23. Sembunyi Terus

2.1K 109 7
                                    

Naira terus berlari untuk menemukan ruang kesekretariatan BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kata Mery, Geo di bawa kesana agar bisa istirahat. Ia terlihat seperti orang gila linglung yang sesekali memegang paha kirinya karena merasa nyeri tiada tara. Jauh dibelakangnya ada Kavi yang ikut berlari mengejar Naira tanpa tahu sebenarnya ia mau kemana.

Sampailah Naira di lorong khusus untuk ruangan kesekretariatan. Ia melihat salah satu pintu terbuka lebar di ujung lorong yang di depannya ada sepatu tali milik Geo.

"Nai...." Mery terkejut melihat Naira dengan muka pucat serta penuh keringat. Tanpa beristirahat, Naira langsung masuk mengecek keadaan Geo.

"Kok bisa pingsan?" tanya Naira panik. Ia sudah berada di samping Geo yang sedang berbaring sambil memejamkan mata di lantai beralas karpet tipis, kepalanya hanya diganjal oleh jaket yang ditumpuk. Selain Mery disana juga ada dua laki-laki tak dikenal. Mereka adalah anggota BEM FISIP yang ikut membantu Geo saat pingsan.

"Mana gue tahu. Tiba-tiba aja kepala Geo jatuh ke meja. Gue kira dia ketiduran," balas Mery tak kalah khawatir.

"Lu kenapa si Kak. Mana badannya tambah panas lagi." Naira bergumam sambil menyentuh dahi Geo lalu mengusap rambut Geo pelan, menyisirnya kebelakang dengan penuh khawatir. Ia bahkan tidak peduli disana masih ada Mery. Rasa khawatirnya benar-benar membuat Naira lupa.

"Ini nggak ada yang punya minyak angin atau apa gitu?" sambung Naira melirik ke arah mereka bertiga.

"Tadi Kakaknya udah sempat sadar kok," jawab salah satu anggota BEM FISIP yang duduk di dekat kaki Geo.

"Terus kalian ngapain cuman ngeliatin aja?" Suara Naira sedikit meninggi. Apa mereka bertiga tidak punya kepekaan sebagai manusia, mengapa Geo dibiarkan seperti ini.

Mereka bertiga diam saling melempar tatap.

"Yaudah bantuin gue," sambung Naira frustasi.

"Mau ngapain?" tanya Mery.

"Bawa Kak Geo ke rumah sakit lah," balas Naira memutar matanya malas.

"Tadinya juga gue mau bawa Kak Geo ke rumah sakit. Tapi dia lagi nunggu temannya, Tasha. Katanya dia lagi di jalan mau kesini."

Naira tertegun, mendengar nama perempuan yang baru pertama kali ia dengar. Kenapa Geo harus menunggu perempuan itu. Naira merasa Geo tidak mengandalkannya.

"Tasha? Emang dia siapa?" tanya Naira mengernyit heran.

Mery menggeleng perlahan, sama seperti Naira ia juga tidak tahu siapa Tasha. Sewaktu Geo sadar, Geo hanya memberikan ponselnya sambil memerintah dengan suara pelan untuk menelpon Tasha dan chat dari Tasha itu di pin, paling atas di whatapps-nya.

"Nggak usah nunggu yang nggak jelas deh. Gue harus bawa Kak Geo ke rumah sakit."

"Terus si Tasha itu gimana?"

"Itu nggak penting. Kalau Kak Geo kenapa-napa, lu mau tanggung jawab?"

Mery menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Tentu saja jawabannya tidak.

"Mau gue anterin nggak pakai mobil gue?" tanya Kavi tiba-tiba menimbrung dari pintu. Ia sudah sampai dua menit kemudian setelah Naira sampai. Melihat Geo yang lemah, ia semakin yakin Geo bukan saingannya.

"Enggak!" seru Naira sambil menatap sinis.

***

Hari ini Tasha semakin yakin bahwa Naira itu orang yang menyebalkan. Ia mendapatkan kabar dari Mery bahwa Geo pingsan dan memintanya untuk menjemput Geo di kampus. Akan tetapi, Naira dengan keras kepalanya membawa Geo ke rumah sakit. Tasha tidak bisa membiarkan itu terjadi. Kecuali jika Geo mau rahasianya terbongkar.Kemungkinan-kemungkinan terburuk terbesit dalam benak Tasha. Ia berlari sekuat tenaga menemukan Geo yang katanya sedang menunggu antrean.

Positif!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang