Somewhere - 2

2K 280 61
                                    

DI HADAPAN NOVA dan bergeming adalah Masou yang duduk sambil menopang dagu. Sarung tangan putih menutupi tangannya yang ramping. Matanya yang hitam mengamati Nova dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gadis itu tidak berani mengangkat wajahnya untuk balas menatap. Pria asing yang memandu jalan berdiri di belakang sang raksaka, membuka tudung jaketnya dan menunjukkan wajahnya yang tidak bisa Nova anggap sebagai seorang rupawan.

Rambut hitamnya cepak, kulitnya pucat, dan wajahnya dipenuhi dengan tindik. Memang beberapa kali gadis itu pernah melihat pantulan cahaya, tetapi ia tidak menduga bahwa tindiknya akan ada sebanyak itu: tiga buah di atas alis sebelah kanan dan jumlah yang sama di alis sebelah kiri; dua buah di pangkal hidungnya, di bawah bibir, di dekat mata juga di telinga yang mungkin lebih dari lima.

Bergidik, Nova tak bisa membayangkan rasa sakit ketika dia melubangi wajahnya. Gadis itu melirik Raka yang masih tak sadarkan diri. Pemuda itu diletakkan di kursi tak jauh darinya. Cyrus memapah Raka ketika ia pingsan dan posisinya duduk kini tampak bisa jatuh kapanpun juga.

Mengalihkan pandangannya pada minuman yang telah dituang, minuman itu bukanlah sesuatu yang sering Nova lihat baik di Floor maupun di Permukaan Atas. Warnanya merah pekat jika dibandingkan dengan teh pada umumnya. Rasanya pun tidak sepahit yang Nova kira. Aroma manis dan sedikit pedas tercium ketika Nova menghirupnya, anehnya bebauan itu menenangkan saraf-sarafnya.

Sang raksaka tak berkata apapun. Kepulan uap dari minumannya dibiarkan begitu saja sampai menghilang. Nova berkali-kali mengalihkan pandangannya dari gelas dan Masou kemudian Cyrus dengan pakaian serbahitamnya kemudian Raka yang masih tak sadarkan diri.

Dua buah bola cahaya mengambang tidak terlalu tinggi namun cukup untuk menerangi 'ruang tamu' itu. Meja dengan panjang nyaris dua meter dan enam buah kursi yang mengelilinginya berwarna coklat gelap. Taplak dengan renda berwarna putih menghiasi dengan manis meja itu. Masou di ujung sana, menatap Nova dengan manik hitamnya.

"Jadi?" tanya sang raksaka, suaranya berat dan dalam.

"Aku...," si gadis menggigit bibir, kesulitan mencari kata-kata. Detak jantungnya telah kembali normal, tetapi untuk menghadapi sang raksaka ia masih kebingungan. "aku mencari ibuku dan aku tahu dia tidak berada di Permukaan Atas jadi aku harus kembali pulang."

"Ke Floor, Bumiapara?"

"Ke Floor," ulang Nova.

"Kisahmu mengudara bersama dengan kicauan para burung, Nova Sarojin. Tapi Permukaan Atas? Aku baru mendengar mereka membicarakanmu di sana dan melihatmu di sini adalah kali pertama. Ada peraturan tidak tertulis untuk pergi ke Permukaan Atas dari Floor, setidaknya untuk mencatat namamu, tetapi namamu tidak pernah ada di dalam daftar. Bagaimana kami bisa melewatkan dirimu yang selalu menonjol itu?"

Nova mengerjapkan mata, kebingungan. Lalu ia menggeleng, "Ada seseorang yang mengantarku," ucapnya sambil memegang cangkir. Ia dapat merasakan hangatnya minuman itu dan bagaimana rasanya turun di dalam kerongkongannya yang kering, "dan dia bukanlah salah satu diantara kalian. Aku berjalan memasuki sebuah pintu dan ketika berbalik, pintunya menghilang."

Sang raksaka bertukar pandang dengan pria serbahitam itu. Mereka tampak berbicara hanya melalui mata dan Nova tak paham apa yang mereka bicarakan.

"Pintu seperti apa dan siapa orang yang mengantarmu itu eh, Nova Sarojin? Bagaimana dengan penampilannya?" tanya Cyrus tanpa henti dan tangannya sudah ada di atas meja, berharap mendapat jawaban dari Nova yang tidak tahu apa-apa.

"Cyrus," Masou menegur rekannya dan pria itu kemudian terdiam.

Nova meminta maaf dan mengatakan bahwa gadis itu tidak ingat siapa orang itu. "Saat itu terlalu gelap dan aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dia mengenakan jubah yang sudah usang kalau tidak salah." Ia kembali memandang sang raksaka yang kini tengah memainkan sendok dalam cangkirnya. "Kenapa...kenapa menanyakan hal itu padaku?"

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now