Bagian 28. DUNIA YANG ASING

1.3K 348 48
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bismillahirrahmanirrahim.

Semoga Mbak Atun Wasilatun membaca pesan ini. Mbak, kami sudah buntu untuk deposit pengobatan Arrasid. Sementara tindakan itu harus dilakukan juga mau tidak mau. Jatuhnya itu akan menjadi tunggakan yang harus dibayar. Mbak, semoga dirimu masih mau membantu karena kami belum bisa menutup deposit itu sama sekali. Lima ratus juta lebih itu hitungannya Mas Banyu Biru dan Mbak Agni, Mbak. Ternyata hitungan saya tidak sanggup mencapai level itu. Tolong bantu kami ya Mbak. Kami akan mengingatnya sepanjang perjalanan hidup kami. Terutama saya. Semoga namamu tidak pernah lepas dari setiap doa saya. Sehat-sehat Mbak. Semoga hajat apapun yang sedang kau tuju, dikabulkan Allah. Semoga dirimu selalu sehat. Aamiin allahuma aamiin.

Teman-teman, bantu doa ya. Tolong jangan sampai harus ke luar negeri untuk pengobatan lanjutan ini. Dan bila ada yang berkeluangan rejeki silahkan membantu melalui :

[ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Terima kasih teman-teman dan selamat membaca ♥️

*

Bukan Gempar kalau menanggapi segala sesuatu dengan berapi-api. Pemuda itu dan ketenangannya tidak bisa diragukan lagi.

”Gempar tanya Allah dulu, Bu. Karena berjalan kalau titiannya beda pasti susah.”

Terdengar helaan napas maklum ibunya. Juga Andi yang sejak tadi terdiam. Pemuda itu seperti tidak sanggup membayangkan seandainya dirinya yang berada di posisi Mas nya.

”Bertanyalah pada Allah. Tapi ibu tidak perlu bertanya padamu kan?”

Gempar yang duduk merapat pada ibunya bagaikan anak kecil membisu. Lalu mendelik pada Andi yang tiba-tiba berdeham. Mereka membisu. Membeku di tempat masing-masing dengan suara televisi yang menyala pelan. Dan bergerak bersamaan ketika melihat kelebat Brielle di koridor. Gadis itu berjalan ke dapur dengan menengadahkan kepalanya.

Gempar menegakkan tubuhnya dan beranjak mengikuti ibunya. Mereka berjalan cepat ke dapur diikuti Andi yang menabrak pintu.

Terhenti di pintu dapur dan melihat Brielle yang dibawa duduk oleh ibu mereka, Gempar dan Andi menatap mereka heran.

”Kenapa Bu?”

”Mimisan. Buang ingus terlalu kencang katanya.” Suara ibu mereka beradu dengan keran air dan kompor yang menyala.

Semua suara itu akhirnya berganti dengan helaan napas Gempar yang mengunci Brielle dengan pandangan matanya. Hidung gadis itu memerah parah dan matanya segera menciut ketika berhasil mengartikan tatapan Gempar. Gadis itu jelas merasa bahwa Gempar menilainya telah melakukan kebodohan yang tidak perlu.

”Tapi Mas...hidungku gatal sekali. Jangan menatapku seperti itu. Bu...”

Gempar segera merubah air mukanya dan tersenyum ketika ibunya yang sibuk membuat air jahe menoleh menatapnya. Dia beringsut dan berjalan menjauh dari pintu. Andi yang berdiri di belakangnya kembali terdorong dan mereka segera terlihat menyusuri koridor kembali ke ruang tengah.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang