah capek, ngomong sama kamu serba salah," ucap Naira yang memang tidak lagi punya energi.

"Ra inget loh yang tau kamu itu cuma aku. Kamu gak mau kan kejadian 5 tahun lalu berulang?"
Mark membuka pintu terlarang Naira yang sudah ia kunci lama.

Naira terkejut mendengar nya. "Mark! Kok ungkit masalah itu si? "

"Aku cuman ingetin aja. Kamu itu masih belum tau pikiran cowok bisa sekotor apa. Nanti kalau ternyata Kak Geo sama kaya Riko..."

"Aku gak mau denger nama itu!" Teriak Naira sambil menutup telinga. Bayangan buruk masa lalunya kembali lagi. Kenangan yang indah pada awalnya dan berakhir menjadi trauma yang panjang. Hal itu juga membuat Naira jadi seorang hiperseksual.

Mark memarkirkan mobilnya di depan ruko secara asal. Ia melihat Naira yang sudah menangis sambil meringkuk. Mark tahu ini sedikit gila, ia senang melihat Naira yang lemah dan berada di bawah kontrolnya. Ia sangat menyayangi Naira lebih dari siapapun.

"Sttt maafin aku Ra. Aku gak sengaja," ucap Mark sambil memeluk Naira erat.

Naira masih dengan posisi yang sama. Ia gemetar sekarang.

"Naira maafin aku," kata Mark lagi sambil menatap penuh empati padahal hatinya senang karena membuat seolah-olah Naira adalah miliknya, Bonekanya.

Beberapa menit kemudian Naira mulai bisa mengontrol diri.

"Udah ya jangan nangis lagi," ucap Mark mengusap kepala Naira dengan lembut.

"Ayo...kita pergi, nanti mama aku marah kalau telat," kata Naira masih tersedu sedu.

Mark mengangguk pelan lalu mulai menyalakan mobilnya kembali. Mereka segera pergi ke toko kue untuk mengambil pesanan.

Setelah mereka mengambil kue, Mark langsung menancap gas untuk sampai tepat waktu di sekolah adik Naira, bernama Ceril. Hari ini Ceril berulang tahun yang ke 14 tahun. Acara ulang tahunnya dirayakan di sekolah bersama teman-teman dan guru disana.

Sayang sekali Naira telat tiga puluh menit lamanya. Ia berlari sekuat tenaga meninggalkan Mark yang masih memarkirkan mobilnya. Kedua tangannya memegang kue. Ia tidak mau Ceril marah dan kecewa karena keterlambatannya.

Coba saja tadi Naira tidak ada acara menangis segala, mungkin mereka akan sampai tepat waktu.

Naira mencari kelas Ceril, kelas 7 Matahari. Saat sudah dekat, firasatnya mulai tidak enak karena banyak orang yang berkumpul di depan kelas.

"Naira kenapa lama banget--adik kamu ngamuk tu di dalam," kata wali kelas Ceril.

Naira mengintip lewat jendela dan melihat ruang kelas yang sudah berantakan. Topi ulang tahun berserakan dimana-mana, balon-balon yang sudah meletus dan tulisan happy birthday yang sudah robek. Disana Ceril sedang ditenangkan oleh Nita-mamanya- serta wali kelas Ceril satunya lagi.

Ceril meronta-ronta seperti anak kecil yang sedang tantrum. Wali kelasnya berusaha sekuat tenaga memegangi tangan Ceril agar tidak memukuli kepalanya sendiri. Keadaan seperti itu sudah menjadi makanan Naira dan Nita sehari-hari.

Naira segera mendekat ke arah mereka. "Ma... ini kue nya. Maaf Naira telat."

Nita berbalik badan, matanya memancarkan kemarahan yang luar biasa.

"Lama banget si kamu!" bentak Nita sambil mencubit tangan Naira kecil namun keras. Ia lalu mengambil kue itu dan kembali mendekat untuk membujuk Ceril.

