Bagian 55. SELIDIK

1K 312 40
                                    

Bismilah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismilah.

Ya Allah. Tidak ingin bercerita apapun saya pada kalian.

Hanya bisa berharap agar ada dari kalian semua teman-teman Wattpad mau membantu saya melunasi tunggakan pengobatan Arrasid. Saya sudah buntu dan orang tuanya sudah menyerah.

Topang saya teman-teman untuk mempertahankan nyawa Arrasid. Bantu saya di [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Serius. Kematian menjadi sangat menakutkan sekarang karena tunggakan yang terhitung sebagai tunggakan sebesar 27.800.000.

Bantu saya teman-teman 😭

*

”Bagi kita, itu seperti membaca sebuah buku berkali-kali. Itu artinya kita membaca hal yang sama hingga kita menghafalnya. Langkah Dian Hanifah itu, sudah terbaca oleh kita. Olehku kalau olehmu tidak, Dian Agni.”

Dian Agni, yang sedang melipat lap-lap kecil, menghentikan gerakannya namun segera memulai lagi kegiatannya itu. Dia hanya tertawa pelan ketika mendengar nada sarkas yang keluar dari mulut ibu tirinya barusan.

”Kalau boleh, serahkan saja semua padaku dan aku akan mengusir Dian Hanifah dan orang tuanya dari rumah ini.”

”Kita ini manusia. Dan Gempar melakukan kesalahan di masa lalu. Mana bisa kita bersikap seperti itu, Bu.”

”Kesalahan yang diacungkan dengan jari telunjuk tepat di depan muka Gempar oleh Dian Hanifah. Dia tidak memberi kita kesempatan untuk bicara.”

”Mereka benar adanya pernah saling jatuh cinta. Setidaknya kita harus menghargai bagian itu, Bu.”

”Kalau memang gadis itu menemukan kebaikan bersama Gempar yang bisa mengubah hidupnya, kenapa dia diam saja ketika bapaknya memaksakan perjodohan dengan dokter Arkan? Apa dia berpikir cucuku Gempar tidak terlalu berharga untuk diperjuangkan?”

”Entah situasinya seperti itu atau tidak, tapi kita tahu bagaimana mereka berdua mencoba move on.”

”Dia perempuan dewasa yang sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Secara hukum dia sudah bisa mempertanggungjawabkan semua dan dia diam saja? Huum? Lalu sekarang bersikap sebagai korban.”

”Mungkin dia memang korban.”

”Jangan setiap saat menjadi orang baik, Dian Agni.”

”Lalu aku harus seperti apa, Bu? Huum?”

”Bersikap baik hanya berlaku padaku.”

Terdengar lagi tawa Dian Agni. Tawanya tertahan.

”Yakin lah. Karena tidak semua manusia memiliki nalar seperti aku. Tidak semua orang sekuat aku. Tidak semua orang bisa melewati proses menjadi manusia lebih baik seperti aku.”

”Bagian itu aku percaya, Bu. Kalau kau gagal, kita tidak akan berbicara di sini sepanjang waktu sebagai ibu dan anak.”

Keheningan segera menyergap setelah Dian Agni selesai berbicara.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now