Rasta Keracunan

1.3K 10 0
                                    

Ayaka keluar dari kamar mandi, ia merapikan pakaian karena mau melihat kondisi Ibunya di kediaman keluarga Yokohama.

Ayaka sengaja tidak memberitahu Ibunya karena ia ingin memberikan kejutan karena hari ini adalah hari ulangtahun Ibunya dan dia sudah menyiapkan kado yang spesial.

Ayaka keluar dari rumah, lalu mengunci rapat pintunya. Setelah itu Ayaka berjalan menuju jalan raya dan naik angkutan umum yang searah dengan kediaman Yokohama.

“Kiri, Bang!” seru Ayaka.

Ayaka turun, lalu memberikan ongkos kepada sopirnya. Ayaka melangkah memasuki toko kue dan membeli satu kue utuh serta roti kesukaan Ibunya.

Setelah membayar, Ayaka kembali keluar dan menaiki angkot dengan jurusan sama. Setelah hampir satu jam menempuh perjalanan akhirnya, Ayaka tiba di depan gerbang kediaman keluarga Yokohama.

Ayaka membuka pintu gerbang dan berjalan menuju pintu utama. Ia memencet bel dan tidak lama pintu terbuka, menampakkan Bi Ijah yang melontarkan senyum padanya.

“Eh Nona Aya, silakan masuk.” Ucapan Bi Ijah begitu ramah, Ayaka membalasnya dengan senyuman dan masuk ke dalam.

“Di mana Ibu?” tanya Ayaka.

“Ibu ada di kamar,” jawab Bi Ijah.

Tanpa basa-basi Ayaka langsung menaiki anak tangga yang menuju lantai dua. Sesampainya di lantai dua, Ayaka berjalan menuju kamar Ibunya yang terbuka lebar.

“Kok tumben kamar ibu terbuka lebar?” batin Ayaka.

Ayaka melangkah memasuki kamar Rasta. Firasatnya tidak enak, seperti ada sesuatu yang terjadi pada Ibunya.

Ketika masuk ke dalam kamar, Ayaka mencari keberadaan Ibunya dan menyusuri kamar yang cukup luas. Tiba-tiba langkahnya terhenti—tidak jauh dari meja bundar yang penuh dengan minum dan camilan.

“Ibu!” Ayaka berteriak. Jantungnya hampir copot saat melihat Ibunya terkapar di lantai.

“Bangun, Ibu!” Ayaka berlari menghampiri Ibunya, kemudian memangku kepala Rasta di pahanya.

“Bu, Ibu!” Ayaka memanggil Rasta sambil menepuk-nepuk pipinya. Tiba-tiba busa keluar dari mulut Rasta dan suhu tubuhnya menjadi dingin.

“Tolong!” Ayaka berteriak, memanggil siapa pun yang berada di sana.

“Ada apa, Aya?” tanya Lisa saat berada di kamar Rasta.

“Ibu pingsan,” jawab Ayaka.

“Kok bisa?” tanya Lisa lagi.

“Aku juga enggak tahu,” jawab Ayaka.

Tanpa basa-basi, Yokohama langsung menggendong Rasta dan membawanya keluar kamar. Yokohama berlari menuruni anak tangga, sedangkan Ayaka dan Lisa mengikutinya dari belakang.

Yokohama berjalan menuju mobil, lalu masuk ke mobil dan bergegas menancapkan pegas mobilnya.

Mereka melaju menuju rumah sakit terdekat, Lisa berusaha menghubungi Rendy untuk memberikan kabar mengenai kondisi Rasta.

“Halo, Ren ... Kamu di mana?” tanya Lisa di balik telepon.

“Di rumah temen,” jawab Rendy.

“Rasta pingsan. Cepat kamu susul kami ke rumah sakit Setia Medika,” ungkap Lisa.

Lisa memutuskan panggilan telepon. Ia kembali fokus menjaga Rasta, busa yang keluar dari mulutnya semakin banyak dan Ayaka berusaha mengelapnya menggunakan tisu.

Sesampainya di rumah sakit, keluarga Yokohama membawa Rasta masuk ke dalam rumah sakit. Rasta berbaring di brankar dorong, lalu perawat mendorong brankas menuju ICU.

“Harap tunggu di luar,” ujar perawat.

Perawat masuk ke dalam, lalu menutup ruang ICU. Ayaka berjalan mondar-mandir, hatinya gundah memikirkan kondisi Ibunya.

“Tolong, selamatkan Ibu. Aku cuman punya Ibu,” batin Ayaka.

“Duduk, Nak. Ibumu pasti selamat,” tutur Lisa mencoba menenangkan Ayaka.

Ayaka menghela napas, kemudian duduk di samping Lisa. Ayaka menggigit jari-jemarinya untuk menghilangkan kegundahan hati.

“Gimana kondisi Rasta?” tanya Rendy sambil berlari mendekati mereka.

Ayaka memalingkan pandangannya, menatap Rendy secara intens dari ujung kepala hingga kaki.

“Rasta masih di periksa,” tutur Lisa.

“Sebenarnya apa yang terjadi sama Rasta?” tanya Rendy, wajahnya terlihat sedih. Tapi kesedihan Rendy membuat Ayaka merasa curiga.

“Anda suaminya, kan? Kenapa Anda tinggalin dia sendirian? Di mana tanggung jawab Anda sebagai suami?” tanya Ayaka.

“Saya bertemu rekan bisnis saya untuk membicarakan bisnis yang akan kami lakukan,” jawab Rendy.

“Bohong! Pasti Anda adalah dalang di balik ini semua!” tegas Ayaka.

“Apa maksudmu? Kamu menyalahkan saya?” tanya Rendy.

“Dasar picik! Lo pikir gue bodoh? Lo pasti sengaja racunin Ibu gue karena mau nikah sama cewek lain,” ungkap Ayaka dengan tersulut emosi.

“Saya enggak sejahat itu. Meskipun saya enggak cinta sama Ibumu tapi saya coba untuk mencintai dia,” tutur Rendy dengan lembut.

Ayaka menatap tajam Rendy, sedangkan Rendy menghela napas dan menunjukkan wajah datar.

Tiba-tiba ruang ICU terbuka. Muncul seorang dokter yang berjalan mendekati Ayaka dan keluarga.

“Gimana kondisi Ibu saya?” tanya Ayaka.

“Pasien mengalami keracunan dan racun sudah menyebar ke seluruh tubuhnya,” jawab dokter. Wajahnya menunjukkan ekspresi sedih.

“Apa? Terus Ibu saya gimana?” Ayaka kembali bertanya, air mata menetes membasahi pipinya.

“Pasien tidak selamat,” jawab dokter.

Tubuh Ayaka bergetar, ia terjatuh dan duduk di lantai. Air mata mengalir semakin deras dan lidahnya kelu sehingga tidak bisa berkata apapun.

Terjebak Gairah Ayah TiriWhere stories live. Discover now