Bagian 57. HADIAH MAHAL DAN BISIK-BISIK

1.2K 332 44
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismillahirrahmanirrahim.

Bismillah paling kencang yang saya ucapkan pagi ini hingga membuat mertua saya yang sedang berkunjung ke rumah mencari-cari saya di kamar saya dan bertanya ada apa?

Teman-teman, saya berdoa sangat banyak untuk kalian agar jangan pernah sekalipun mengalami perjalanan hidup seperti saya. Pagi-pagi sudah dikagetkan dengan pemberitahuan bahwa ada obat mahal yang harus ditebus hari ini. Padahal, saya ingin diam sejenak dan fokus memantau anak-anak asuh saya yang sedang perjalanan ke Yogya.

Tolong bantu saya teman-teman menggenapkan sisa tunggakan tagihan Arrasid. Ini akan menjadi narasi pembukaan yang membosankan untuk kalian, tapi sungguh, saya sudah bingung tidak karuan.

Tolong tetap bantu kami di [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Selamat membaca teman-teman. Silahkan komen di bab ini untuk saya double update. Karena kalau tidak diingatkan saya akan lupa seperti kemarin. Masalahnya saya adalah salah satu penduduk bumi paling rempong setiap harinya.

*

”Pastikan kamu istirahat, Dian Agni. Kalau perlu kamu harus menyingkir dari rumah ini.”

”Mas...”

”...kamu bisa membantah Banyu Biru. Tapi tidak aku. Ilman...Le...bawa Bulik kamu ke rumah ibumu.”

”Dalem, Pak.”

Ruang keluarga seketika sunyi senyap. Terlihat Ilman beranjak dan menghampiri bulik nya. Pria itu mengulurkan tangan dan tersenyum. ”Paklik banyak yang harus diurus bulik, jadi bulik dengan ibu dulu ya.”

”Aaah...bapakmu itu terlalu berlebihan.” Dian Agni menyambut uluran tangan Ilman dan berdiri dengan susah payah. Dan dia terhuyung membuat kakak laki-lakinya ikut berdiri dengan wajah khawatir. ”Aku tidak apa-apa, Mas. Baiklah. Aku akan istirahat sebentar dengan Mbak Nisa. Tolong...siapa yang akan mengurus katering...”

Deheman Farel Muhammad lah yang akhirnya membuat Dian Agni berhenti berbicara dan menurut ketika Ilman memapah nya keluar.

”Titip Ibu Mas.”

Sosok Michiko yang masuk ke ruang keluarga dengan secangkir teh untuk Pakdenya, mencium tangan ibunya lembut. ”Istirahat to Bu. Kiko khawatir banget loh ini. Mas...”

”Iya. Jangan khawatir.”

Wajah Michiko berangsur menyiratkan kelegaan. Dia menunggu hingga ibu dan Mas nya keluar dan berjalan di sepanjang koridor sebelum dia menghampiri Pakde nya dan mengulurkan teh yang mengepul.

”Terima kasih, Nduk.”

"Sama-sama, Pakde. Maaf Pakde, apa kita akan menunggu saja?”

”Iya. Kita tunggu saja bagaimana bapak kamu mengatur semuanya. Semua orang juga sudah bersiap. Bagaimana dengan Brielle.”

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now