8th Floor

925 160 43
                                    

KRAN AIR berderit ketika Nova memutarnya ke kiri. Tubuhnya berjengit saat air panas mengenai kulit, membuat gadis itu harus mengatur kembali suhu air dari pancuran kamar mandi. Ia menarik napas panjang, merasakan denyut ngilu di bagian bahu, lengan, punggung —nyaris seluruh tubuhnya— dan sedikit banyak otot-otot yang kejang mulai meregang.

Menuangkan sampo ke telapak tangan, gadis itu masih tak bisa melupakan orang botak kurang ajar yang datang tadi membuat keributan. Kenapa Nova selalu merasa sebagai orang ketiga yang tidak tahu apa-apa? Ia tidak tahu banyak mengenai apa yang telah ayahnya lakukan; tidak tahu ke mana hilangnya sang ibunda; tidak tahu bahwa Ravi menitipkan alamat rumahnya sebagai kontak darurat. Apa karena dia masih kecil? Bukankah tujuh belas tahun hitungannya sudah dewasa atau perkiraannya salah? Nova kesal dengan orang-orang yang ia anggap keluarga, tetapi nyatanya tidak terbuka.

Tiga jam...haruskah Nova kabur? Pria itu tidak akan menunggunya di depan pintu seperti seorang penguntit kan? Lagipula kenapa dia bersikeras untuk membawa Nova bersamanya? Memangnya Nova punya antena yang bisa menyala jika dalam bahaya lalu Ravi akan datang menjemputnya? Yang benar saja, jangan bercanda.

Nova membiarkan dirinya di bawah pancuran lebih lama, menikmatinya selagi bisa. Menghanduki tubuh dan berpakaian, gadis itu melempar gaun berwarna putih gading ke keranjang cucian, mendapati tumpukan baju kotor yang entah sudah berapa lama usianya. Ia menghempaskan tubuh di atas kasur; hanya mengenakan pakaian dalam. Sprei dingin menyambutnya, membuat ia ingin berlama-lama di sana: memandang langit-langit tanpa pikiran mengenai ibu maupun pamannya, apalagi ayahnya. Ia ingin tidur sebentar lagi.

Menghela napas panjang, Nova sedikit banyak berterimakasih kepada Viviene akan jahitan di perutnya yang sudah diperbaiki. Tanpa perempuan itu, mungkin ia akan berakhir di rumah sakit; lebih parahnya ditangkap oleh Orenda. Meski tahu ia harus istirahat, Nova merasa bersalah untuk mengambil napas sejenak. Fakta bahwa ibunya masih hilang membuatnya kerap khawatir.

Seseorang telah menusuknya tepat di perut, dia bisa mati, tetapi tidak. Seseorang mencegahnya di museum untuk kembali pulang, meminta Nova dengan cara yang sama sekali tidak ramah untuk ikut dengan mereka. Dia bisa mati, tetapi tidak. Hal yang gadis itu terus lakukan adalah lari tanpa mengetahui kebenaran di balik selongsong kehidupan kedua orang tuanya. Apa ia harus terus berlari?

Percuma Nova memejamkan mata, ia tidak bisa tidur. Terlalu banyak hal berkelebat di kepalanya. Apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia lakukan? Ke mana ia harus pergi? Dia sama sekali tidak punya petunjuk. Pun, setiap Nova melangkahkan kali, sama sekali tak terlihat cahaya di penghujung lorong yang ia masuki. Perjalanannya tanpa arah bagaikan di dalam goa: semakin dalam dan semakin gelap. Sekalinya ia melihat cahaya, lubang di langit-langit akan kembali tertutup seolah-olah langit-langit goa itu runtuh.

Ia melempar selimutnya, merasakan jantungnya yang berdebar hebat. Gadis itu mengambil celana jins, mengenakan kaos putih gading berlengan panjang untuk menutupi tatonya. Mantel nila yang ia pakai selama seminggu yang lalu merupakan salah satu pakaian favoritnya, tetapi mungkin orang-orang sudah mengetahui penampilan Nova berdasarkan selembaran buron yang tersebar di mana-mana. Ia harus meleburkan diri di kota edan ini, setidaknya dengan menanggalkan mantel nila yang sudah menjadi ciri khasnya.

Nova ingat akan sebuah mantel yang tak pernah ia pakai sama sekali. Barang itu pemberian ayahnya yang dikirim melalui pos tanpa alamat pengiriman. Seorang kurir mengetuk rumahnya dan memberikan sebuah bingkisan itu kepada Nova. Sang kurir tidak mengatakan apapun dari mana bingkisan itu berasal namun setelah ia membukanya, secarik surat tersampirkan di sana, tertujukan untuk Nova dan Kirana dengan satu kata berupa 'maaf'.

Kirana menghela napas panjang dengan senyum getir menghiasi bibirnya ketika Nova menanyakan maksud dari surat itu. "Dia tidak akan kembali," jelas ibunya, "dalam waktu dekat."

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now