Rindu

340 3 0
                                    

Ayaka duduk di samping Rendy, menikmati makanan yang berada di meja makan. Begitu banyak tamu undangan yang datang memeriahkan pesta ulang tahun Ayaka. Namun, Ayaka tidak melihat Rehan di sana.

"Kamu hubungi teman-teman SMA aku gimana caranya? Kok bisa mereka datang semua?" tanya Ayaka sambil menatap Rendy.

"Aku hubungi kepala sekolah dan minta dia mendata seluruh jumlah murid yang satu angkatan denganmu," jawab Rendy.

"Oh ..."

Ayaka diam, ia masih memikirkan Rehan yang tidak ada. Sejak dulu Rehan tidak pernah melewatkan hari ulang tahunnya dan Rehan menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Dia tahu hubungan mereka memang sudah kandas tapi seharusnya mereka masih bisa jadi sahabat.

"Kamu kenapa? Kayak lagi mikirin utang negara," tanya Rendy membuyarkan lamunan Ayaka.

"Kamu mengundang semuanya, kan?" tanya Ayaka memastikan.

"Hmm, kamu pasti mencari Rehan ya?" tanya Rendy seolah baca isi pikiran Ayaka.

Ayaka mengangguk kecil. "Kamu enggak undang dia ya?" tanya Ayaka.

"Undang tapi mungkin dia yang enggak mau datang," jawab Rendy.

Rendy menyeruput kopi dan menatap Ayaka dengan wajah datar, Ayaka kembali diam dan memalingkan tatapannya ke arah lain. Ayaka tidak bisa sembunyikan perasaannya yang masih sering terbayang dengan wajah dan kenangan Rehan.

***

Rehan berada di kamar, ia tengah bermain gitar menyanyikan lagu kesukaannya bersama Ayaka. Otaknya selalu memikirkan Ayaka apalagi hari ini adalah ulang tahunnya tapi dia enggan datang karena tidak mau berkelahi dengan Rendy.

"Sarapan dulu, Han. Kamu belum makan dari kemarin malam," ucap Bunda yang berdiri di depan kamar.

Rehan melirik Bunda, lalu kembali fokus memetik senar gitar. Dia menghayati setiap lirik yang dia nyanyikan dan berimajinasi Ayaka ada di sampingnya.

"Kamu kenapa sih? Semenjak putus dari Ayaka jadi kehilangan semangat hidup," ungkap Bunda dengan nada sewot.

Bunda mendekati Rehan, lalu duduk di pinggir ranjang. Rehan mengabaikan ocehan Bunda yang menyalahkan Ayaka atas perubahan sikapnya.

"Bunda curiga sama Ayaka. Jangan-jangan dia yang bunuh Ibunya? Buktinya setelah Ibunya meninggal, dia pacaran sama Ayah Tirinya." Bunda mengungkapkan pendapat. Seketika Rehan berhenti memetik senar gitar. Rehan menatap Bunda dengan wajah kesal.

"Ayaka bukan perempuan seperti itu! Bunda boleh benci dia tapi jangan tuduh dia sebagai pembunuh, apalagi pembunuh Ibu kandungnya sendiri. Bunda enggak tahu seberapa kehilangannya dia ketika Ibunya meninggal," ujar Rehan.

"Kamu tuh aneh! Kamu selalu bela dia dan kekeuh cinta sama dia padahal dia lukai hati kamu," ucap Bunda.

"Bunda tahu apa tentang cinta? Bunda sama Ayah aja dijodohin," sahut Rehan.

Rehan meletakkan gitar, lalu beranjak dari kasur. Rehan berjalan keluar kamar, meninggalkan Bundanya yang masih duduk di kasur kamar.

Rehan menuruni anak tangga dan tiba di lantai satu. Dia bergegas menuju mobil yang terparkir di pekarangan rumah.

"Selamat pagi," sapa Raina yang berdiri depan mobil Rehan.

"Ngapain lo?" tanya Rehan.

"Mau ketemu calon suami," jawabnya.

"Minggir!" usir Rehan.

Rehan menarik lengan Raina dan menyingkirkannya dari mobil, lalu Rehan masuk dan duduk di kursi pengemudi. Tiba-tiba pintu kiri terbuka, Raina masuk dan duduk di samping Rehan.

"Turun!" titah Rehan.

"Enggak mau," tolak Raina.

"Terserah lo," ucap Rehan.

Rehan menjalankan mobil dan pergi dari rumahnya. Dia terpaksa membawa Raina karena malas berdebat. Tenaganya akan dia simpan untuk berdebat di rumah Yokohama.

"Kita mau ke mana?" tanya Raina.

"Ke rumah Ayaka," jawab Rehan.

"Ngapain? Nanti kamu ribut loh sama Rendy," ucap Raina.

"Gue mau kasih kado ke Ayaka," jawab Rehan.

"Daripada kasih ke Ayaka, mending kasih ke gue. Lebih bermanfaat," ucap Raina.

"Lo enggak pantas dikasih hadiah," ucap Rehan sambil memasang wajah ketus.

Raina diam, ia sudah biasa mendengar ucapan nyelekit dari mulut Rehan.

Terjebak Gairah Ayah TiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang