Antarkasma - 9

270 62 1
                                    

MASOU PERNAH BERKATA bahwa sunyi takkan pernah menyelimuti labirin ini. Akan selalu ada seseorang yang memberikan jantung seekor hewan yang mendengkur, memberikan nyawanya kepada sang raksaka supaya terus menjaga yang terlupa dan mengawasi orang-orang yang hendak menyeberangi dunia.

Berdiri di atas dinding yang membentuk labirin itu, Celene menghela napas panjang. Perkataan Masou seperti omong kosong sekarang. Lanskap kelabu membentangi horizon dan tak ada suara sampai di telinganya selain detak jantung dan napasnya sendiri.

Celene tahu di penghujung labirin ini hanyalah ratusan pintu yang tidak tembus ke mana-mana. Hanya satu yang bisa membawamu pergi ke Permukaan Atas dan satu yang akan tembus ke Bumiapara. Kedua pintu itu sebaiknya tetap tersegel atau masalah besar akan muncul. Perempuan itu bahkan curiga masalahnya akan datang tidak lama lagi. Belum lagi Masou telah hilang berhari-hari.

Ia tidak tenang.

Ia tahu ada sekelompok orang yang ingin membobol jalan dari Bumiapara ke Permukaan Atas tanpa harus melewati mereka. Jika Yang Terlupakan menemukan jalan itu, maka habis sudah. Permukaan Atas tidak akan selamat. Tidak heran orang terakhir yang mengunjungi mereka adalah Raka dan Nova.

Seiring ia berjalan, terdengar geraman, raungan, serta bisikan Yang Terlupakan. Tak jarang dalam patrolinya ia menghabisi sosok-sosok yang hampir menyerupai manusia —karena mereka yang paling berbahaya. Tapi semakin ke sini, semakin sedikit sosok itu tertangkap oleh mata. Ia tahu jumlah sosok yang humanoid tidak banyak, tetapi tidak sesedikit itu pula. Ia harap bukanlah kecemasan tanpa alasan belaka.

Kembali ke kediaman mereka, seekor kucing bersandar manja pada kaki Celene. Ia membiarkan hewan kecil itu menaiki tubuhnya dan betengger di bahu. Cyrus, duduk di atas sofa, menyapanya singkat dan kembali memerhatikan langit-langit penuh bintang.

Bintang yang tak terhingga terpampang di sana, menunjukkan seterang apa jiwa seseorang. Cahaya mereka yang ada dalam bahaya, terdesak, atau nyaris mendekati ajal akan kian meredup, sementara cahaya terang dari para bintang menunjukkan hal yang berkebalikannya. Perempuan itu secara spesifik memandang satu bintang. Seseorang yang mereka ketahui sejak dua puluh tahun yang lalu namun baru bertatap muka beberapa minggu yang lalu. Di satu sisi ia lega melihat betapa terangnya cahaya itu sekarang.

Celene menggendong kucing yang bertengger di bahunya kemudian duduk di samping Cy. Ia bertanya, "Sampai kapan kau akan terus memandang bintang-bintang itu? Kau tahu kau ada pekerjaan lain selain melihat jiwa orang-orang ini kan?"

"Hah? Sejak kapan?" Cyrus menoleh, mata hitamnya memandang Celende dingin, "Tugasku dari dulu ini, memandang langit yang membosankan dan menyelamatkan mereka yang cahayanya mulai redup. Tapi tahu enggak, lebih dari setengahnya sudah padam! Aku bahkan tidak tahu apa penyebabnya. Kenapa? Kalian tidak membolehkanku pergi ke luar jika tidak ada hubungannya dengan orang itu!"

Celene menyipitkan matanya, "Apa maksud perkataanmu?"

"Kalian selalu bermain sesuai aturan, jadi aku akan bermain sesuai aturan. Kau khawatir dengan keberadaan Masou, tapi kau ingat kan dia pernah bilang untuk tidak mencarinya? Jadi inilah aku, duduk, tidak mencarinya karena dia bilang begitu. Dia kuat, tetapi kau begitu cemas. Kenapa kau tidak bermain juga sesuai dengan peraturannya, eh, Celene?"

"Aku tahu hubunganmu dengan Masou tidak baik, tapi ini sudah lebih dari tiga hari. Apa kau tidak khawatir?"

"Hukum di dunia manusia masalahnya tidak bisa diterapkan di sini, eh? Itu hal yang kau ucapkan bertahun-tahun lalu, 'kan?" Cy mengetuk-ketukkan jari telunjuknya ke kepala, "Aku masih ingat dengan baik."

"Jadi kau lebih memilih Masou tidak kembali untuk selama...lamanya?" Celene tercekat ketika Cy hanya mengangkat bahunya. Perempuan itu mendengus, "Persetan kau, Cyrus. Kau seharusnya bersyukur bahwa Masou masih mau membawamu ke sini."

Down There Is What You Called Floor [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt