32. Semuanya abu abu

1K 43 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen

Selamat Membaca

****

Ruang kecil berukuran 3x3 cm terasa sumpek karena di penuhi tujuh orang anggota BEM bisnis digital yang Sore itu masih seru bercakap-cakap. Mereka tidak mau pulang cepat-cepat padahal sudah tidak ada kegiatan kampus. Dinginnya pendingin ruangan tidak lagi terasa sebab banyaknya karbon dioksida yang mengudara disana.

Disana juga ada Mery dan Naira yang asik merumpi bersama kakak tingkat. Sebenarnya mereka berdua memang sedang menunggu ketua ospek untuk membicarakan tugas acara yang harus direvisi. Begitulah suasana kekeluargan di BEM, mereka bercampur membicarakan apapun tanpa mengenal mana junior dan senior. Kecuali jika sedang acara, mereka harus profesional dan mengerti bagaiman caranya bersikap kepada senior. Kalau sehari-hari mereka santai saja.

Di tengah-tengah renyahnya suara ketawa yang mengisi ruangan. Tiba-tiba dua bayangan berdiri di depan pintu sekre yang sengaja dibuka, menghentikan suara bahagia mereka pelan-pelan. Semu orang melirik ke pintu mendapati Jery yang dibelakangnya ada Kavi.

"Shit! Kenapa dia datang?" batin Naira berkata. Ia tidak tahu sama sekali jika Kavi akan rapat bersamanya. Jika Naira tahu pasti Naira segera pergi darisana. Kini tidak ada kesempatan untuk kabur. Mau tidak mau, Naira harus siap.

"Mantep banget pada gibah. Pada balik sana gue pengen rapat sama anak acara." Jery mengusir secara kasar sambil cengengesan. Mau tidak mau semua orang yang tidak berkepentingan mengalah dan memilih pergi.

"Nyewa kosan dong buat sekre bikin basecamp BEM," celetuk pria berpakaian kaos oblong dibalut PDH BEM yang sudah lusuh karena sering dipakai. Ia memakai sepatu tepat di depan pintu.

"Pake duit siapa Bambang?!" sambar Jery sambil memukul kepala belakang si pria yang berbicara asal. Padahal nama lelaki itu bukanlah Bambang.

"Duit kas BEM lah," jawabnya menampakkan wajah tanpa dosa.

"Dih lu aja nggak pernah bayar kas. Jangan 'kan uang kas deh DAP acara aja nggak pernah bayar!" cerca perempuan berkerudung biru dongker, bendahara BEM.

Semua orang disana tertawa mendengar curahan hati si Bendahara. Naira pun masih mengembang senyum sampai saat Kavi menerobos masuk lalu duduk di samping Naira.

Beberapa menit kemudian satu persatu anak BEM pergi ntah kemana. Tersisa Kavi yang duduk tepat di samping kanan Naira, Mery duduk bersandar di hadapan Naira dan Jery yang duduk tepat di bawah pendingin ruangan.

Naira terlihat sangat tegang, ia sudah bergeser agar berjarak dengan Kavi berkali-kali namun Kavi malah ikut bergeser. Mery dan Jery tidak peka dengan wajah Naira yang sudah memucat mengeluarkan keringat dingin saking takutnya.

"Berarti ini ditambahin ya Kak?" sambar Mery tiba-tiba bertanya kepada Kavi sambil mendekatkan laptopnya yang memunculkan tampilan juklak ospek.

Kavi mengangguk lembut. "Jangan lupa di bagian sini pakai nama-nama penanggung jawab setiap divisi biar di hari-H kerja semua."

"Lu nggak ngapa-ngapain?" Kavi bertanya kepada Naira yang pura-pura sibuk dengan ponselnya.

Naira menengok sekilas, tak menatap mata buasnya. Kemudian menggeleng perlahan."Enggak bawa laptop. Saya tunggu Mery aja" balas Naira santai sambil beranjak hendak duduk ke samping Mery. Tapi sebelum Naira melangkah, Kavi menahannya dengan menggenggam tanpa permisi lengan Naira.

Sontak Naira terkejut dan langsung menepis tangan Kavi kencang. Jery dan Mery yang tadinya fokus kepada laptop masing-masing, berhenti sejenak dan melihat sekilas ke arah mereka untuk memastikan semua baik baik saja. Naira hanya bisa tertunduk sambil tersenyum seolah olah berkata tidak ada hal penting yang terjadi.

Positif!Where stories live. Discover now