27. Dibalik Kemunculan Kavi

1.6K 66 8
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen

Aku bakal banyak up hari ini...

***

"Lepasin!" Kaki Naira menendang-nendang agar tangan Kavi terlepas dari kakinya.

Kavi menikmati keadaan Naira yang memprihatinkan. Ia tetap mencengkram kuat kaki Naira kemudian menariknya sehingga Naira terjatuh di lantai.

"Please lepasin gue," ucap Naira tidak berdaya.

"Jangan nangis dong, aku nggak ada niat jahat kok." Kavi mengusap pipi Naira lembut.

Naira mencoba memberanikan diri untuk menatap Kavi. Sorot mata Kavi sangat menjijikan. Ntah tenaga darimana Naira berhasil mendorong Kavi setelah itu menginjak kemaluannya. Kavi meringis kesakitan sambil memegangi juniornya yang terasa ingin meledak.

"BANGSAT!" Kavi hilang kendali, wajahnya memerah. Ia bersiap mengejar Naira yang tengah berlari keluar kamar.

Naira sudah berhasil membuka pintu namun saat ia ingin menutup pintu kamar, kaki Kavi mengganjal pintu itu. Naira menarik-narik pintu itu agar kaki Kavi kesakitan dan tidak lagi mengganjal pintu. Tapi Kavi tidak terlihat merasakan apa-apa. Ia malah tersenyum sambil memegang pintu dan menariknya hingga menciptakan celah yang besar.

"Kamu mau kabur Ra dari aku? nggak akan bisa!"

Naira sekuat tenaga mempertahankan pintu itu agar tetap tertutup.

"Lihat gara-gara kamu dia jadi bangun. Sekarang kamu harus tanggung jawab," sambar Kavi menunjuk tengah celananya yang menonjol dari luar.

Naira bergidik ngeri, bulu kuduknya merinding. Kavi dengan agresif, membuka resleting jeansnya dan menunjukkan juniornya ke celah pintu.

"Dia mau dipegang sama kamu lagi Ra." Kavi melenguh panjang sambil menggesekkan tangannya di luar celana dalam, ia memikirkan betapa gilanya jika tangan Naira yang menyentuh juniornya.

"MARK TOLONG!!" teriak Naira ketakutan. Ia berharap Mark datang.

***

Ditempat lain, kamar tepat di atas kamar hotel Naira.

Lantunan musik klasik menggema melalui pemutar piringan tua. Disampingnya ada kursi panjang yang Mark duduki sambil melonjorkan kakinya. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Ia senyum-senyum sendiri membayangkan Kavi yang mungkin sedang melakukan aksinya. Pasti Naira sangat ketakutan sambil menangis-nangis. Membayangkan wajahnya membuat ia tertawa kecil.

"Coba aja tadi lu nggak nyebut nama Geo gue nggak mungkin undang Kavi ke kamar lu Ra," gumam Mark dengan posisi santai dan rileks.

"Coba gue bisa lihat muka lu langsung Ra, mungkin lebih seru" Mark bermonolog, mengambil ponselnya dan mengatur alarm dua puluh menit dari sekarang. Kemudian ia letakkan ponsel itu di meja samping dan tangannya beralih mengambil penutup mata. Ia memakai penutup mata itu, bersantai diiringi musik Mozart Serenade in B flat, K.361 "Gran partita".

"Sampai kapan pun lu akan tetap jadi Nairanya gue Ra," ujar Mark tersenyum licik.

Beberapa hari lalu saat Mark mengetahui kebohongan Naira tentang Geo, rasa cinta Mark berubah menjadi amarah. Api cemburu membutakan mata dan hatinya. Ia sakit hati dengan Naira yang tidak tahu terima kasih sekaligus ia tidak rela Naira semakin dekat dengan Geo. Diam-diam Mark mengajak Kavi untuk membangkitkan trauma Naira.

**

Beberapa hari lalu, hari dimana Mark tahu Naira tinggal satu kosan bersama Geo.

Malam itu hujan cuaca sangat dingin namun Mark merasa panas. Cangkir kopi di depannya tidak disentuh sama sekali. Ia hanya membelinya untuk formalitas saja agar dibolehkan duduk, menunggu seseorang di cafe pinggir jalan dekat kampus.

Positif!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang