33. Ada apa dengan Kavi?

1K 52 1
                                    

Janhan lupa vote dan komen

***

Jalan yang dilalui Naira sangat gelap. Jalanan itu hanya mengandalkan penerangan dari lampu jalan yang remang-remang. Sepanjang jalan Naira tidak menemukan siapapun. Ia terus berlari sambil sesekali menengok ke belakang memastikan Kavi tidak mengikutinya. Perasaannya campur aduk sekarang, antara takut dan khawatir. Apakah yang ia lakukan sudah benar? Meninggalkan Kavi tergeletak disana. Namun di sisi lain Naira juga takut jika Kavi mengejarnya.

Atap kosannya mulai terlihat, tinggal beberapa rumah lagi ia akan merasa aman. Saat ia membuka pagar kosan ada kelegaan tersendiri di hatinya. Kakinya mulai terasa lemas tak bisa berpura-pura kuat lagi. Naira jalan tertatih-tatih menuju kamarnya.

"Mark?" lirih Naira mendapati Mark sudah duduk di pinggir ranjang sambil melipat tangan di dada. Wajah Mark menyiratkan kemarahan, matanya begitu mengintimidasi.

"Kamu habis darimana...."

"Mark tolongin aku." Naira berlari memeluk Mark dengan sisa energi yang ia miliki.

Hati Mark melunak, melihat Naira yang rapuh seperti itu. Mark membalas pelukan Naira dan mengusap punggung lembut, berusaha menenangkannya. Perasaan amarahnya karena Naira tidak ada kabar hilang seketika. Perasaan itu berubah menjadi rasa khawatir.

"Kenapa? Kamu enggak apa-apa 'kan?" tanya Mark tak tahu harus berkata apa lagi selain menanyakan kabar perempuan yang ia cintai itu.

"Kavi...."

Rahang Mark langsung mengeras. Mendengar namanya saja Mark langsung paham apa yang terjadi dengan Naira. Kavi si cowok sialan itu memang tidak tahu diuntung. Padahal kemarin Mark telah memberikannya sejumlah uang banyak agar ia tidak bertindak sendirian.

"Dia ngapain lagi?" Mark penasaran. Naira melepaskan pelukannya. Matanya yang berair bertemu dengan Mata Mark.

"Tadi dia tunjukkin semua foto aku dulu di laptopnya, terus...."

Tak disadari tangan Mark mengepal, ingin sekali ia lepaskan menonjok Kavi hingga mati.

"Pas pulang aku terpaksa bareng sama dia dan dia jatuh dari tangga gedung parkir A. Aku nggak tahu harus gimana, Kavi kelihatan lagi sakit dan aku nggak bisa nolongin dia, aku takut. Tapi sekarang aku malah takut Kavi kenapa-napa. Kalau dia mati disana gimana?" Perkataan Naira terdengar begitu dramatis. Namun ia tidak mengada-mengada apa yang ia rasakan. Kepala Naira memang berpikir seperti itu. Ia membayangkan jika besok pagi Kavi masih berada di tempat parkir dengan keadaan tergeletak pasti Naira yang akan disalahkan. Naira merasa telah melakukan pembunuhan.

Sedangkan Mark merasa hal itu bukanlah hal yang perlu di khawatirkan. Paling-paling Kavi sedang sakau sebab tidak meminum obat-obatan yang waktu itu Mark temukan banyak di kosan Kavi.

"Tenang Naira.Paling dia cuman akting biar kamu kasihan. Untung aja kamu nggak nolongin dia."

"Enggak Mark dia nggak akting. Badannya kerasa panas dan dia beneran sakit."

Mark menghela nafas pendek lalu memegang kedua bahu Naira. "Sudah nggak usah dipikirin mending sekarang kamu tidur aja, capek 'kan habis ladenin cowok gila itu."

"Enggak bisa, aku nggak bisa kaya gini. Kamu mau temenin aku ngelihat keadaan Kavi?" tanya Naira dengan mata melebar.

"Aku takut Kavi beneran mati kalau dia mati pasti aku yang jadi tersangka karena terakhir jalan sama dia, iya 'kan?"

"Waktu dia jatuh kamu lihat ada luka atau darah yang keluar?"

Naira menggeleng perlahan.

"Yaudah kalau begitu aman. Kamu nggak salah. Kavi sudah gede paling dia baik-baik aja sekarang. Lagian dia tahu yang salah."

Positif!Where stories live. Discover now