"Ceril, lihat kuenya udah ada. Wah...bagus ya ada Elsa nya, Anna sama Olaf. Yuk kita tiup lilin yuk. Nanti Ceril panggil teman temannya diluar," kata wali kelas Ceril. Nita tersenyum ikut membujuknya juga. Tangisan Ceril mulai reda. Ia sempat diam sejenak sambil melihat kue yang dipegang Nita.

"Ayok kita duduk di sana, abis itu kita tiup lilin terus makan-makan." Mereka tidak berhenti membujuk.

"Nghhh--kue Ceril..." ucap Ceril tidak terlalu jelas dengan air liur yang terus menetes. Tiba-tiba ia tertawa sambil tepuk tangan.

Ceril itu gifted child. Dia terdiagnosis autism spectrum disorder (ASD) atau yang lebih sering kenal sebagai anak autis.

Lalu Ceril menengok ke arah Naira dan bertepuk tangan lebih kencang sambil menunjuk-nujuk kue."Kakak...kue Ceril Kak," kata Ceril lalu beranjak berdiri sambil berusaha memegang kue itu. Kemudian berjalan mendekati Naira. Naira menyambutnya, ia bantu Ceril memgang kuenya.

"Kue...Ceril...Ulang tahun." Ceril tersenyum bahagia. Begitupun dengan Naira. Ia senang melihat adiknya bahagia.

***

"Mark kamu beneran bisa anterin kita pulang?" tanya Nita.

"Bisa kok Tante, mobil aku ada di depan," balas Mark ramah. Naira ada di samping Nita sambil menggenggam tangan Ceril serta memegang paper bag berukuran besar berisi hadiah dari teman-teman Ceril.

"Makasih loh, kamu itu emang baik banget deh." Mark hanya bisa tersenyum menerima pujian yang sering sekali ia dengar.

"Ceril kamu sama Kak Mark dulu ya, Kak Nairanya mau bantuin mama beresin kelas," kata Nita kepada Ceril. Genggaman tangan Naira langsung dilepas begitu saja oleh Nita dan Ceril yang tengah asik sendiri mulai diajak Mark pergi. Mark sempat menengok kebelakang, ia melihat Nita menoyor kepala Naira. Mark menghela nafas pelan, seperti biasa Nita pasti akan meluapkan emosinya kepada Naira.

Naira di tarik masuk oleh Nita ke dalam kelas. Disana sudah sepi karena acaranya memang sudah selesai sejak sejam yang lalu. Kelas masih sedikit berantakan dan mereka harus membereskannya.

"SANA SAPU!" bentak Nita sambil duduk di bangku guru di depan kelas.

"Kamu itu jadi anak gak bisa di andelin banget! coba kalau Ceril ngamuknya gak berhenti! Kasihan kan guru-gurunya."

"Bingung mama sama kamu! Normal tapi lebih nyusahin dari Ceril!" Nita terus-menerus mengoceh.

Naira tidak berani menengok kepada Nita yang tengah berbicara. Bahkan ia tidak berani mengangkat kepalanya. Ia fokus menyapu dari pojok belakang sambil menunduk. Walaupun sudah biasa dinomorduakan dan dihina-hina seperti itu namun perlakuan mamanya masih membuat sakit di dada.

"Cepetan nyapunya! gak enak tau sama Mark, nanti dia kelamaan nunggu." bentak Nita sambil bersantai ria melihat anaknya sendiri jadi babu.

"Kamu denger gak si?!"

"De-nger Ma. Ini juga Naira udah cepet kok,"

"Haduh pusing banget punya anak kaya kamu! Mending punya anak dua kaya Ceril semua deh."

Naira menggenggam gagang sapu itu dengan erat. Ia berusaha mengendalikan emosi. Rasa sakit di dadanya semakin menjadi tapi ia harus tetap tahan dan sabar.

***

TBC

Positif!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang