Kepergian Rendy

3.2K 20 1
                                    

Setelah pernikahan selesai, Rasta ke kamar yang telah disiapkan untuk malam pertama bersama Rendy.

Rasta melepas aksesoris yang berada di tubuhnya, lalu berganti pakaian untuk menarik perhatian Rendy.

Setelah berganti pakaian, Rasta kembali duduk di depan meja rias dan menghapus riasan di wajah.

Rasta menatap ke arah pintu, menantikan kedatangan Rendy. Meskipun pernikahan mereka dilakukan secara terpaksa tapi sepertinya Rendy tidak mungkin melewatkan malam pertamanya.

“Ke mana Tuan Rendy? Kenapa belum datang juga?” gumam Rasta.

Rasta gelisah karena waktu terus berjalan dan Rasta setia menunggu Rendy yang tidak kunjung datang.

Ceklek!
Pintu terbuka, tampak Rendy yang muncul dari balik pintu. Rendy berdiri di ambang pintu lalu berjalan masuk ke kamar. Rendy mengunci pintu dan melangkah mendekati Rasta.

“Kamu kenapa?” tanya Rasta aneh melihat tingkah Rendy.

“Mau itu ....” Rendy berkata seraya tersenyum seringai, tangannya menunjuk ke gumpalan lemak yang tertutup di balik helaian baju.

Rasta menelan saliva, dugaannya benar. Rendy tidak mungkin melewatkan malam pertama meskipun dia membencinya.

Rendy berdiri di samping Rasta, lalu menggenggam tangan Rasta dan membawanya menuju ranjang yang dihias oleh mawar merah.

“Kamu cantik tapi sayang, kamu udah punya anak. Andai kamu bukan janda pasti aku beneran cinta sama kamu,” ungkap Rendy.

Rendy tersenyum-senyum sendiri, kemudian Rendy mendekati wajahnya dengan Rasta hingga berjarak sejengkal saja. Rasta mencium aroma alkohol dari mulut Rendy dan dapat dipastikan bahwa pria yang berada di hadapannya sedang mabuk berat.

“Jadi kamu mabuk?” tanya Rasta.

Rendy tidak menjawab. Tanpa aba-aba, Rendy mengecup bibir Rasta, lalu mengelucuti pakaian Rasta hingga tidak tersisa sehelai pun. Setelah itu, Rendy mendorong Rasta hingga terjatuh ke kasur, kemudian Rendy membuka kancing kemeja dan melemparnya ke sembarang arah.

“Let's go baby, kita buat anak 100.” Rendy berada di atas Rasta dan langsung memulai permainan, sedangkan Rasta tidak bisa melawan. Ia pasrah dan menikmati permainan liar Rendy secara perlahan.

***

Cahaya matahari menusuk mata Rasta membuat Ibu anak satu itu membuka mata. Rasta menatap sekitar, mencari keberadaan Rendy yang tidak ada di kamar.

“Ke mana berondong itu? Kenapa dia menghilang tiba-tiba?” gumam Rasta.

Rasta beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar, ia ingin membersihkan diri sebelum kembali bekerja sebagai pembantu di kediaman keluarga Yokohama.

Rasta hendak memutar gagang pintu. Namun tiba-tiba pintu terbuka dan Rendy berdiri tepat di hadapan Rasta. Namun, Rendy berjalan melewati Rasta tanpa melirik sedikitpun.

Sedangkan Rasta tersenyum seraya menatap Rendy yang berjalan menjauh darinya. Ia terpesona oleh ketampanan Rendy yang semakin bertambah kala rambutnya basah dan handuk terlilit di pinggang.

“Lupakan yang terjadi semalam. Kemarin gue mabuk jadi gue enggak sengaja minta jatah gue sama lu!” ketus Rendy seolah mengetahui isi pikiran Rasta.

“Iya,” jawab Rasta.

Rasta masuk ke kamar mandi, lalu menutup pintu. Sedangkan Rendy bergegas memakai pakaiannya, kemudian menyisir rambut.

“Gue enggak mungkin di tinggal di sini, bisa-bisa gila gue gara-gara si janda itu.”

Rendy mengemas barang-barangnya dan memasukkan ke sebuah koper. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan terlihat seorang gadis kecil berdiri di ambang pintu sembari memeluk boneka beruang.

“Ibu mana?” tanyanya seraya berjalan menghampiri Rendy.

“Lagi mandi,” jawab Rendy ketus.

“Ayah mau ke mana?” Ayaka bertanya lagi.

“Ayah? Lo pikir gue bapak lo!” seru Rendy tidak terima Ayaka memanggilnya Ayah.

“Tapi kata Grandma, kamu itu Ayah baru Aya jadi Aya harus sopan sama kamu.” Ayaka menjawab dengan wajah polos.

“Eh bocil, lo denger baik-baik. Gue nikah sama ibu lo karena terpaksa jadi jangan harap gue mau jadi bapak lo!” tegas Rendy.

Rendy menyeret koper dan berjalan menuju keluar. Namun tiba-tiba Rasta keluar dan menghalangi Rendy yang hendak pergi.

“Kamu mau ke mana, Mas?” Rasta berani membuka suara.

“Pergi,” jawab Rendy.

“Bagaimana dengan pernikahan kita?” tanya Rasta lagi.

“Terserah lo. Intinya gue enggak pernah anggap lo sebagai istri!” tegas Rendy.

Rendy mendorong Rasta hingga terjatuh ke lantai. Setelah itu, Rendy berjalan dan pergi meninggalkan Rasta yang meratapi kepergiannya. Rasta tidak bisa berbuat apapun karena derajatnya berbeda jauh, bagaimanapun Rendy adalah pewaris tunggal keluarga kaya raya. Sedangkan ia hanya seorang pembantu.

“Ibu enggak papa?” tanya Ayaka menghampiri Rasta yang terduduk di lantai.

“Iya, Ibu enggak papa.” Rasta mencoba tersenyum supaya Ayaka tidak mengetahui kepedihan hatinya.

“Ayah jahat! Kenapa dia tinggalin Ibu?” tanya Ayaka dengan bibir yang mengerucut.

“Jangan ngomong gitu sayang. Nanti kalau didengar sama Grandma, kita diusir.” Rasta menasihati Ayaka sembari mengelus puncak kepalanya, sedangkan Ayaka hanya diam dan menatap Rasta dengan wajah kecewa.

“Padahal aku mau ajak Ayah main boneka bareng,” tutur Ayaka.

Ayaka menunduk sedih, sedangkan Rasta iba melihat putrinya. Sejak lahir Ayaka tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah karena Bayu enggan peduli dengan buah hati mereka, bahkan saat Ayaka masih berada dalam kandungan, Bayu memaksa Rasta untuk menggugurkannya karena dia tidak mau menjadi seorang Ayah.

“Kenapa hidup kami selalu seperti ini, Tuhan? Jika engkau ingin memberikan hukuman, cukup aku saja yang merasakannya. Biarkan putriku bahagia. Dia tidak pantas menerima karma yang telah aku lakukan,” batin Rasta.

Terjebak Gairah Ayah TiriWhere stories live. Discover now