21. Trauma

2.8K 109 6
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen 🥰💚

"Buka celananya," ucap Geo duduk bersimpuh di depan Naira sambil membawa obat merah, perban dan sebaskom air.

Naira yang duduk di pinggir kasur dengan kaki terjuntai ke bawah menatap aneh ke arah Geo. Ia tertegun sebentar.

"M-mau ngapain Kak?" tanyanya gugup.

"Obatin luka lu lah," jawab Geo dengan santai.

Naira menggeleng pelan sambil menutup kakinya rapat. "Gue bisa sendiri," balas Naira mencari alasan agar Geo tidak membantunya. Naira masih punya urat malu. Mana mungkin ia membuka celana di depan Geo.

"Nurut sekali ini aja. Mau nanti infeksi?" jawab Geo menahan kesal. Ia benar-benar khawatir dengan perempuan yang ada di hadapannya itu. Perbuatan Mark sungguh sinting.

"Tapi...."

"Mau buka sendiri atau gue bukain?" potong Geo memberikan pilihan yang tidak bisa dipilih oleh Naira. Ia beranjak dari duduknya kemudian memegang kedua sisi pinggul Naira bersiap melepaskan celana yang Naira kenakan.

"Kak!" seru Naira menahan tangan Geo.

"Kenapa hmm?" Geo memajukan wajahnya sehingga wajah mereka berdekatan. Mengapa Geo selalu membuat jantung Naira berdebar tidak karuan.

"Gue malu! Masa buka celana di depan lu." Akhirnya perasaan Naira terucap.

"Nai lu lupa? gue 'kan pernah lihat lu telanjang." Naira terbelalak, apa harus Geo mengatakan kejadian yang memalukan itu. Naira membuang muka agar Geo tidak melihat pipinya yang seketika memerah.

"Iya si, tapi..."

Geo tidak lagi bisa menahan rasa sabarnya. Naira begitu banyak beralasan. Ia segera menurunkan celana Naira. Mata Naira melebar tak percaya melihat keagresifan Geo yang benar-benar melakukan perkatannya.

Naira pegang erat tangan Geo lalu menepisnya. "Yaudah iya gue buka," sambar Naira mendorong Geo pelan.

"Sana ngadap belakang," sambung Naira yang langsung dituruti oleh Geo. Padahal untuk apa Geo menghadap belakang toh ia akan melihat Naira tidak pakai celana juga.

"Sudah belum?"

"Bentar sakit ni," jawab Naira bersusah payah melepaskan celananya di bagian luka paha kiri.

"Sudah Kak," kata Naira semenit kemudian. Geo berbalik dengan mata yang tertutup.

"Gue boleh lihat ni ya?" tanya Geo ragu-ragu.

"Iya. Tadi disuruh buka celana cepat-cepat sekarang malah tutup mata." Naira menggerutu, bibirnya mengerucut maju.

Geo membuka mata perlahan. Refleks ia menelan ludah melihat pemandangan yang sangat menggiurkan. Pemandangan itu sukses membuat tenggorokan kering. Wajah Naira makin merah, ia tutupi bagian pangkal paha dengan tangan.

Kemudian Geo jongkok lagi di samping luka Naira. Reflek ia menahan nafas dan berpura-pura biasa saja melihat Naira yang padahal telah membuat dirinya berdesir. Ia tidak munafik. Geo masih laki-laki normal. Seketika badan Geo mendadak gerah. Ia bersihkan luka Naira dengan lap basah. Namun Geo tidak bisa fokus, tangannya malah gemetaran.

"Kayanya gue nggak bisa nih kaya gini," batin Geo berkata. Ia tidak bisa menahan hasratnya. Geo beranjak lalu mencari sesuatu di lemari. Sedangkan Naira kebingungan melihat sikap Geo yang tampak gelisah.

"Mending tutupin pakai ini deh," ucap Geo sambil meraih selimut tipis di kasurnya. Ia tidak bisa menahan gejolak aneh di hatinya. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Positif!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang