7th Floor

1K 158 30
                                    

LANGIT INDIGO terlihat jauh, tak tampak pula tanda-tanda matahari mulai menyingsing. Setelah Viviene mengusir Nova dari kediamannya, suaminya tidak meminta gadis itu untuk tetap tinggal. Nova hanya bisa menunggu hingga para pengendara pagna mulai beroperasi. Armadillo terletak di pusat kota bagian barat. Perjalanan ke rumahnya bisa memakan waktu dua jam berjalan kaki dan Nova terlalu lelah. Ia hanya perlu sekitar lima belas menit untuk tiba di perhentian pagna dan menunggu.

Pagna yang selalu bersemayam di bawah tanah membuat halte mereka terletak cukup dalam di antara bangunan-bangunan; tak pernah terkena cahaya matahari. Masuk ke sana harus melalui sebuah lubang besar dengan tangga menuju Huva Atma. Kursi-kursi panjang diletakkan di samping lubang untuk menunggu, juga sebuah tiang penanda yang menjelaskan arah tujuan mereka. Ketika pengendara datang, dia akan membunyikan lonceng yang bergema hingga radius dua ratus meter; para penumpang akan mengantre turun. Sang rider akan menunggu tiga sampai lima menit hingga ia akan pergi ke halte selanjutnya.

Karena pagi masih buta, terdengar derap berat kaki pagna yang menggaung. Lonceng dibunyikan, gadis itu menuruni tangga dan disambut oleh seorang pria berjanggut lebat. Ia menguap lebar setelah menanyakan apakah di atas sana masih ada orang atau tidak. Ketika mengatakan tidak, sang rider menepuk tubuh pagna untuk berjalan.

Berbeda dengan jalur Huva Atma yang Nova lalui sebelumnya, jalur utama para rider mendapat penerangan lampu berdaya kecil. Pagna yang tidak terbiasa dengan cahaya biasanya akan beringas jika terkena cahaya secara langsung tanpa adanya pembiasaan. Jalur ini terhitung aman dari azuline sehingga tidak apa-apa jika Nova menoleh ke belakang. Para rider pun telah menyediakan akomodasi yang nyaman untuk para penumpangnya. Mulai dari pelana kulit buatan yang empuk serta jalur aman yang pasti.

Bagaikan terayun dalam ombak, Nova tak lama kembali terlelap. Dalam tidurnya yang tak bermimpi, sayup-sayup terdengar suara serak sang rider yang mencoba mengajaknya berbicara. Gadis itu tidak ada niatan untuk menjawab. Alhasil rider itu tidak membuka mulutnya lagi. Tahu-tahu pria itu menyentuh pundaknya, membangunkan Nova dengan kecemasan yang tersirat di wajah.

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya pria itu. Wajahnya yang tampak terlalu lebar, begitu dekat. Terlihat jelas pada janggut lebatnya beberapa remah roti. Rider itu berucap, "Kau tampak pucat."

Nova mengerjapkan matanya dan berkata dingin, "Aku memang pucat."

Sedikit terkejut, pria itu kembali ke kursinya, menjelaskan bahwa mereka telah melewati tiga halte dari tempatnya naik tadi. Gadis berambut burgundi itu berdiri, menanggapi bahwa ia akan turun di sini sembari memberikannya kepingan koin pada sang pengendara. Keluar dari Huva Atma, cahaya suram mentari menerpa wajahnya, membuat gadis itu menyipitkan mata ketika memerhatikan sekeliling.

Orang-orang mulai keluar dari rumah, berpakaian rapi untuk bekerja di pusat kota. Mereka yang berusia senja nampaknya masih menikmati tidurnya; menunggu hingga matahari cukup tinggi hingga mereka tak perlu keluar dengan selimut. Beberapa mobil pickup datang menurunkan asupan makanan dari kota sebelah ke toko-toko ritel lokal. Nova pasti berada di perba perbatasaan Lingkar Dalam dan Lingkar Luar. Lima belas menit berjalan kaki maka ia akan tiba di flatnya.

Nova mengenakan tudung jaket, menghindari wajahnya terlihat di depan umum. Meski hari masih pagi, tidak merubah fakta kepalanya memiliki harga. Lagipula semua orang butuh uang, harga yang dipasang untuk kepalanya pun tidak rendah. Apa yang telah ayahnya lakukan hingga melibatkan anaknya ini?

Pria itu tidak pernah di rumah. Nova hanya bisa melihat punggungnya dari balik pintu, mengerjakan sesuatu. Sesekali kedua orang tuanya bersilat lidah, meski sang ayah akan meminta maaf dan sang bunda kerap diam. Sudah terlalu lama Flint tidak pulang ke rumah dan Kirana hanya bisa tersenyum lemah setiap kali Nova menanyakan keberadaan ayahanda. Dalam bisu, gadis itu belajar untuk tidak menanyakan kabar ayahnya lagi. Lambat laun timbul rasa benci pada ayahnya yang tak pernah pulang apalagi ketika dia membawa Nova ke studio tato, merajah tubuhnya dengan gambar-gambar entah apa yang ia katakan harus dijaga hingga waktunya tiba.

Down There Is What You Called Floor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang