Surface - 6

1.9K 239 53
                                    

JAJARAN MOBIL yang berhenti karena macet tak lagi terlihat, sebuah jalan kosong melompong terpampang di hadapannya. Menoleh ke belakang, mobil damkar dan polisi, serta segala keributan yang ditimbulkan oleh pengunjung pun lenyap. Tak tampak lagi dinding tinggi, kawat melingkar maupun sulur dengan warna hijau gelap. Meskipun begitu, Raka tahu mereka tak lagi berada di dunianya. Dimensi ini sama ketika mereka berjalan menuju tempat raksaka kemarin.

"Kita ke mana?" tanya Raka ketika mereka menyebrangi jalan tanpa kendaraan itu. Jika ini dimensi tempatnya berasal, pasti sudah ada motor berkecepatan tinggi lewat dan menabraknya.

Cy tidak lagi merangkul mereka. Pria itu sudah berada beberapa meter di depan, "Menurutmu akan ke mana?"

Raka menoleh, Nova tengah mengambil langkah besar-besar agar bisa memperkecil jarak di antara mereka. Ketika gadis itu sudah berada di samping Raka, ia menjawab, "Tempat Masou, mungkin?"

Cy berdecak, suara seraknya tidak terdengar indah di telinga Raka. "Buat apa kita ke tempat Masou lagi? Memangnya kau tidak bosan? Nah, memangnya kalian tidak takut bertemu dengan Masou lagi? Atau kalian mau memakan kue buatannya? Tak bisa dipungkiri, kue buatan Masou memang enak sih. Aku pernah bilang padanya agar buka toko kue saja kalau dia pensiun nanti, tapi dia malah marah. Dia kira aku bercanda. Kuenya enak 'kan, Nova Sarojin?"

Ketika Cy berbalik dan menatap Nova, gadis itu tersentak dan langkahnya terhenti beberapa detik, "I-iya, enak," jawabnya sedikit ragu, "tetapi kita sedang tidak membicarakan itu 'kan?"

"Ya? Memangnya tadi kita sedang membicarakan apa?" belum Raka membuka mulutnya untuk menjawab, Cy sudah menambahkan, "Ah, benar, tempat Masou. Tidak, kita tidak ke tempat Masou. Kalau ke sana aku pasti dikira melalaikan tugas. Kita menuju Floor dan untuk ke sana tidak bisa seperti aku membukakan pintu besar lalu keluar masuk seenaknya. Semuanya ada jalannya dan kita tidak bisa seenaknya. Apa yang kau lakukan ya, Nova Sarojin, itu salah. Kami harus tahu jika kau ke Permukaan Atas atau tidak. Karena akan selalu ada masalah."

Gadis itu mengerutkan alisnya, tampak berpikir, tapi mulutnya tetap tertutup rapat. Melihat reaksi Nova yang bergeming membuat pemuda itu gemas. Akhirnya Raka memberanikan diri untuk bertanya, "Masalah macam apa?"

Cy menghentikan langkah dan berbalik. Dalam gelapnya malam dan lampu yang seadanya membuat wajah pria penuh tindik itu hampir separuhnya gelap karena bayangan. Pria itu mendengus, mengatakan bahwa Raka tidak akan mengerti.

"Mereka mencari tubuh manusia, Hiraka, tubuh manusia. Mereka mengonsumsimu. Permukaan Atas atau bukan, mereka memerlukan fisik untuk berpindah dimensi, kau tahu. Mungkin mereka ada di antara kalian, mungkin juga tidak. Kau takkan bisa mengingatnya Hiraka, karena mereka yang tubuhnya tersita, jiwanya akan pulang, nyawanya hilang. Mungkin aku rela-rela saja membuat dunia kalian dalam huru-hara, tapi Masou takkan mau; takkan bisa."

Raka tidak paham. Ia menoleh, menatap Nova dengan penuh harap supaya gadis itu menjelaskannya, tetapi Nova bergeming. Balas menatapnya pun tidak. Kenapa orang-orang yang baru ia kenal ini selalu berbicara dengan bahasa yang berbelit?

"Maksudmu mengonsumsi dan menghilang itu bagaimana?" tanya Raka, gemas, "Nova sempat mengatakan hal yang sama kemarin-kemarin, tetapi dia enggak membahasnya lebih jauh lagi."

"Bah! Hal yang dikatakan Nova Sarojin bukan apa-apa jika kau lihat hal ini secara makro. Lalu kau pikir aku akan membahasnya lebih detil? Nah, jangan harap Hiraka. Ingat ini: apa gunanya kata 'kejutan' kalau kau sudah tahu duluan? Aku berani bertaruh jika kau tahu apa maksudnya kau tidak akan berani untuk pergi ke Floor."

Raka menantangnya, menyuruh Cy untuk mengatakan rahasia kecil itu. Cyrus cukup tergoda. Ia menyeringai penuh arti, tetapi kemudian berbalik, mengatakan tidak lagi tertarik. Raka menghela napas, mengerling kecewa.

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now