Cinta Atau Obsesi?

1.4K 10 0
                                    

Ayaka duduk di depan jenazah Ibunya. Ia mencoba menahan air mata yang mendesak keluar. Ayaka membacakan surah Yasin untuk Ibunya bersama keluarga Yokohama juga para tetangga yang datang.

“Non yang sabar ya. Nyonya sudah tenang di surga,” ujar Bi Ijah memberikan semangat untuk Ayaka.

Ayaka mengangguk, bibirnya tidak sanggup berkata apapun. Selain membaca surah Yasin untuk Ibunya. Ia tidak menyangka akan kehilangan orang yang paling dia cinta, pintu surganya kini sudah pergi.

“Aya jangan sedih. Aya masih punya nenek,” kata Lisa.

Lisa mendekap Ayaka, lalu mengusap puncak rambutnya. Ayaka mengembuskan napas berat, dan fokus memandang jenazah Ibunya.

“Jenazah mau dimakamkan kapan?” tanya seseorang pada Lisa.

“Besok saja, Pak. Sekarang udah malam, pamali kuburin jenazah malam-malam,” jawab Lisa.

Pria yang berstatus sebagai Pak RT pun mengangguk. Mereka kembali mengajikan surah Yasin untuk Rasta. Ayaka termenung, ia teringat dengan kesalahannya yang sempat selisih paham karena Rendy. Tiba-tiba air mata menetes dan membasahi pipinya. Dadanya sesak dan lidahnya kelu. Ia menarik napas, lalu mengembuskan napasnya berat.

“Maafin Aya, Ibu. Aya durhaka, Aya sempet kesal sama Ibu gara-gara Ibu mau rujuk sama si bajingan itu.” Ayaka berkata sambil memeluk jenazah Ibunya. Ucapan Ayaka membuat para warga melirik Rendy yang duduk di sebelah Yokohama. Wajah Rendy tidak menampilkan kesedihan, dan para warga pun berbisik membicarakan sikap Rendy.

Rendy menyadari jika dirinya menjadi pusat perbincangan. Namun, Rendy tetap tenang dan justru mengukir senyuman. Ia sama sekali tidak takut kejahatannya terungkap karena ia sudah menyabotase kamera CCTV dan sudah menyiapkan orang untuk dijadikan kambing hitam.

Keesokan harinya.
Para warga berbondong-bondong mengangkat keranda yang berisi jenazah Rasta untuk dimakamkan. Mereka berjalan menuju tempat pemakaman umum yang terletak tidak jauh dari kediaman Yokohama.

Ayaka mengiringi pemakaman Ibunya sambil membawa bunga dan air khusus untuk menyiram kuburan. Sepanjang perjalanan, Ayaka hanya diam dan didampingi oleh Lisa dan Bi Ijah di samping kanan dan kirinya.

Sesampainya di depan liang lahat, warga pun menurunkan keranda lalu membukanya. Mereka mengangkat jenazah Rasta, kemudian memberikannya kepada warga lain yang turun ke dalam liang lahat.

Ayaka melihat proses pemakaman. Matanya tidak henti mengeluarkan air hingga matanya pun bengkak, bahkan ia kesulitan bernapas karena hidungnya tersumbat.

“Non, istighfar non. Jangan bengong di kuburan,” kata Bi Ijah sambil mengusap punggung Ayaka.

Ayaka tidak menyahut. Kepalanya terasa berputar dan pandangannya perlahan kabur. Tiba-tiba Ayaka terjatuh dan tidak sadarkan diri.

“Bangun non!” teriak Bi Ijah mengejutkan semua orang.

“Ayaka bangun, Nak.” Lisa menepuk pipi Ayaka. Namun tidak ada respons. Suhu badannya panas, tetapi matanya masih mengeluarkan air.

“Ayo, kita bawa Ayaka pulang.”

Rendy menggendong Ayaka, lalu berjalan meninggalkan kuburan Rasta. Semua orang menjadikan Rendy sebagai pusat perhatian, mereka kembali bingung dengan sikap Rendy yang lebih peduli dengan Ayaka. Seharusnya Rendy ikut menguburkan Rasta karena berstatus sebagai suaminya, tapi dia justru meninggalkan pemakaman demi membawa Ayaka pulang.

“Anak itu memalukan,” batin Yokohama. Ia menyadari anaknya menjadi bahan pembicaraan warga karena sikapnya yang sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.

***

Rendy membaringkan Ayaka di tempat tidur. Ia menempelkan tangannya ke kening Ayaka dan merasakan tubuh Ayaka yang panas.

Rendy beranjak, dan berlari menuruni anak tangga. Ia mengambil kain dan air dingin, lalu Rendy kembali ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya.

Rendy duduk di sebelah Ayaka. Ia memeras kain yang sudah basah, lalu meletakkannya di kening Ayaka.

Rendy memandang wajah Ayaka. Ia kasihan melihat kondisi Ayaka yang seperti ini, tapi satu sisi—dia tidak memiliki pilihan lain karena hanya cara ini yang kemungkinan bisa membuatnya mendapatkan Ayaka.

“Maafin gue ... Gue cuman mau lo jadi milik gue karena lo satu-satunya cewek yang mirip sama Natasya,” ungkap Rendy dengan suara pelan.

Rendy menghela napas. Ia menggenggam kuat tangan Ayaka. Tiba-tiba tangan Ayaka bergerak dan perlahan Ayaka membuka matanya.

“Lo ngapain di sini? Terus kenapa gue bisa ada di rumah?” tanya Ayaka dengan wajah bingung.

“Lo pingsan, makanya gue bawa pulang. Masih untung gue tolongi,” jawab Rendy.

“Ha? Terus gimana jenazah Ibu? Ibu hidup lagi?” tanya Ayaka.

“Lo pikir ini sinetron? Ibu lo udah dikubur,” jawab Rendy.

“Terus Grandma sama Bi Ijah mana?” Ayaka kembali bertanya, ia panik setelah menyadari hanya berdua dengan Rendy di kamar.

“Mereka belum pulang,” sahut Rendy dengan nada santai.

“Apa? Lo jangan dekat-dekat sama gue!” seru Ayaka.

Spontan Ayaka bangun dan menutup tubuhnya dengan selimut. Ia menggeser posisinya hingga berada cukup jauh dari Rendy.

“Tenang aja kali, gue enggak mungkin rusak perempuan yang gue cinta.” Rendy mengukir senyuman, tetapi Ayaka menatapnya dengan tajam. Ia tidak percaya dengan ucapan Rendy karena Rendy pernah hampir melecehkan dirinya.

“Bohong! Lagi pula, lo enggak cinta sama gue! Lo itu cuman terobsesi buat dapetin gue dan perasaan lo enggak tulus ke gue,” tutur Ayaka.

“Terserah mau ngomong apa. Yang penting gue akan tetap perjuangin perasaan gue ke lo,” sahut Rendy.

Rendy beranjak dari kasur, ia melangkah dan keluar dari kamar. Ayaka memandang Rendy yang perlahan menghilang dari pandangannya, tetapi ia mendengar langkah Rendy menuruni tangga.

Terjebak Gairah Ayah TiriWhere stories live. Discover now