Bagian 21. INSIDEN DAN GOLONGAN DARAH YANG LANGKA

1.6K 354 58
                                    

Saya kalau sakit tidak bayar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saya kalau sakit tidak bayar. Apa-apa nebeng suami. Salah satu yang membuat saya bersyukur. Tetap bersyukur walaupun sakit itu ya tidak enak. Sore ini mudah-mudahan saya bisa pulang lalu rajin terapi lutut saya.

Menjadi bagian yang ketika sakit dimudahkan jalannya, saya lalu patah hati. Kenapa Arrasid tidak bisa? Alhamdulillah bisa tapi tidak semua obat dan tindakan medis dicover oleh bpjs. Terus terang saja tidak mengerti istilah-istilah medis, tapi kalau sedang sehat saya usahakan ke rumah sakit ketemu bapak atau siapapun wali yang menunggui Arrasid ini. Saya pastikan memang tagihannya sekian. Dan sejauh ini mereka tidak ada yang ditutup-tutupi.

Kalian memang tidak mengenal ananda Arrasid. Tapi banyak yang mau direpotkan melalui saya. Tolong tetap bantu Arrasid ya. Tadi saya membaca tagihan untuk tindakan medis 1,3 juta, saya bacanya 130rb rupiah. Padahal dah bahagia loh kok sedikit 😂 Ternyata, sakit lutut membuat mata saya agak-agak 😂

Bantu ya teman-teman [ BCA 6281263649 a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Mudah-mudahan Allah mudahkan hajat kalian semua. Terlaksana niat baik teman-teman dan yang paling penting adalah diberikan kesehatan. Aamiin allahuma aamiin.

*

"Tidak apa-apa. Memangnya ibu aneh?"

Gempar mengekor ibunya yang mondar mandir menyiapkan makan malam. Dia yang sejak tadi berbicara dengan suara pelan, melangkah panjang ke pintu dapur dan melongok ke koridor. Gempar lalu kembali menghampiri ibunya setelah yakin kalau tidak ada pergerakan dari ruang tengah dan binatu. Suara televisi terdengar jelas dari depan.

"Gempar bawa ke hotel saja..."

"...heh? Hotel? Mau kamu apakan gadis itu?"

Gempar tertegun. Dia linglung dan mencoba mencerna perkataan ibunya. ”Ibuuuu...haduuh...tolong lah ibu...”

”Ibu kenapa? Ibu sampai sini karena ibu khawatir sama kamu Le. Masuk angin itu tidak ada di sini.”

”Heh?”

Gempar kembali ke pintu dan melongok keluar. Dan kembali lagi pada ibunya yang sedang mengiris sayuran.

”Lagi pula ibu kangen sama kamu.”

Habis perkara. Begitulah kira-kira pembicaraan itu harus berakhir sekarang.

”Tapi Brielle itu terlalu cantik Le buatmu. Kalau dia jalan di samping kamu, di Yogya, pasti langsung jadi pusat perhatian. Duh...baru kali ini ibu merasa kalah cantik...hahaha...”

Kesunyian ditingkahi suara kompor yang mendesis kembali terusik. Perbincangan kembali dibuka dengan topik tidak masuk akal. Gempar bahkan sampai menautkan alisnya dalam dan meyakini satu hal bahwa ibunya benar-benar bersemangat tentang Brielle.

Setelah berhasil mencerna semuanya, kaki Gempar tertekuk dan dia bersimpuh pasrah di lantai dapur. ”Aduh Bu...Gempar tidak ada apa-apa Bu sama dia. Dia masih anak-anak...ibu mikirnya terlalu jauh.” Gempar menunduk dan mengeluarkan napas terengah. Dia ingin sekali kesal tapi tidak bisa. Sebagai hasilnya adalah bahunya yang lunglai dan dia benar-benar menunduk seperti seseorang yang memohon ampun pada ibunya karena telah melakukan kesalahan.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now