Antarkasma - 8

389 82 6
                                    

RAKA TERENGAH. Ia terkapar di lantai, menghadap langit dengan napas yang hampir habis. Punggungnya basah, tubuhnya terasa dingin dan panas sekaligus. Cyrus tidak berbelas kasihan sama sekali. Melihat dia menyeringai dan memandangnya sembari berdiri, Raka sudah meremehkan pria itu.

"Berdiri, Hiraka. Bagaimana kau bisa lebih kuat selama tujuh hari kalau begini saja sudah mau tewas?" pria itu berjongkok tak jauh darinya, menyentil kening Raka hingga ia mengaduh.

"Kau mengerahkan seluruh tenangamu!"

"Dengar ya, di luar sana, orang-orang takkan peduli dengan kemampuanmu bertahan hidup," Cy meletakkan jari telunjuknya pada pelipis Raka, "Jika seseorang menarik pelatuk di kepalamu, ya kau mati. Jika seseorang menikam jantungmu dari belakang, kau juga mati. Memangnya kau ini siapa hingga orang-orang harus mengurangi kekuatannya untuk melawan? Kecoak? Melawan kecoak saja banyak orang yang mengerahkan seluruh kemampuannya, apalagi melawan manusia? Kau tidak istimewa, Hiraka."

Tidak istimewa, ya. Siapa juga yang meminta dirinya menjadi istimewa?

"Bangun," suruh pria dengan geligi buruk itu, "Coba kalahkan aku lagi."

Raka menarik napas dalam-dalam. Celene mengamati mereka dari bangku tinggi di sudut ruangan, menyilangkan kaki. Bibirnya terkatup rapat, pikirannya entah mengawang ke mana.

Tanpa aba-aba, Cyrus melemparkan tinjunya, membuahkan umpatan. "Lawanmu di depanmu, heh, Otak Kerbau!" sulut Cyrus, "Buat apa kau memerhatikan Celene, huh? Kau kira dia akan membantu?"

Mendecih, Raka memasang lagi kuda-kudanya. Ia tidak bisa menaklukkan kuda-kuda Cyrus. Sekuat apapun Raka menyerang, pria itu hanya perlu menampikkan satu tangan untuk membuat Raka terjatuh.

"Berapa kali kukatakan kalau ini bukan sekadar kekuatan?" Cyrus menjatuhkan Raka dalam sekali tempis. Lagi. Napasnya sama sekali tidak terdengar terburu-buru, berbeda dengan Raka yang semakin pendek.

"Aku butuh istirahat."

"Enggak, kau enggak butuh," Cy menyuruhnya untuk berdiri lagi, "Kau punya waktu tujuh hari, Hiraka, dan ini sudah hari ketiga. Waktu tidak menunggu siapapun."

"Kupikir, untuk sekarang disudahi saja, Cy," sahut Celene tak bergerak dari tempat duduknya. Pria bermata legam itu memandangnya tidak percaya dan perempuan itu melanjutkan, "Raka bukan kita. Kita memang dulunya manusia, tapi sekarang tidak lagi. Lupa ya? Dia bukanlah kita, dan dia tidak akan menjadi bagian dari kita. Ingat apa yang mereka bilang mengenai Raka? Jangan sampai terjadi apa-apa dengannya."

Raka membalikkan tubuh, menghadap langit-langit. "Apa kalian enggak bisa memberi tahu siapa itu 'mereka' dan apa maunya? Siapa coba anggota keluarga yang aku enggak kenal?"

Kedua raksaka itu saling pandang dan Celene menjawab, "Mulutku terkunci rapat. Maaf."

"Sebenarnya, cepat atau lambat kau akan tahu sih, Hiraka," timpal Cyrus sembari meregangkan tubuhnya, "Tapi tidak sampai kau bisa mengalahkanku."

Raka mengerang. Apa yang harus ia lakukan agar dapat menjatuhkan Cyrus sekali saja? Raka berkomentar mengenai postur dan juga kuda-kuda Cy yang cukup unik. Umunya Raka tahu gerakan bela diri, tapi, lagi-lagi, tidak dengan postur pria bergeligi jelek itu.

"Ha! Ini bentuk latihan bertahun-tahun dengan omelan Masou, kau tahu. Begini, Hiraka, setiap bentuk bela diri pasti ada ruang yang dapat dicela. Masalahnya, kau bisa menemukannya atau tidak. Sekarang berdiri atau mau menyudahi terserah dirimu, tinggal bilang saja."

Raka menarik napas panjang, "Sekali lagi," ucapnya, "Kalau gagal, berikan aku waktu setengah jam."

"Oke," Cy membantu Raka berdiri, mengambil beberapa langkah ke belakang.

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now