22nd Floor

416 77 12
                                    

SEBESAR APAPUN usahanya untuk terlelap, Nova hanya bisa memejamkan mata. Entah kenapa, saking lelahnya, ia tak bisa tidur. Gadis itu selalu merasa terganggu ketika ada getaran suara yang masuk ke dalam telinganya. Dimulai dari Luke yang terus bergerak mencari posisi nyaman untuk tidur hingga Kres yang sudah terbangun dan berkemas untuk pergi ke Disposal Floor.

Saat pemuda itu hendak menyentuh pundak Nova untuk membangunkannya, gadis itu berkata, "Aku sudah bangun. Aku akan ikut denganmu."

"Bagus. Dalam satu jam kita akan berangkat," jawab Kres, "berkemaslah."

Luke dan dirinya tidak membawa banyak barang, jadi persiapannya untuk pergi pun tidak akan repot. Melihat lantai, Nova mendapati teman pamannya mendengkur dengan mulut terbuka. Nova ragu. Terkadang membangunkan seseorang yang sedang terlelap lebih membahayakan dibandingkan anjing liar sekalipun.

Menarik napas, gadis itu memanggil Luke. Sekali, dua kali, hingga akhirnya ia menepuk lengan pria itu. Mata Luke otomatis terbelalak. Suaranya parau kalamendesis kesal untuk tidak pernah membangunkannya saat tertidur. Separuh nyawanya pasti masih tertinggal di alam mimpi.

"Maaf... Luke," ucap Nova, "tapi kita harus pergi satu jam lagi. Kamu mungkin mau bersiap."

Luke mengerang, menggulingkan tubuhnya ke samping dan berkata, "Kita enggak banyak bawa barang. Bangunkan aku sepuluh menit sebelum kita pergi saja."

Mengiyakan, Nova berusaha untuk berdiri tanpa harus menginjak pria botak itu. Kresna di kamar mandi tengah mencuci mukanya sementara Nova melihat kembali poster-poster dengan ragam artikel yang tertempel di belakangnya. Mungkin ini saatnya ia mencari tahu tentang keluarganya yang menyembunyikan banyak hal. Menghela napas, gadis itu mengumpat dalam hati.

Saat Kres keluar dari kamar mandi, ia meminta tolong Nova untuk membantunya membawa barang-barang untuk kedua dokter itu. Kardus demi kardus berisi bahan pokok serta peralatan medis memenuhi pelana sang pagna. Hanya sedikit orang yang terbangun dan menyapa mereka. Mungkin pengendara itu sendiri baru saja pulang dari gilirannya bertugas. Kantung mata hitam dan mulut mereka terbuka lebar saat menguap. Nova tidak mengindahkan mereka.

Kembali lagi ke flatnya untuk memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Nova pun membangunkan Luke. Pria itu hanya mengerang, menyipitkan mata, dan menarik napas panjang. "Oke, oke, aku bangun," katanya.

"Ada satu hal yang harus aku sampaikan kepada kalian. Perjalanan ini akan cukup panjang dan takkan menyenangkan kalau kau tidak menutup hidungmu," ucap Kres sembari memberikan masker untuk Nova dan juga Luke, "Mayat, gorong-gorong, dan kotoran pagna. Satu dari itu saja sudah membuat kalian muntah apalagi tiga-tiganya. Jadi, selalu pakai masker kalian. Kau beruntung kalau sudah tidur sebelumnya."

Nova mengerjapkan mata dan menghela napas panjang.

Waktu yang terbuang untuk mencapai Disposal Floor memang tak lebih dari dua jam. Akan tetapi, perjalanan tidak akan menyenangkan untuk diingat. Cepatnya pagna bergeral serta cara Kres mengemudikan makhluk itu membuat bokongnya seperti berada di atas banteng liar. Setiap Luke mencoba memprotes, Kres sudah terlalu sibuk dengan pikirannya hingga mengabaikan pria botak itu. Muka Luke pun masam. Entah sudah berapa batang rokok yang habis kala ia harus menahan amarahnya.

Awalnya, Kres mengambil jalur Huva Atma yang sama dengan jalur kemari. Semakin lama jalur yang ia ambil semakin sepi dari penduduk kota. Jajaran bata yang membentuk jalur-jalur umum semakin berkurang. Jalanan yang masih beradab tergantikan oleh semen yang membentuk gorong-gorong, dan tak lama beralih menjadi tanah yang lembab. Tanpa disadari, Nova dapat melihat gemerlap azuline di sekitarnya semakin banyak.

Kres tidak banyak bicara. Nova pun tidak banyak bertanya. Sementara itu Luke hanya bersandar; sesekali memakai maskernya juga melepasnya. Nova menyadari, semakin banyak jumlah azuline yang beterbangan, semakin tercium bau menyengat yang mengocok perutnya. Mata Nova terbelalak. Di bawah temaram kebiruan makhluk itu, ia bisa melihat tumpukan manusia; membiru, tak berbentuk, dan banyak di antaranya sudah menjadi tulang belulang..

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now