Bagian 22. SETERU

1.3K 353 55
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismillahirrahmanirrahim.

Teman-teman, doakan saya ya. Yang terbaik saja. Saya sedang mengkondisikan semua agar tidak kacau. Pokoknya mohon doanya karena ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang untuk saya. Doakan saya segera sembuh dan dapat beraktivitas kembali.

Dan saya tetap meminta bantuan kalian semua untuk pengobatan berkelanjutan Ananda Arrasid ya. Biarpun sedikit, akan sangat membantu karena biayanya benar-benar beyond imagination. Mereka sanggup bertahan seperti sekarang saja sudah alhamdulilah banget. Tolong bersamai mereka kalau kalian berkeluangan rejeki. Semoga Allah mudahkan dan balas dengan seluas-luasnya rejeki yang barokah.

[ BCA 6281263649 a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Terima kasih banyak dan selamat membaca ♥️

*

"Cukup Nenek dan Kakek tidak mengatakan apapun pada pemuda itu."

"Apakah dia tidak curiga kenapa kau mengajaknya kemari?"

"Itu bagianku menjelaskan padanya. Aku pulang sekarang atau dia akan curiga."

"Kau tidak ingin menemui ibumu Brielle?"

Brielle membetulkan tasnya dan menekuni sepatu. Gadis itu tidak mengangguk atau menggeleng. Dia terlihat lebih memilih menekuni suasana ruang VVIP yang sunyi dan penuh dengan privasi.

"Bri...sampai kapan, Sayang? Huum?"

"Seperti yang kakek bilang, terlalu mengerikan memiliki keluarga yang sempurna tanpa gejolak apapun, Nenek. Dan aku membuatnya tidak mengerikan dengan gejolak kecil."

Brielle mendongak dan tersenyum ke arah neneknya.

"Aku pergi dulu, Nenek."

"Bri...kau mau pergi ke mana?"

"Bekerja. Aku harus hidup kan?"

Brielle berbalik dan melangkah di sepanjang koridor menuju lift. Dia tidak menoleh lagi ke arah neneknya dan memasuki lift itu sesaat kemudian diikuti oleh Gempar yang merunduk pada Nyonya Amelia di kejauhan.

Perjalanan turun yang panjang dengan kebisuan yang menyergap. Brielle memegangi erat tali tas dan mendongak menatap angka yang bergulir di atasnya. Gempar yang memasukkan kedua tangan di saku celananya, mendongak lalu menunduk lagi sambil menghela napas pelan.

"Kenapa Mas memintaku ke sana?"

"Tidak ada. Hanya saja, memang seharusnya seorang anak melakukannya bukan?"

"Benar. Walaupun aku tidak ingin, aku paling dibutuhkan di situasi seperti ini."

"Kenapa?"

"Kami memiliki golongan darah yang sangat langka." Brielle tertawa sumbang dan dari tawanya Gempar justru mengetahui keseriusan kata-kata gadis itu dan akhirnya bis menyimpulkan bahwa bukan kali ini saja Brielle harus berada dalam situasi seperti itu. "Aku akan menceritakannya nanti, Mas. Sekarang waktunya kita bekerja."

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now