Unboxing Kedua

1.8K 6 0
                                    

Malam hari pun tiba.
Ayaka dan Rendy sudah selesai melakukan acara resepsi. Mereka kembali ke kamar dan berbaring di kasur yang penuh bunga mawar.

“Sayang,” panggil Rendy dengan suara manja.

“Kenapa?” tanya Ayaka.

“Ayo, kita malam pertama. Aku kangen menjelajah tubuhnya kamu,” ajak Rendy sambil tersenyum genit.

“Hmmm, aku ke kamar mandi dulu.”

Ayaka beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi, lalu Ayaka masuk dan menutupnya.

Rendy menunggu Ayaka di luar. Kejantanannya semakin gelisah karena Ayaka tidak kunjung keluar. Beberapa menit kemudian, Ayaka keluar dan menatap Rendy yang tengah mondar-mandir depan pintu.

“Kamu udah?” tanya Rendy penuh antusias.

Rendy berlari mendekati Ayaka, lalu menggendongnya menuju kasur. Rendy meletakkan Ayaka di atas kasur dan bergegas membuka piyama yang menutup tubuhnya.

Rendy mendorong Ayaka, lalu  mengisap benda kecil berwarna coklat yang ada di dada. Rendy meremas aset bagian kiri, lalu menurunkan rabaan tangan sesuatu yang ada di dalam celana Ayaka.

Ayaka berusaha menahan keganasan Rendy yang mulai memainkan aset bawah miliknya. Namun, Rendy menyumpal bibir Ayaka menggunakan tangan kanannya.

“Jangan berontak, sayang. Kalau berontak justru sakit,” bisik Rendy.

Rendy mengecup leher Ayaka dengan bertubi-tubi, lalu Rendy berdiri dan menurunkan pakaian yang menutupi aset bagian bawah Ayaka.

Rendy mengangkat kaki Ayaka, lalu mulai permainannya. Ayaka memilih pssrah dan meremas seprei kasurnya. Sesekali dia menyerukan nama Rendy dengan nada lirih.

***

Keesokan harinya.
Rendy tertidur di samping Ayaka sambil memeluk Ayaka.

Tok, Tok, Tok.
Bi Ijah mengetuk pintu kamar Rendy yang masih terkunci sambil memanggil Ayaka dan Rendy. Namun, tidak ada jawaban.

“Gimana, Bi? Ayaka dan Rendy sudah bangun?” tanya Lisa yang muncul dari anak tangga.

“Belum, Nyonya. Sepertinya mereka baru tidur,” jawab Bi Ijah.

“Ya sudah, biarkan saja. Namanya juga malam pertama pasti mereka lelah habis bikin cucu buat saya,” ucap Lisa sambil tersenyum seringai.

Lisa kembali turun ke lantai satu bersama Bi Ijah yang mengikutinya.

Di dalam kamar, Ayaka merasa pegal bercampur nyeri. Ayaka membuka mata dan menatap ke langit-langit dengan pandangan buram.

“Apa yang terjadi?” tanya Ayaka.

Ayaka hendak bangun. Namun, tangan Rendy melingkar dengan sempurna di perut kecilnya.

Ayaka meraih tangan Rendy dan hendak menaruhnya kasur. Namun, tiba-tiba Rendy membuka mata dan menatap Ayaka sambil tersenyum.

“Kamu mau ke mana?” tanya Rendy.

“Mau bersih-bersih,” jawab Ayaka.

“Ikut!” seru Rendy.

Sontak Rendy membuka matanya lebar. Dia beranjak dari kasur dan menggendong Ayaka memasuki kamar mandi.

Rendy meletakkan Ayaka di bathtub, kemudian Rendy membantu Ayaka membersihkan tubuhnya dan sesekali memainkan aset milik Ayaka lagi.

Setelah selesai, Ayaka dan Rendy keluar kamar mandi. Ayaka melepaskan handuk yang melilit di dadanya, lalu mengambil pakaian yang tersusun dalam lemari.

“Makasih ya, sayang. Kamu sudah kasih semuanya ke aku,” kata Rendy.

“Sekalipun aku enggak kasih, kamu akan tetap maksa memintanya. Jadi mau enggak mau deh,” sahut Ayaka.

Ayaka menyisir rambutnya, lalu berjalan menuju pintu kamar.

“Kamu mau ke mana?” tanya Rendy.

“Ke bawah. Aku lapar,” jawab Ayaka. Kemudian pergi meninggalkan Rendy.

“Tunggu!” seru Rendy.

Rendy berlari menyusul Ayaka yang sudah menuruni anak tangga. Sesampainya di lantai bawah, Ayaka langsung masuk ke dapur untuk mengambil makanan.

“Selamat pagi, Ayaka.” Lisa menyapa Ayaka dengan senyuman ramah, sedangkan Ayaka membalas senyuman Lisa dengan tersipu malu.

“Eh, menantu udah bangun. Gimana malam pertamanya?” tanya Yokohama saat ada di dapur.

Ayaka tidak menjawab, pipinya semakin merah merona gara-gara gurauan Yokohama yang kini berstatus sebagai Ayah mertuanya.

“Kok Ayaka doang yang ditanya? Rendy didiemin aja,” kata Rendy sambil memonyongkan bibir.

“Kamu udah tua jadi enggak perlu ditanya lagi,” jawab Yokohama.

“Papa jahat! Nanti Papa enggak Rendy kasih cucu!” ancam Rendy.

“Ya sudah, semua warisan kamu jatuh ke tangan Ayaka.” Yokohama enggan mengambil pusing.

“Sudah-sudah! Ayaka pasti lapar, kan? Mending kita sarapan dulu yuk. Baru debatnya dilanjutkan nanti,” tutur Lisa melerai keributan.

Rendy dan Ayaka duduk bersebelahan, Ayaka mengambil piring dan meletakkan dua centong nasi ke piring. Kemudian Ayaka memberi piring yang sudah berisi nasi dan lauk pada Rendy.

“Kamu enggak usah repot-repot. Biarkan saja dia ambil makanan sendiri,” ujar Lisa.

“Enggak papa kok. Lagian tugas istri memang melayani suaminya,” sahut Ayaka sambil tersenyum.

Ayaka kembali mengambil makanan untuknya, lalu Ayaka menyantap makanan tersebut dengan lahap.

“Oh iya, Papa sudah belikan tiket pesawat ke Jepang untuk kalian.” Yokohama memecah keheningan.

“Buat apa?” tanya Rendy.

“Buat kalian bulan madu. Ayaka harus melihat keindahan Jepang yang menjadi tempat kelahiran suaminya,” jawab Yokohama.

“Terus kerjaan aku gimana? Aku harus meeting dengan beberapa pemimpin perusahaan,” ungkap Rendy.

“Biar Papa yang urus. Pokoknya setelah pulang dari Jepang, Ayaka harus sudah hamil! Papa dan Mama mau secepatnya gendong bayi!” seru Yokohama dengan tegas.

Rendy mengangguk. Ia tidak bisa membantah Papanya karena Papa adalah pemegang saham terbesar dalam perusahaannya. Meskipun perusahaan itu atas namanya tapi tanpa topangan dana dari Papanya, Rendy tidak bisa sekaya sekarang.

Terjebak Gairah Ayah TiriWhere stories live. Discover now