Bab LVI

4.4K 408 6
                                    

[56. About Her.]

DENGAN ragu gadis berpakaian serba hitam itu melangkahkan kakinya, tangannya sedikit gemetar saat menyentuh gagang pintu itu. Ia membuka pintu perlahan, dengan jantung berdebar tak karuan.

Aroma obat-obatan semakin menyeruak di indra penciuman, pintu itu terbuka semakin lebar membuat seseorang di dalam sana menoleh.

Liana tersenyum kaku pada gadis berwajah jepang yang menatapnya bingung.

"Ah, Liana itu ya?" tanya Kezie yang diangguki kaku oleh gadis yang melangkah masuk ke dalam ruang rawat itu.

"Yang lain pada kemana, kak?" tanya Liana dengan nada halus yang menjadi ciri khasnya.

Liana melirik sekilas, seorang gadis yang masih terbaring di atas brankar dengan alat penunjang kehidupan yang menempel di beberapa titik tubuhnya.

"Viz sama Hyli lagi nemuin dokter, kalo yang lain beli makan katanya," jelas Kezie lalu mengambil ponselnya yang berdering di atas meja.

"Eum, aku mau angkat telepon dulu. Titip Leana ya?"

Dan akhirnya, kini hanya tersisa dua gadis berumur 16 tahun di dalam ruangan serba putih itu.

Liana menatap Lea ragu, lalu melangkah mendekat dengan pelan. Menarik bangku yang ada di samping brankar, lalu mendudukinya.

"Are you okay?" Liana bertanya, melalui bisikan diikuti keheningan.

Suara detik jam terkedengar, pun dengan suara elektrokardiogram yang berbunyi nyaring. Lalu akhirnya di temani dengan suara isakan yang tak dapat tertahan.

"Maaf..."

Entah mengapa, rasa bersalah itu kembali menyapa dari relung hati terdalamnya. Mengingat keegoisannya, membuatnya merasa sangat menyedihkan di depan gadis yang terbaring lemah ini.

"Maaf untuk semuanya.."

"Maaf karena nyokap gue bikin keluarga lo berantakan, karena gue yang lahir di dunia, karena gue yang tiba-tiba dateng ke kehidupan lo, karena keirian gue..."

Liana mengusap air matanya dengan kasar, "maaf karena gue masih hidup sampai saat ini."

Hening kembali, dengan Liana yang menahan nafas agar isakannya tak lolos lagi. Lalu ia menghela nafas, menatap wajah damai yang masih terlihat cantik walau dalam keadaan pucat itu.

"Bangun." Suara Liana terdengar lirih.

"Bangun, Na.."

Liana mengusap air mata yang lagi-lagi mengalir itu, lalu ia mendongakkan wajah bermaksud menahan agar butiran kristal bening itu tak kembali jatuh.

"Gue yang pengen mati kenapa lo yang sekarat sih?" Kekehan pelan terdengar setelah kalimat itu terucap, lalu tangannya bergerak meninju lengan Lea dengan sangat pelan.

"Jangan mati dulu, kasian kak Viz."

"Masih banyak yang harepin lo hidup disini, jadi jangan mati dulu."

Liana terkekeh miris, lalu menatap wajah tenang gadis yang terlihat lemah itu. Tangannya bergerak, mengusap tangan yang pucat itu.

"Masih banyak yang harepin lo hidup..."

Memang benar, itu kenyataannya. Dan Liana benci, benci saat rasa iri itu muncul kembali. Rasa iri terhadap hal-hal yang tak ia punya, tak akan pernah ia dapatkan...

Yaitu harapan orang-orang mengenai kehidupannya.

Lea, memiliki banyak orang baik di sekitarnya, memiliki orang-orang yang menyimpan banyak harapan untuknya. Liana iri akan hal itu.

Leana And 7 Crazy BoysWhere stories live. Discover now