Bagian 23. SEMUA YANG MENJADI SEDIKIT MASUK AKAL

1.3K 328 34
                                    

Biasanya, kalau sedang banyak yang dipikirkan, saya produktif menulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Biasanya, kalau sedang banyak yang dipikirkan, saya produktif menulis. Saya tipe orang yang senang menantang diri berpikir cepat dalam tekanan.

Lain hal nya kalau badan sedang ambyar seperti ini. Rasanya seperti minum teh manis panas tapi tidak bisa berkeringat sama sekali. Dan sudahlah, jadi buntu semuanya.

Satu hal yang saya syukuri adalah memiliki suami yang sesabar itu dengan kelakuan saya yang random kalau sedang sakit.

Saya masih harus bolak-balik bagian ortopedi entah untuk berapa lama. Mudah-mudahan bisa cepat. Saya minta doanya ya.

Saya inginnya sudah cukup mengurus diri sendiri dulu, jangan memikirkan hal lain. Tapi Arrasid tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Tolong bantu ya teman-teman. Sementara saya hanya bisa meng update saja biaya kamar nya dan belum bisa membantu banyak.

Silahkan donasi bila berkeluangan rejeki ya teman-teman [ BCA 6281263649 a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Terima kasih banyak dan selamat membaca ♥️

*

”Saya pergi mandi dulu, Bu.”

”Iya. Mandi lalu makan lah.”

”Baik, Bu.”

Brielle berjalan masuk rumah diiringi tatapan ibu Agni yang duduk di ruang tengah. Dan gadis itu baru saja mencium tangan wanita itu dalam. Sesuatu yang dilakukannya dengan sangat luwes. Seperti sebuah perumpamaan, seseorang memiliki kemungkinan besar untuk gagal mendengarkan, namun seseorang hanya memiliki kemungkinan kecil untuk gagal mencontoh. Itulah yang terlihat pada akhirnya. Brielle bagaikan anak-anak yang mungkin tidak akan memahami sesuatu yang baru hanya dengan mendengar saja. Tapi, gadis itu jelas tidak gagal untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh Gempar dan Andi.

Dian Agni Pangestika menatap putranya dan termenung. Entah apa rahasia yang menyertai situasi itu, tapi dia meyakini satu hal, bahwa setiap pertemuan selalu memiliki makna.

”Bu...”

”...huum? Ada apa?”

”Ibu bisa tidak memundurkan jadwal pulang ke Indonesia?”

"Kenapa memangnya? Apa ada masalah?”

Gempar nampak ragu untuk mengutarakan apa yang dia pikirkan. Bahkan sampai ibunya mengecilkan volume televisi dan Andi duduk dengan wajah keheranan, pemuda itu hanya menunjuk ke arah koridor menuju tangga rumah.

”Cerita saja, Le. Pasti ada yang sangat penting. Kenapa dengan gadis itu?”

Gempar menurunkan tangannya dan duduk di samping ibunya. Pemuda itu menarik napas panjang dan mengusap wajahnya. "Brielle terjebak di situasi yang membuat nyawanya dalam bahaya, Bu.”

Apa yang diharapkan oleh Gempar pada akhirnya? Dia tentu saja tidak akan melihat kepanikan atau wajah kaget seorang Raden Ayu Dian Agni Pangestika. Wanita itu nampak sangat tenang dan hanya menghela napas pelan. Tentu saja akan seperti itu. Balada hidup yang dahsyat pernah mengisi hari-hari wanita itu. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa dia tidak akan kaget mendengar apa yang dikatakan oleh putranya.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now