Kejahatan Rendy

1.7K 11 0
                                    

Ayaka sampai di depan rumahnya. Ia membuka kunci, lalu masuk ke dalam rumah. Setelah itu, Ayaka kembali menutup pintu dan masuk ke kamar.

Ayaka membuka seragam dan mengganti pakaiannya dengan kaos biasa. Tiba-tiba ponsel berdering, menandakan telepon masuk.

Ayaka mengambil ponsel, lalu menjawab telepon dari Ibunya.

“Halo, ada apa, Ibu?” tanya Ayaka.

“Kamu di mana?” Ibu bertanya balik.

“Di rumah,” jawab Ayaka.

“Cepat ke rumah Grandma. Ada yang mau Ibu bicarakan,” ungkap Rasta.

“Ibu pasti mau rujuk sama Ayah Rendy, kan?” tanya Ayaka seolah sudah mengetahui isi pikiran Ibunya.

“Iya. Kamu setuju, kan?” tanya Rasta.

“Sekali pun aku enggak setuju, Ibu akan tetap rujuk dengan dia, kan? Jadi terserah Ibu saja,” jawab Ayaka.

“Ya sudah, kamu ke sini ya? Temani Ibu di rumah,” pinta Rasta.

“Enggak, aku males tinggal satu rumah sama cowok mesum kayak Rendy bajingan!” tolak Ayaka tegas.

“Jangan bilang gitu! Bagaimana pun dia itu Ayahmu,” ujar Rasta.

“Ayah tiri maksudnya,” jawab Ayaka.

Tanpa berbicara lagi, Ayaka langsung memutuskan panggilan tersebut. Ia meletakkan ponsel dan membanting tubuhnya ke kasur. Ia capek dengan kegiatan sekolah dan sekarang masalahnya kembali bertambah karena kedatangan Rendy.

***

Rasta menghela napas, ia bingung dengan perubahan sikap Ayaka. Tidak seperti biasanya Ayaka melawan dirinya. Ayaka adalah anak yang baik dan tidak pernah nakal, ia sangat patuh juga sayang dengan orang tuanya. Bahkan dia sering datang ke lapas untuk menjenguk Bayu yang sedang ditahan di penjara. Namun, Ayaka sangat benci dengan Rendy yang berstatus sebagai Ayah tirinya.

“Kamu kenapa?” tanya Rendy sambil mendekati Rasta.

“Enggak papa,” jawab Rasta.

“Hmm, di mana Ayaka? Kenapa dia belum datang?” tanya Rendy.

“Katanya dia lagi kerjain tugas kelompok jadi enggak bisa datang,” jawab Rasta bohong.

“Kayaknya Ayaka mau menghindar dariku,” batin Rendy.

Rendy terdiam dan menatap Rasta dengan wajah dingin. Rasta mengerutkan alis, bingung dengan sikap Rendy yang tiba-tiba diam.

“Kamu kenapa?” tanya Rasta sambil memegang tangan Rendy.

“Aku aneh aja, kayaknya anakmu menghindar dariku.” Jawaban Rendy membuat Rasta terdiam. Ia merasa tidak enak dengan sikap Ayaka.

“Maaf, Ayaka memang enggak setuju saya rujuk dengan Tuan.” Rasta berkata jujur, ia menatap Rendy dan menunduk sedih.

“Enggak papa. Namanya juga remaja, dia pasti kecewa sama saya.” Rendy mengusap rambut Rasta sambil mengukir senyuman palsu.

***

Keesokan harinya.
Rendy terbangun, ia beranjak dari kasur dan melangkah keluar kamar. Rendy menuruni anak tangga, lalu masuk ke kamar yang dipakai untuk mengecek CCTV di rumah.

“Kalo enggak bisa dapetin Ayaka dengan cara baik berarti gue harus main cara kasar,” batin Rendy.

Rendy duduk menghadap komputer, lalu mematikan CCTV supaya tidak meninggalkan jejak rekaman.

Rendy keluar dari ruangan dan berjalan menuju dapur. Ia berdiri di balik tembok ketika melihat Bi Ijah tengah membuat secangkir teh.

“Itu teh buat siapa, Bi?” tanya Ina—pembantu lain di rumah Yokohama.

“Buat Rasta,” jawab Bi Ijah.

“Ngapain bikinin dia teh? Emangnya dia siapa? Dia cuman pembantu yang beruntung karena dinikahi Tuan Rendy,” tutur Ina mencemooh Rasta.

“Kamu jangan bilang gitu, nanti kalau ada yang denger gimana? Bisa dipecat kamu,” sahut Bi Ijah.

Ina menghela napas, aura kesal terpancar dari wajahnya. Sedangkan Bi Ijah masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Ina sendiri.

“Dasar pembantu gak tau malu!” seru Ina, kemudian menendang tong sampah yang berada di dekatnya.

Ina berjalan meninggalkan dapur. Setelah melihat Ina pergi, Rendy masuk ke dapur dan menuangkan sebuah serbuk ke dalam teh yang akan diberikan kepada Rasta.

Rendy mengaduk teh itu, lalu pergi meninggalkan dapur. Rendy bergegas menuju pekarangan rumah dan pergi menggunakan mobilnya.

Beberapa saat kemudian, Bi Ijah keluar dari kamar mandi. Dia mengambil nampan, lalu meletakkan teh dan camilan di nampan tersebut.

Bi Ijah berjalan menaiki anak tangga, menuju kamar Rasta yang berada di lantai tiga. Sesampainya di depan kamar Rasta, ia mengetuk pintu.

“Permisi, Nyonya.” Bi Ijah memanggil Rasta yang sedang berbaring di tempat tidurnya.

Rasta beranjak dari kasur, lalu membuka pintu kamarnya.

“Ada apa, Bi?” tanya Rasta.

“Bibi bawain teh dan camilan,” jawabnya sambil tersenyum hangat.

“Oh, makasih ya.”

Rasta mengambil nampan dan kembali ke dalam kamarnya. Ia meletakkan nampan itu atas meja, kemudian duduk di kursi untuk menikmati hidangan tersebut.

Rasta memakan camilan, kemudian meminum teh yang telah disiapkan.

“Kok rasanya aneh ya?” batin Rasta.

Rasta merasa lidahnya pahit dan tiba-tiba lehernya seperti tercekik. Rasta memegang lehernya.

Uhuk, uhuk.
Rasta batuk, berusaha menghilangkan rasa sakit di tenggorokannya.

“Tolong ...” katanya lirih.

Ia ingin berteriak, tetapi suaranya tidak mampu terdengar. Tiba-tiba jantungnya sesak dan pandangannya kabur perlahan. Ia tidak bisa bernapas dan tergeletak di lantai.




Terjebak Gairah Ayah TiriWhere stories live. Discover now