Bab VIII

8.8K 622 4
                                    

[08. Luka]

"Leana, mau ke kantin gak?" tanya Giselle membuat gadis yang sedang menulis itu menatapnya.

"Enggak," jawab Lea dengan senyum kaku yang membuat teman yang sering membantunya itu melengos pergi begitu saja.

Selama sebulan ini kehidupan sekolah yang ia idamkan berjalan mulus. Seperti siswi biasa yang taat aturan di tambah keuntungan karena kakak-kakak menyebalkannya itu tidak berulah. Lea Ini selalu menghindari mereka bila berpapasan di sekolah.

Lea mengambil tas nya untuk mencari laporan tugas Biologinya, hingga seperkian detik kemudian ia terdiam dengan tangan semakin bar-bar dalam mengobrak abrik tas merah mudanya.

"Sial," umpat Lea.

Laporan itu ketinggalan dan ternyata tak hanya laporannya, tetapi bekal makan siangnya juga ketinggalan, padahal ia belum makan sejak kemarin siang.

Mana Arsa tidak sekolah lagi, padahal jika ada cowok itu, pasti semuanya selesai.

Jujur, Arsa mungkin adalah teman yang paling dekat dengan Lea selama ini. Mereka ini cukup akrab dan pernah beberapa kali ke kantin bersama dan mengerjakan tugas bersama.

Tak ada apapun, mereka hanya teman.

Matanya beralih menatap jam istirahat yang tersisa 20 menit lagi, ada sisa untuk mengerjakan tugas biologi nya. Untungnya Lea masih bisa mengingat sedikit yang dikerjakannya. Sayangnya ia harus menulis lagi.

Lea mengambil kertas HVS nya lalu mulai menulis berakal kan pikiran, ingatan dan internet di handphone.

...

"T-tapi bu..."

"Gak ada tapi tapi, Kamu tidak boleh mengikuti pelajaran saya."

Lea berjalan keluar kelas dengan lesu, sudah ia duga. Ia dihukum karena laporannya tidak lengkap, ah bukan tidak lengkap. Tetapi salah tugas.

"Ughh sial!" umpat Lea lalu duduk di depan kelasnya.

Jika dirinya berjalan-jalan pun nanti bisa dikira bolos lalu di hukum, jadi ini pilihan yang tepat.

Tangannya kini beralih memegang perutnya yang terasa nyeri, magh nya kambuh. Itu sudah pasti. Tangannya semakin erat mencengkram saat itu semakin terasa sakit. Ingin pergi ke kantin  tapi sayang karena uangnya ada dibalik case ponselnya yang ada di tas. Mustahil untuk diambil.

"Ughh."

"Gak ada pilihan lain," lirih Lea ketika melihat beberapa orang laki-laki yang sedang bermain basket, mereka sedang jam olahraga tetapi sepertinya jam kosong karena tak ada guru.

Gadis itu lalu memberanikan mulai berjalan menuju lapangan ketika melihat Lavi ada di sana. Susah payah meneguk ludah saat ia beralih berdiri di pinggir lapangan yang membuat beberapa murid termasuk para siswi yang menatapnya sinis.

"KAK LAVI!"

Wajah Lea memerah ketika semua orang memperhatikannya lalu ia meringis sambil menekan perutnya.

'gapapa gue cuek, gue cuek.'

Terlihat Lavi menaikan sebelah halisnya membuat Lea mengibaskan tangannya, memberi kode agar Lavi menghampiri nya.

Lea berusaha menulikan diri saat sindiran-sindiran sinis dari para kakak kelas dari kaum hawa terdengar, meski kini jantungnya berdegup tak karuan dan matanya terasa perih karena ingin menangis.

"Kenapa?" tanya Lavi dengan raut bingung karena Lea yang saat itu mengecamnya untuk tak dekat-dekat di sekolah, kini malah menghampirinya.

"Sakit, maghnya kambuh," lirih Lea, berusaha menulikan diri atas sindiran para kakak kelas itu.

Leana And 7 Crazy BoysWhere stories live. Discover now