Bagian 60. BERBAGI RAHASIA

1.2K 338 31
                                    

Bismillah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismillah. Saya masih sanggup membayangkan tiba-tiba ada yang membantu menutup tunggakan biaya pengobatan Arrasid. Walaupun sekedar membayangkan, itu sangat berat untuk saya sekarang. Karena bisa jadi saya akan merasa kecewa di penghujung hari.

Masih 24.000.000 lagi dan itu nominal yang sangat banyak sekarang di saat tidak ada lagi yang bisa saya jual sekarang. Yang saya punya hanya keyakinan bahwa semua akan beres suatu hari nanti. Aamiin.

Saya sedang berusaha berdamai dengan keadaan walaupun ketika akan tidur saya pasti berpikir apakah adil bisa tidur nyenyak sementara Arrasid masih sakit? Ketika makan, apakah adil saya makan sementara Arrasid kesulitan untuk makan? Ketika saya membeli kerudung, saya berpikir, apakah pantas? Apakah tidak sebaiknya uangnya untuk tambahan biaya kamar? Saya menangisi 74rb untuk 3 potong kerudung sementara self reward itu tidak ada salahnya.

Tolong teman-teman bantu kami [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Selamat membaca teman-teman. Mudah-mudahan besok bisa double update kalau tidak sibuk di sekolah.

Besok, semoga hari kalian semua menyenangkan ♥️

*


Bumi tidak basah. Langit pun tidak menurunkan hujan. Payung hitam mengembang semata karena panas yang di luar nalar. Hari itu, mungkin dalam sejarah, Yogyakarta begitu panas.

Brielle mengusap lengannya dan menerima sapu tangan dari Gempar. Pria itu memegangi payung untuk memastikannya tetap teduh.

Prosesi pemakaman memakan waktu yang lebih lama karena dua jenazah dikubur bersamaan. Dan sebuah insiden kecil terjadi saat beberapa bagian tanah longsor kembali dan penggali kubur harus menaikkan nya lagi. Gempar tidak ikut turun ke liang lahat seperti yang dilakukannya pada dokter Arkan. Dan itu menyita perhatian Dian Hanifah yang menatapnya dengan pandangan kesal.

Ucapan duka cita diterima dengan wajah datar. Tidak ada senyuman apalagi tangisan. Kalau orang lain, mungkin mereka akan pingsan dengan dua kehilangan sekaligus seperti itu. Namun Dian berbeda. Dia nampak sangat tegar. Setidaknya, itu yang dilihat oleh orang-orang. Tidak banyak yang hadir pada prosesi pemakaman itu. Sebuah peristiwa yang pada akhirnya akan cepat dilupakan.

"Mau minum?"

Brielle mengangguk dan Gempar berjalan ke bagasi untuk mengambil sebotol air mineral. Dia kembali dan mengulurkannya pada Brielle. Mereka kini tertahan menunggu bapak dan ibu mereka yang masih berada di makam.

"Aduh ya Allah...tidak kuat Mas. Apa sering seperti ini?"

Gempar yang menahan pintu tersenyum dan membiarkan saja Brielle memeluk pinggangnya erat.

"Tidak. Tapi hari ini memang lebih panas dari biasanya."

Brielle meniupkan udara dari mulutnya dan menatap kejauhan. Papanya dan kedua calon mertuanya berjalan menjauh dari makam. Menyisakan sosok Dian Hanifah yang terpaku menatap dua gundukan tanah dengan taburan kembang di depannya.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now