Epilog

830 77 54
                                    

NOVA TAK MENDUGA bunker ini begitu canggih dengan segala keamanan dan teknologi yang melengkapinya. Berapa lama ayahnya membangun tempat ini? Terdiri dari empat tingkat dengan lift yang berfungsi baik, bunker itu terasa nyaman dengan suhu ruang yang tepat. Ia memiliki banyak sekat dan ruang. Jun menyebutkan secara singkat seiring mereka berjalan menuju lift: ruang keamanan, ruang tinggal yang lengkap dengan kamar tidur dan kamar mandi, gudang senjata, ruang kesehatan, lab, bahkan hingga kebun kecil. Gadis itu tidak tahu apakah masih ada ruangan lain atau tidak.

Selama Flint pergi meninggalkan rumah...apakah dia selalu ada di sini? Sendiri di dalam bunker, meneliti ruska dan senyawa lain yang bisa menggantinya. Kenapa harus serumit ini? Kenapa harus serba... rahasia?

Ketika Jun membuka pintu, Raka berubah emosional. Meski pemuda itu telah meminta maaf, Raka tak bisa menahan diri untuk menahan pukulannya. Tinjunya awalnya kencang namun melemah seiring tubuh Raka gemetar. Jun menerima pukulan Raka tanpa melawan dan kala pemuda itu tak lagi menonjoknya, Jun meminta maaf sekali lagi. Sekarang mereka tengah berbincang, entah apa, di ruangan tempat mereka duduk. Wajah Raka menunjukkan kemuraman sementara Jun tak punya kata-kata apapun untuk menghibur.

Sementara itu, Luke meminjam ruang perawatan bunker, membersihkan luka Kresna dan memastikan keadaannya tidak memburuk. Nova kira pria botak itu akan mencabut pelurunya keluar namun Luke mengelak, "Aku mekanik, bukan dokter."

Tetap saja...fakta bahwa pria itu telah membunuh antek-antek Orenda —seorang manusia— dan kepiawaiannya menggunakan senjata api serta menangani luka membuat Nova berpikir bahwa banyak hal yang gadis itu tidak ketahui tentang Luke. Banyak hal yang tidak Nova ketahui dan itu membuatnya frustasi.

Gadis itu duduk memeluk lututnya di atas sofa. Satu hal lagi yang mengganggunya adalah tulisan tangan Flint yang ia temukan jatuh dari dompet Raka. Hanya satu kalimat; perasaannya benar-benar tidak enak.

'Aku sudah kehilangan putraku dan aku tidak sanggup melihat Kirana merana.'

Nova memandang Raka yang akhirnya mengulaskan senyum ketika berbicara dengan Jun. Perasaannya tidak enak. Benar-benar tidak enak. Hal apa lagi yang ayahnya sembunyikan darinya?

Jun tiba-tiba berdiri, berkata, "Sepertinya orang yang kalian tunggu tiba."

Ketika Jun pergi, Raka menoleh dan memandang Nova, mengajaknya untuk mendekat dan bergabung berbicara. Gadis itu menolak, memilih untuk berdiam diri dan memeluk lututnya sendiri. Ruangan itu hening untuk beberapa saat, hanya dengung ventilasi udara yang mengisi kesunyian. Tak lama pintu lift terbuka; Jun dan sosok yang Nova tak ingin lihat muncul batang hidungnya.

Pria itu membenarkan bingkai kacamata perak di hidungnya, menghalangi kantung mata yang begitu hitam dan mata yang begitu lelah. Mengenakan pakaian dengan model tahan untuk panas, ia membawa sebuah tas ransel yang terisi penuh. Mulutnya terkatup rapat, pipi yang tirus membuat pria itu tampak begitu lelah. Rambutnya tumbuh tak beraturan dengan poni yang menutupi separuh wajahnya. Ayahnya tampak jauh berbeda ketika terakhir kali mereka bertemu. Dia tampak menyedihkan.

"Jadi kita kedatangan tamu, huh?" ujar Flint, suaranya terdengar kering. Wajahnya tetap datar ketika menatap Nova sejenak dan mengalihkan pandangannya tanpa berkata apapun.

Rahang Nova mengeras. Ingin sekali gadis itu berlari dan menamparnya. Setelah dia pergi meninggalkan keluarganya...bagaimana mungkin? Akan tetapi, ketika dia melihat Raka untuk pertama kali, tatapannya sedikit berubah. Nova menyadarinya. Ada pancaran kelembutan pada tatapannya yang dingin itu. Perasaannya tidak enak.

Pria itu membuka mulutnya.

Kumohon, jangan—

"Kau sudah dewasa ya, Raka. Bagaimana Iyas dan ayah-ibumu di Permukaan Atas?"

Down There Is What You Called Floor [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat