Bab LX

6.1K 526 41
                                    

Ngetiknya sambil ngantuk-ngantukan, jadi maaf-maaf aja kalo gak nyambung.

___

[60. Beban.]

RASA bersalah, adalah sesuatu hal yang jelas berat. Sebuah perasaan yang menandakan sesuatu yang tidak diinginkan telah terjadi. Harapan agar jarum jam bisa berotasi ke kiri, lalu membiarkan kita mengubah yang telah terjadi itu.., mustahil.

Dan tentu saja, mau sebesar apapun seseorang merasa bersalah, itu tak akan memberikan efek apapun.

Begitulah yang Lea tangkap dari ucapan seorang Iaros. Kini gadis itu terbaring, dengan mata berkaca-kaca yang tertuju pada sang kakak.

"Gak cape apa tidur mulu?" tanya Iaros dengan suara halusnya, menyingkirkan helaian poni di dahi Lea.

Lea merasa tubuhnya lemas, jangankan bergerak, untuk membuka suara saja terasa sulit.

"Kamu udah bangun dari lama kan?"

Lea mengangguk pelan, tak ada gunanya berbohong di depan orang ini. Nantinya malah merasa tertekan, auranya seperti Viz, kuat dan sifat galaknya sangat pekat.

Ada beberapa orang yang menurut Lea tak bisa di bohongi, Hyli dan Iaros, Hyli dengan mind reading-nya yang kadang beguna kadang tidak.

Dan Iaros dengan tatapan tajamnya yang seolah menyedot oksigen sehingga Lea merasa tertekan.

Sulit untuk berbohong di depan dua manusia jenis ini.

"Ada yang sakit?" tanya Iaros, kini memilih menekan tombol di dekat brankar.

Ingin sekali Lea menjawab, bahwa seluruh tubuhnya terasa sakit dan aneh.

Ia sangat tak suka kondisi tubuhnya saat ini. Terlalu lemas, kakinya juga terasa sakit. Semuanya terasa aneh, kepalanya juga pusing.

"It's okay," ucap Iaros.

Ceklek

"Lavi mana?" tanya Hyli sambil menutup pintu kembali setelah Viz ikut melangkah masuk ke dalam ruangan serba putih itu.

"Gilgey belum balik juga—"

Viz terdiam saat melihat Lea yang kini membuka mata. Nafasnya terasa sedikit berat, dengan perasaan senang yang mulai merambat.

Saat kedua netra coklat itu bertemu.., kedua ujung bibir Lea tertarik ke atas, membentuk sebuah senyum tipis.

"Leana?"

___

Hari kedua setelah Leana sadar, River langsung datang menjenguknya dengan semangat. Terlihat raut wajahnya yang kini tidak tegang seperti kemarin, meskipun tetap khawatir karena kondisi Lea yang masih lemas.

Hari ketiga, kondisi tubuh Lea jadi lebih baik. Nafasnya mulai normal sehingga alat bantu pernafasannya di lepas, ia juga bisa berbicara walau suaranya kecil.

Dan Hari ketiga itu pula, Gilgey baru datang kembali. Dengan raut wajah senang saat melihat adik satu-satunya itu kini bangun dari tidur yang menurutnya panjang.

Namun, raut wajah senang itu perlahan menghilang saat Hyli mengomelinya karena baru pulang setelah 3 hari tak ada kabar. Ditambah lagi kondisi wajah Gilgey yang babak belur, membuat omelan dari mantan ketua osis itu semakin tegas.

Hari ketujuh, kondisi Lea lebih baik dari sebelumnya, kini Ia bisa berinteraksi dan terlihat lebih segar dari kemarin-kemarin.

"Gue berapa lama gak sadar kak? Berhari-hari?" tanya Lea dengan raut wajah penasaran, pada Hyli yang berada tak jauh dari dirinya yang duduk di atas brankar yang belakangan ini jadi tempat ia terlelap.

Leana And 7 Crazy BoysOnde as histórias ganham vida. Descobre agora